easter-japanese

[1] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai.

2. Pada saat itu sejumlah para pengembara terkenal sedang menetap di Taman Suaka Merak, taman para pengembara – yaitu, Annabhāra, Varadhara, dan Pengembara Sakuludāyin, serta para pengembara terkenal lainnya.

3. Kemudian, pada suatu pagi, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarNya, pergi menuju Rājagaha untuk menerima dana makanan. Kemudian Beliau berpikir: “Masih terlalu pagi untuk pergi menerima dana makanan di Rājagaha. Bagaimana jika Aku mendatangi Pengembara Sakuludāyin di Taman Suaka Merak, taman para pengembara.”

4. Kemudian Sang Bhagavā pergi menuju Taman Suaka Merak, taman pengembara. Pada saat itu Pengembara Sakuludāyin sedang duduk bersama dengan sejumlah besar para pengembara yang sangat gaduh, ribut dan berisik membicarakan berbagai jenis pembicaraan tanpa arah. Seperti pembicaraan tentang raja-raja … (seperti Sutta 76, §4) [2] … apakah hal-hal adalah seperti ini atau tidak seperti ini. Kemudian Pengembara Sakuludāyin dari jauh melihat kedatangan Sang Bhagavā. Melihat Beliau, ia menenangkan kelompoknya sebagai berikut: “Tuan-tuan, diamlah, jangan berisik. Telah datang Petapa Gotama. Yang Mulia ini menyukai ketenangan dan menghargai ketenangan. Mungkin jika Beliau melihat kelompok kita yang tenang, maka Beliau akan berpikir untuk bergabung dengan kita.” Kemudian para pengembara itu menjadi diam.

5. Sang Bhagavā mendatangi Petapa Sakuludāyin yang berkata kepadanya: “Silakan Sang Bhagavā datang! Selamat datang Sang Bhagavā! Telah lama sejak Sang Bhagavā berkesempatan datang ke sini. Silahkan Sang Bhagavā duduk; tempat duduk telah tersedia.”

Sang Bhagavā duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan, dan Pengembara Sakuludāyin mengambil bangku rendah dan duduk di satu sisi. Ketika ia telah duduk, Sang Bhagavā bertanya kepadanya: “Untuk mendiskusikan apakah kalian duduk bersama di sini saat ini, Udāyin? Dan apakah diskusi kalian yang terhenti?”

6. “Yang Mulia, biarkanlah diskusi yang karenanya kami duduk bersama di sini. Sang Bhagavā dapat mendengarkannya nanti. Belakangan ini, Yang Mulia, ketika para petapa dan brahmana dari berbagai sekte berkumpul bersama dan duduk bersama dalam aula perdebatan, topik berikut ini muncul: ‘Suatu keuntungan bagi penduduk Anga dan Magadha, suatu keuntungan besar bagi penduduk Anga dan Magadha bahwa para petapa dan brahmana ini, para pemimpin sekte, pemimpin kelompok, para guru dari kelompok-kelompok, pendiri sekte yang terkenal dan termasyhur yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci, telah datang untuk melewatkan musim hujan di Rājagaha. Ada Pūraṇa Kassapa ini, pemimpin sekte, pemimpin kelompok, guru dari suatu kelompok, pendiri suatu sekte yang terkenal dan termasyhur yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci: ia telah datang untuk melewatkan musim hujan di Rājagaha. Ada juga Makkhali Gosāla ini … Ajita Kesakambalin ini … Pakudha Kaccāyana ini … Sañjaya Belaṭṭhiputta ini … Nigaṇṭha Nātaputta ini, pemimpin sekte, pemimpin kelompok, guru dari suatu kelompok, [3] pendiri suatu sekte yang terkenal dan termasyhur yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci: ia juga telah datang untuk melewatkan musim hujan di Rājagaha. Juga ada Petapa Gotama ini, pemimpin sekte, pemimpin kelompok, guru dari suatu kelompok, pendiri suatu sekte yang terkenal dan termasyhur yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci: Beliau juga telah datang untuk melewatkan musim hujan di Rājagaha. Sekarang di antara para petapa dan brahmana mulia ini, para pemimpin sekte ini … yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci, siapakah yang dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan oleh para siswanya? Dan bagaimanakah, dengan menghormati dan menghargainya, apakah mereka hidup dengan bergantung padanya?’

