easter-japanese

Pergi ke hutan mangga yang indah Milik Jīvaka, bhikkhunī Subhā Dihalangi oleh seorang penjahat. Subhā mengatakan ini kepadanya:

[Subhā Jīvakambavanikā Therī:]

“Kesalahan apa yang telah kuperbuat kepadamu, Sehingga engkau menghalangi jalanku? Tuan, tidaklah selayaknya seorang laki-laki Menyentuh seorang perempuan yang meninggalkan keduniawian.

Latihan ini diajarkan oleh Yang Suci, Ini adalah persoalan serius dalam ajaran Guruku. Aku murni dan bebas dari noda, Jadi mengapa engkau menghalangi jalanku?

Seorang yang pikirannya ternoda kepada seorang yang tanpa noda; Seorang yang bernafsu kepada seorang yang bebas dari nafsu; Tanpa noda, batinku terbebaskan dalam segala aspek, Jadi mengapa engkau menghalangi jalanku?”

[Penjahat:]

“Engkau muda dan tanpa cacat— Apa gunanya pelepasan keduniawian bagimu? Buanglah jubah kuning itu, Mari bermain di taman bunga ini.

Di segala arah, aroma serbuk sari menguar manis, Yang berasal dari hutan berbunga. Awal musim semi adalah hari yang membahagiakan— Mari bermain di taman bunga ini.

Dan pepohonan bermahkotakan bunga-bunga Seolah-olah berbisik dalam tiupan angin. Tetapi kesenangan apakah yang akan engkau peroleh Dengan memasuki hutan ini sendirian?

Yang sering dikunjungi oleh gerombolan pemangsa, Dan gajah-gajah betina yang terangsang para pejantan pada musim kawin; Engkau ingin pergi tanpa teman Menuju hutan yang sepi dan menggetarkan.

Bagaikan boneka emas yang berkilau, Bagaikan bidadari yang mengembara di taman dengan tanaman berwarna-warni, Kecantikanmu yang tanpa tandingan akan bersinar. Dalam balutan pakaian dari kain kasa yang indah.

Aku akan menuruti perintahmu, Jika kita menetap di hutan ini. Aku tidak mencintai makhluk lain selain engkau, Oh peri dengan mata yang begitu indah.

Jika engkau menerima undanganku— ‘Mari, berbahagialah, dan menetap di sebuah rumah’— Engkau akan berdiam dalam sebuah rumah panjang yang terlindung dari angin; Biarkan para gadis mengurus kebutuhanmu.

Berpakaian dari kain kasa indah, Kenakanlah kalung bunga dan kosmetik. Aku akan menyediakan segala jenis perhiasan untukmu, Dan emas dan permata dan mutiara.

Naiklah ke atas tempat tidur mahal, Penutupnya begitu bersih dan indah, Dengan matras wol yang baru, Begitu harum, dengan percikan cendana.

Bagaikan bunga bakung biru yang keluar dari air Tetap tidak tersentuh oleh manusia, Demikian pula, O nyonya yang murni dan suci, Tangan dan kakimu menua tanpa pemilik.”

[Subhā Jīvakambavanikā Therī:]

“Tubuh ini adalah bangkai, memenuhi Tanah pemakaman, karena sifatnya yang hancur berserakan. Apa menurutmu yang menjadi intinya Sehingga engkau menatapku dengan tergila-gila?”

[Penjahat:]

“Matamu seperti mata rusa betina, Atau peri di pegunungan; Melihatnya Keinginan indriaku semakin bertambah.

Tegakkan wajahmu yang tanpa cacat dan berkilau keemasan Matamu bagaikan kuntum bunga bakung biru; Melihatnya Keinginan indriaku semakin bertambah.

Walaupun engkau mungkin mengembara jauh, aku tetap memikirkan engkau, Dengan bulu matamu yang panjang, dan penglihatanmu begitu jernih. Aku tidak menyukai mata lain selain matamu, O peri dengan mata yang begitu indah.”

[Subhā Jīvakambavanikā Therī:]

“Engkau berjalan di jalan yang salah! Engkau ingin mengambil bulan sebagai mainanmu! Engkau mencoba untuk melompati Gunung Meru! Engkau, yang sedang berburu anak Sang Buddha!

Karena di dunia ini bersama dengan seluruh para dewanya, Tidak akan ada lagi nafsu di manapun padaku. Aku bahkan tidak tahu apa itu, Itu telah menjadi akar yang hancur dan semuanya berkat sang jalan.

Terlempar bagaikan percikan dari bara api, Bernilai tidak lebih dari semangkuk racun. Aku bahkan tidak tahu apa itu, Itu telah menjadi akar yang hancur dan semuanya berkat sang jalan.

Baiklah engkau boleh mencoba merayu jenis perempuan Yang belum merefleksikan hal-hal ini, Atau yang belum pernah melayani Sang Guru: Tetapi ini adalah perempuan yang mengetahui—sekarang engkau mendapat masalah!

Tidak peduli apakah aku dihina atau dipuji, Atau merasa senang atau sakit: aku tetap penuh perhatian. Karena mengetahui bahwa kondisi-kondisi adalah buruk, Batinku tidak melekat pada apapun.

Aku adalah siswi dari Yang Suci, Berkendara dalam kereta jalan berunsur delapan. Anak panah tercabut, bebas dari kekotoran, Aku bahagia telah sampai di tempat kosong.

Aku telah melihat boneka dan wayang Yang diwarnai cerah Diikat pada tongkat dan tali, Dan dibuat menari dalam berbagai cara.

Tetapi ketika tongkat dan tali itu dilepaskan— Kendur, terlepas, terbongkar, Tidak dapat dipasang lagi, bagian-bagiannya terlucuti— Pada apakah pikiran ini tertambat?

itu adalah seperti apa adanya tubuhku, tanpa hal-hal itu tubuh ini tidak dapat berlanjut. Oleh karena itu, Pada apakah pikiran ini tertambat?

Ini seperti ketika engkau melihat lukisan dinding, Dilukis dengan pewarna kuning, Dan penglihatanmu menjadi buram, Secara keliru melihat bahwa itu adalah orang.

Walaupun ini tidak bernilai bagaikan tipuan sulap, Atau sebatang pohon emas yang terlihat dalam mimpi, Engkau secara membuta mengejar apa yang kosong, Bagaikan pertunjukan wayang di antara orang-orang.

Sebuah biji mata hanyalah sebuah bola dalam rongganya Dengan pupil mata di tengah, dan air mata, Dan lendir keluar dari sana juga, Demikianlah bagian-bagian mata berbeda berkumpul menjadi satu.”

[Penyusun:]

Nyonya cantik itu mencabut keluar bola matanya. Dengan sama sekali tanpa kemelekatan dalam batinnya, ia berkata: “Kemarilah, ambil mata ini,” Dan memberikannya kepada laki-laki itu di sana pada saat itu juga.

[Penjahat:]

Pada pada momen itu ia kehilangan nafsunya, Dan meminta maaf: “Semoga engkau baik, O Nyonya yang murni dan suci; Ini tidak akan terjadi lagi.

Menyerang seorang seperti ini Adalah bagaikan menggenggam kobaran api, Atau menangkap ular berbisa yang mematikan! Semoga engkau baik, mohon maafkan aku.”

[Penyusun:]

Ketika bhikkhunī itu dilepaskan Ia pergi menghadap Sang Buddha yang agung. Melihat seorang yang memiliki tanda jasa yang unggul, Matanya pulih kembali seperti semula.