easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Taman Timur, di Istana Ibunya Migāra.

2. Pada saat itu – hari Uposatha tanggal lima belas, pada malam purnama – [21] Sang Bhagavā duduk di ruang terbuka dengan dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu. Kemudian, sambil mengamati keheningan Sangha para bhikkhu, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

3. “Para bhikkhu, mungkinkah seorang bukan manusia sejati1 mengenali seorang bukan manusia sejati: ‘Orang ini adalah bukan manusia sejati’?” – “Tidak, Yang Mulia.” – “Bagus, para bhikkhu. Adalah mustahil, tidak mungkin, bahwa seorang bukan manusia sejati dapat mengenali seorang bukan manusia sejati: ‘Orang ini adalah bukan manusia sejati.’ Tetapi mungkinkah seorang bukan manusia sejati mengenali seorang manusia sejati: ‘Orang ini adalah manusia sejati’?” – “Tidak, Yang Mulia.” – “Bagus, para bhikkhu. Adalah mustahil, tidak mungkin, bahwa seorang bukan manusia sejati dapat mengenali seorang manusia sejati: ‘Orang ini adalah manusia sejati.’

4. “Para bhikkhu, seorang bukan manusia sejati memiliki kualitas-kualitas buruk; ia bergaul seperti seorang bukan manusia sejati, ia berkehendak seperti seorang bukan manusia sejati, ia memberikan nasihat seperti seorang bukan manusia sejati, ia berbicara seperti seorang bukan manusia sejati, ia bertindak seperti seorang bukan manusia sejati, ia menganut pandangan-pandangan seperti seorang bukan manusia sejati, dan ia memberikan persembahan seperti seorang bukan manusia sejati.

5. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati memiliki kualitas-kualitas buruk? Di sini seorang bukan manusia sejati tidak memiliki keyakinan, tidak memiliki rasa malu, tidak memiliki rasa takut akan perbuatan-salah; ia tidak terpelajar, malas, lengah, dan tidak bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati memiliki kualitas-kualitas buruk.

6. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati bergaul seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati berteman dengan para petapa dan brahmana yang tidak memiliki keyakinan, tidak memiliki rasa malu, tidak memiliki rasa takut akan perbuatan-salah; yang tidak terpelajar, malas, lengah, dan tidak bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati bergaul seperti seorang bukan manusia sejati.

7. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati berkehendak seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati menghendaki penderitaannya sendiri, menghendaki penderitaan makhluk lain, atau menghendaki penderitaan keduanya. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati berkehendak seperti seorang bukan manusia sejati.

8. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati memberikan nasihat seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati memberikan nasihat demi penderitaannya sendiri, demi penderitaan makhluk lain, atau demi penderitaan keduanya. [22] Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati memberikan nasihat seperti seorang bukan manusia sejati.

9. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati berbicara seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati mengucapkan kebohongan, mengucapkan fitnah, mengucapkan kata-kata kasar, dan bergosip. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati berbicara seperti seorang bukan manusia sejati.

10. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati bertindak seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati membunuh makhluk-makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, dan berperilaku salah dalam kenikmatan indria. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati bertindak seperti seorang bukan manusia sejati.

11. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati menganut pandangan-pandangan seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati menganut pandangan sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dipersembahkan, tidak ada yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.’ Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati menganut pandangan-pandangan seperti seorang bukan manusia sejati.

12. “Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati memberikan persembahan seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang bukan manusia sejati memberikan persembahan secara ceroboh, memberikan bukan dengan tangannya sendiri, memberikan tanpa menunjukkan penghormatan, memberikan apa yang seharusnya dibuang, memberikan dengan pandangan bahwa tidak ada yang dihasilkan dari pemberian itu. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia sejati memberikan persembahan seperti seorang bukan manusia sejati.

13. “Seorang bukan manusia sejati itu – yang memiliki kualitas-kualitas buruk demikian, yang bergaul seperti seorang bukan manusia sejati, berbicara seperti seorang bukan manusia sejati, bertindak seperti seorang bukan manusia sejati, menganut pandangan-pandangan seperti seorang bukan manusia sejati, dan memberikan persembahan seperti seorang bukan manusia sejati demikian – ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, akan muncul kembali di alam tujuan kelahiran seorang bukan manusia sejati. Dan apakah alam tujuan kelahiran seorang bukan manusia sejati? Adalah neraka atau alam binatang.