“Kemudian beberapa orang berkata sebagai berikut: ‘Pūraṇa Kassapa ini adalah pemimpin suatu kelompok … dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci, tetapi ia tidak dihormati, tidak dihargai, tidak dipuja, dan tidak dimuliakan oleh para siswanya, juga para siswanya tidak hidup dengan bergantung padanya, dengan tidak menghormati dan tidak menghargainya. Suatu ketika Pūraṇa Kassapa sedang mengajarkan Dhamma kepada sekelompok beberapa ratus pengikut. Kemudian seorang siswa tertentu membuat keributan sebagai berikut: “Tuan-tuan, jangan mengajukan pertanyaan ini kepada Pūraṇa Kassapa. Ia tidak mengetahui hal itu. Kami mengetahuinya. Tanyakanlah kepada kami pertanyaan itu. Kami akan menjawabnya untuk kalian, tuan-tuan.” Yang terjadi adalah Pūraṇa Kassapa tidak memperoleh cara, walaupun ia melambaikan tangannya dan berteriak: “Diamlah, tuan-tuan, jangan berisik, tuan-tuan. Mereka tidak bertanya kepada kalian. Mereka bertanya kepada kami. Kami akan menjawab mereka.” Sesungguhnya, banyak para siswanya meninggalkannya setelah membantah doktrinnya sebagai berikut: “Engkau tidak memahami Dhamma dan Disiplin ini. Aku memahami Dhamma dan Disiplin ini. Bagaimana mungkin engkau memahami Dhamma dan Disiplin ini? Jalanmu salah. Jalanku benar. Aku konsisten. Engkau tidak konsisten. Apa yang seharusnya engkau katakan lebih dulu, engkau katakan belakangan. Apa yang seharusnya engkau katakan belakangan, engkau katakan lebih dulu. Apa yang telah engkau pikirkan dengan begitu saksama telah diputar-balikkan. Doktrinmu telah dibantah. Engkau terbukti salah. Pergi dan belajarlah lebih baik lagi, atau bebaskanlah dirimu dari kekusutan jika engkau mampu!” Demikianlah Pūraṇa Kassapa tidak dihormati, tidak dihargai, tidak dipuja, dan tidak dimuliakan oleh para siswanya, juga para siswanya tidak hidup dengan bergantung padanya, dengan tidak menghormati dan tidak menghargainya. Sesungguhnya ia dicemooh dengan cemoohan yang ditujukan pada Dhammanya.’ [4]

“Dan beberapa berkata sebagai berikut: ‘Makkhali Gosāla ini … Ajita Kesakambalin ini … Pakudha Kaccāyana ini … Sañjaya Belaṭṭhiputta ini … Nigaṇṭha Nātaputta ini, pemimpin sekte … [tetapi ia] tidak dihormati, tidak dihargai, tidak dipuja, dan tidak dimuliakan oleh para siswanya, juga para siswanya tidak hidup dengan bergantung padanya, dengan tidak menghormati dan tidak menghargainya. Sesungguhnya ia dicemooh dengan cemoohan yang ditujukan pada Dhammanya.’

“Dan beberapa berkata sebagai berikut: ‘Petapa Gotama ini adalah pemimpin sekte, pemimpin kelompok, guru dari suatu kelompok, pendiri suatu sekte yang terkenal dan termasyhur yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang suci. Ia dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan oleh para siswaNya, dan para siswaNya hidup dengan bergantung padaNya, dengan menghormati dan menghargaiNya. Suatu ketika Petapa Gotama sedang mengajarkan Dhamma kepada sekelompok beberapa ratus pengikut. Kemudian seorang siswa tertentu berdehem. Kemudian salah satu temannya dalam kehidupan suci menyentuhnya dengan lututnya [untuk mengisyaratkan]: [5] “Diamlah, Yang Mulia, jangan berisik; Sang Bhagavā, Sang Guru, sedang membabarkan Dhamma.” Ketika Petapa Gotama sedang membabarkan Dhamma kepada sekelompok beberapa ratus pengikut, pada saat itu tidak ada suara batuk atau suara mendehem dari para siswaNya. Karena pada saat itu kelompok besar itu menanti dengan pengharapan: “Mari kita mendengarkan Dhamma yang akan diajarkan oleh Sang Bhagavā.” Seperti halnya seseorang di persimpangan jalan memeras madu murni dan sekelompok besar orang menanti dengan pengharapan, demikian pula, ketika Petapa Gotama sedang membabarkan Dhamma kepada sekelompok beberapa ratus pengikut, pada saat itu tidak ada suara batuk atau suara mendehem dari para siswaNya. Karena pada saat itu kelompok besar itu menanti dengan pengharapan: “Mari kita mendengarkan Dhamma yang akan diajarkan oleh Sang Bhagavā.” Dan bahkan para siswa yang berselisih dengan teman-temannya dalam kehidupan suci dan meninggalkan latihan dan kembali ke kehidupan rendah – mereka bahkan memuji Sang Guru dan Dhamma dan Sangha; mereka menyalahkan diri sendiri bukan menyalahkan orang lain, dengan mengatakan: “Kami tidak beruntung, kami memiliki jasa yang tidak mencukupi; karena walaupun kami telah meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma yang telah dinyatakan dengan sempurna demikian, namun kami tidak mampu menjalani kehidupan yang murni dan sempurna selama sisa hidup kami.” Setelah menjadi palayan vihara atau umat awam, mereka menerima dan menjalankan lima peraturan. Demikianlah Petapa Gotama dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan oleh para siswaNya, dan para siswaNya hidup dengan bergantung padaNya, dengan menghormati dan menghargaiNya.’”

7. “Tetapi, Udāyin, berapa banyakkah kualitas yang engkau lihat dalam diriKu yang karenanya para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu?”

8. “Yang Mulia, aku melihat lima kualitas dalam diri Sang Bhagavā yang karenanya para siswaNya menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanNya, dan hidup dengan bergantung padaNya, dengan menghormati dan menghargaiNya. Apakah lima ini? Pertama, Yang Mulia, Sang Bhagavā makan sedikit dan memuji makan sedikit; ini kulihat sebagai kualitas pertama dari Sang Bhagavā yang karenanya para siswaNya menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanNya, dan hidup dengan bergantung padaNya, dengan menghormati dan menghargaiNya. [6] Kemudian, Yang Mulia, Sang Bhagavā puas dengan segala jenis jubah dan memuji kepuasan atas segala jenis jubah; ini kulihat sebagai kualitas ke dua Sang Bhagavā … Kemudian, Yang Mulia, Sang Bhagavā puas dengan segala jenis makanan dan memuji kepuasan atas segala jenis makanan; ini kulihat sebagai kualitas ke tiga Sang Bhagavā … Sang Bhagavā puas dengan segala jenis tempat tinggal dan memuji kepuasan atas segala jenis tempat tinggal; ini kulihat sebagai kualitas ke empat Sang Bhagavā … Kemudian, Yang Mulia, Sang Bhagavā terasing dan memuji keterasingan; ini kulihat sebagai kualitas ke lima Sang Bhagavā … Yang Mulia, ini adalah lima kualitas yang kulihat dalam diri Sang Bhagavā yang karenanya para siswaNya menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanNya, dan hidup dengan bergantung padaNya, dengan menghormati dan menghargaiNya.”

9. “Misalkan, Udāyin, para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu, dengan pikiran: ‘Petapa Gotama makan sedikit dan memuji makan sedikit.’ Sekarang ada siswa-siswaKu yang hidup dari secangkir atau setengah cangkir makanan, sebanyak sebutir buah bilva atau setengah butir buah bilva, [7] sementara Aku kadang-kadang memakan semangkuk penuh atau bahkan lebih. Jadi jika siswa-siswaKu menghormatiKu … dengan pikiran: ‘Petapa Gotama makan sedikit dan memuji makan sedikit,’ maka siswa-siswaKu itu yang hidup dari secangkir makanan … seharusnya tidak menghormati, tidak menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak menghormati dan tidak menghargaiKu.

“Misalkan, Udāyin, para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu, dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis jubah dan memuji kepuasan atas segala jenis jubah.’ Sekarang ada siswa-siswaKu yang adalah pemakai jubah dari kain buangan, pemakai jubah kasar; mereka mengumpulkan potongan kain dari tanah pekuburan, dari tumpukan sampah, atau dari toko-toko, mereka membuatnya menjadi jubah bertambalan. Tetapi Aku kadang-kadang mengenakan jubah yang dipersembahkan oleh para perumah-tangga, jubah yang begitu halus sehingga sebagai perbandingan, bulu labu menjadi terasa kasar. Jadi jika siswa-siswaKu menghormatiKu … dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis jubah dan memuji kepuasan atas segala jenis jubah,’ maka siswa-siswaKu yang adalah pemakai jubah dari kain buangan, pemakai jubah kasar … seharusnya tidak menghormati, tidak menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak menghormati dan tidak menghargaiKu.