14. “Para bhikkhu, mungkinkah seorang manusia sejati mengenali seorang manusia sejati: ‘Orang ini adalah manusia sejati’?” [23] – “Mungkin, Yang Mulia.” – “Bagus, para bhikkhu. Adalah mungkin, bahwa seorang manusia sejati dapat mengenali seorang manusia sejati: ‘Orang ini adalah manusia sejati.’ Tetapi mungkinkah seorang manusia sejati mengenali seorang bukan manusia sejati: ‘Orang ini adalah bukan manusia sejati’?” – “Mungkin, Yang Mulia.” – “Bagus, para bhikkhu. Adalah mungkin, bahwa seorang manusia sejati dapat mengenali seorang bukan manusia sejati: ‘Orang ini adalah bukan manusia sejati.’

15. “Para bhikkhu, seorang manusia sejati memiliki kualitas-kualitas baik; ia bergaul seperti seorang manusia sejati, ia berkehendak seperti seorang manusia sejati, ia memberikan nasihat seperti seorang manusia sejati, ia berbicara seperti seorang manusia sejati, ia bertindak seperti seorang manusia sejati, ia menganut pandangan-pandangan seperti seorang manusia sejati, dan ia memberikan persembahan seperti seorang manusia sejati.

16. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati memiliki kualitas-kualitas baik? Di sini seorang manusia sejati memiliki keyakinan, memiliki rasa malu, memiliki rasa takut akan perbuatan-salah; ia terpelajar, bersemangat, penuh perhatian, dan bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati memiliki kualitas-kualitas baik.

17. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati bergaul seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati berteman dengan para petapa dan brahmana yang memiliki keyakinan, memiliki rasa malu, memiliki rasa takut akan perbuatan-salah; yang terpelajar, bersemangat, penuh perhatian, dan bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati bergaul seperti seorang manusia sejati.

18. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati berkehendak seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati tidak menghendaki penderitaannya sendiri, tidak menghendaki penderitaan makhluk lain, dan tidak menghendaki penderitaan keduanya. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati berkehendak seperti seorang manusia sejati.

19. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati memberikan nasihat seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati tidak memberikan nasihat demi penderitaannya sendiri, tidak demi penderitaan makhluk lain, dan tidak demi penderitaan keduanya. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati memberikan nasihat seperti seorang manusia sejati.

20. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati berbicara seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati menghindari mengucapkan kebohongan, menghindari mengucapkan fitnah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar, dan menghindari bergosip. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati berbicara seperti seorang manusia sejati.

21. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati bertindak seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, [24] dan menghindari berperilaku salah dalam kenikmatan indria. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati bertindak seperti seorang manusia sejati.

22. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati menganut pandangan-pandangan seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati menganut pandangan seperti berikut: ‘Ada yang diberikan dan ada yang dipersembahkan dan ada yang dikorbankan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini, ada dunia lain; ada ibu dan ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.’ Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati menganut pandangan-pandangan seperti seorang manusia sejati.

23. “Dan bagaimanakah seorang manusia sejati memberikan persembahan seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati memberikan persembahan secara saksama, memberikan dengan tangannya sendiri, memberikan dengan menunjukkan penghormatan, memberikan persembahan yang berharga, memberikan dengan pandangan bahwa ada yang dihasilkan dari pemberian itu. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati memberikan persembahan seperti seorang manusia sejati.

24. “Seorang manusia sejati itu – yang memiliki kualitas-kualitas baik demikian, yang bergaul seperti seorang manusia sejati, berbicara seperti seorang manusia sejati, bertindak seperti seorang manusia sejati, menganut pandangan-pandangan seperti seorang manusia sejati, dan memberikan persembahan seperti seorang manusia sejati demikian – ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, akan muncul kembali di alam tujuan kelahiran seorang manusia sejati. Dan apakah alam tujuan kelahiran seorang manusia sejati? Kemuliaan di antara para dewa atau kemuliaan di antara manusia.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Asappurisa. MA mengemasnya dengan pāpapurisa, seorang jahat. ↩︎