“Misalkan, Udāyin, para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu, dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis makanan dan memuji kepuasan atas segala jenis makanan.’ Sekarang ada siswa-siswaKu yang adalah pemakan dana makanan yang dipersembahkan, yang berjalan menerima dana makanan dari rumah ke rumah tanpa terputus, yang bergembira dalam mengumpulkan dana makanan mereka; ketika mereka memasuki rumah-rumah itu mereka bahkan tidak akan menerima jika diundang untuk duduk. Tetapi Aku kadang-kadang makan pada undangan makan yang terdiri dari nasi pilihan [8] dan banyak kuah dan kari. Jadi jika siswa-siswaKu menghormatiKu … dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis makanan dan memuji kepuasan atas segala jenis makanan,’ maka siswa-siswaKu yang adalah pemakan dana makanan yang dipersembahkan … seharusnya tidak menghormati, tidak menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak menghormati dan tidak menghargaiKu.

“Misalkan, Udāyin, para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu, dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis tempat tinggal dan memuji kepuasan atas segala jenis tempat tinggal.’ Sekarang ada siswa-siswaKu yang menetap di bawah-bawah pohon dan yang menetap di ruang terbuka, yang tidak menggunakan atap selama delapan bulan [dalam setahun]. Sementara Aku kadang-kadang menetap di rumah besar berkubah yang diplester bagian dalam dan luarnya, terlindung dari angin, diamankan dengan pasak pintu, dengan jendela berpenutup. Jadi jika siswa-siswaKu menghormatiKu … dengan pikiran: ‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis tempat tinggal dan memuji kepuasan atas segala jenis tempat tinggal,’ maka siswa-siswaKu yang menetap di bawah-bawah pohon dan yang menetap di ruang terbuka … seharusnya tidak menghormati, tidak menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak menghormati dan tidak menghargaiKu.

“Misalkan, Udāyin, para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu, dengan pikiran: ‘Petapa Gotama terasing dan memuji keterasingan.’ Sekarang ada siswa-siswaKu yang menetap di hutan, yang bertempat tinggal di tempat terpencil, yang bertempat tinggal di hutan-belantara terpencil dan kembali ke tengah-tengah Sangha sekali setiap setengah bulan untuk membacakan Pātimokkha. Tetapi Aku kadang-kadang menetap dengan dikelilingi oleh para bhikkhu dan bhikkhunī, oleh para umat awam laki-laki dan perempuan, oleh raja-raja dan para menteri raja, oleh anggota sekte lain dan para siswa mereka. Jadi jika siswa-siswaKu menghormatiKu … dengan pikiran: ‘Petapa Gotama terasing dan memuji keterasingan,’ [9] maka siswa-siswaKu yang menetap di hutan … seharusnya tidak menghormati, tidak menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak menghormati dan tidak menghargaiKu. Demikianlah, Udāyin, adalah bukan karena kelima kualitas ini maka para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu.

10. “Akan tetapi, Udāyin, ada lima kualitas yang karenanya para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu. Apakah lima ini?

11. “Di sini, Udāyin, para siswaKu menghargaiKu karena moralitas yang lebih tinggi sebagai berikut: ‘Petapa Gotama adalah bermoral, Beliau memiliki kelompok moralitas tertinggi.’ Ini adalah kualitas pertama yang karenanya para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu.

12. “Kemudian, Udāyin, para siswaKu menghargaiKu karena pengetahuan dan penglihatanKu yang mulia sebagai berikut: ‘Ketika Petapa Gotama mengatakan “Aku mengetahui,” Beliau sungguh mengetahui; ketika Beliau mengatakan “Aku melihat,” Beliau sungguh melihat. Petapa Gotama mengajarkan Dhamma melalui pengetahuan langsung bukan tanpa pengetahuan langsung; Beliau mengajarkan Dhamma dengan landasan yang kuat, bukan tanpa landasan yang kuat; Beliau mengajarkan Dhamma dengan sikap yang meyakinkan, bukan dengan sikap yang tidak meyakinkan.’ Ini adalah kualitas ke dua yang karenanya [10] para siswaKu menghormatiKu …

13. “Kemudian, Udāyin, para siswaKu menghargaiKu karena kebijaksanaan yang lebih tinggi sebagai berikut: ‘Petapa Gotama adalah seorang bijaksana, Beliau memiliki kelompok kebijaksanaan tertinggi. Tidaklah mungkin bahwa Beliau tidak meramalkan implikasi dari suatu pernyataan1 atau bahwa Beliau tidak mampu membantah dengan logis doktrin-doktrin orang lain yang ada sekarang.’ Bagaimana menurutmu, Udāyin? Akankah para siswaKu, setelah mengetahui dan melihat demikian, datang dan mencelaKu?” – “Tidak, Yang Mulia.” – “Aku tidak mengharapkan instruksi dari para siswaKu; adalah para siswaKu yang senantiasa mengharapkan instruksi dariKu. Ini adalah kualitas ke tiga yang karenanya para siswaKu menghormatiKu …

14. “Kemudian, Udāyin, ketika para siswaKu mengalami penderitaan dan menjadi korban penderitaan, mangsa bagi penderitaan, mereka mendatangiKu dan bertanya tentang kebenaran mulia penderitaan. Karena ditanya, Aku menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran mulia penderitaan, dan Aku memuaskan pikiran mereka dengan penjelasanKu. Mereka bertanya tentang kebenaran mulia asal mula penderitaan … tentang kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … tentang kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan. Karena ditanya, Aku menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan, dan aku memuaskan pikiran mereka dengan penjelasanKu. Ini adalah kualitas ke empat [11] yang karenanya para siswaKu menghormatiKu …

15. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan empat landasan perhatian.2 Di sini seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan … Ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran … Ia berdiam dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Dan dengan hal ini banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.3

16. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan empat jenis usaha benar. Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat yang belum muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan kemauan untuk meninggalkan kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat yang telah muncul … Ia membangkitkan kemauan untuk memunculkan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang belum muncul … Ia membangkitkan kemauan untuk mempertahankan kelangsungan, ketidak-lenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan atas kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

17. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan empat landasan kekuatan batin. Di sini seorang bhikkhu mengembangkan landasan kekuatan batin yang terdapat dalam konsentrasi yang muncul dari kemauan dan usaha penuh tekad. Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang terdapat dalam konsentrasi yang muncul dari kegigihan dan usaha penuh tekad. Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang terdapat dalam konsentrasi yang muncul dari [kemurnian] pikiran dan usaha penuh tekad. Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang terdapat dalam konsentrasi yang muncul dari penyelidikan dan usaha penuh tekad. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

18. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan lima indria. Di sini [12] seorang bhikkhu mengembangkan indria keyakinan, yang menuntun menuju kedamaian, menuntun menuju pencerahan. Ia mengembangkan indria kegigihan … indria perhatian … indria konsentrasi … indria kebijaksanaan, yang menuntun menuju kedamaian, menuntun menuju pencerahan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

19. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan lima kekuatan. Di sini seorang bhikkhu mengembangkan kekuatan keyakinan, yang menuntun menuju kedamaian, menuntun menuju pencerahan. Ia mengembangkan kekuatan kegigihan … kekuatan perhatian … kekuatan konsentrasi … kekuatan kebijaksanaan, yang menuntun menuju kedamaian, menuntun menuju pencerahan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

20. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan tujuh faktor penerangan sempurna. Di sini seorang bhikkhu mengembangkan faktor penerangan sempurna perhatian, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan berakibat dalam pelepasan. Ia mengembangkan faktor penerangan sempurna penyelidikan-kondisi-kondisi … faktor penerangan sempurna kegigihan … faktor penerangan sempurna sukacita … faktor penerangan sempurna ketenangan … faktor penerangan sempurna konsentrasi … faktor penerangan sempurna keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan berakibat dalam pelepasan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

21. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Di sini seorang bhikkhu mengembangkan pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

22. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan delapan kebebasan ini.4 Dengan memiliki bentuk materi, seseorang melihat bentuk-bentuk: ini adalah kebebasan pertama. Tidak melihat bentuk secara internal, ia melihat bentuk secara eksternal: ini adalah kebebasan ke dua. Ia bertekad hanya pada yang indah: ini adalah kebebasan ke tiga. [13] Dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, manyadari bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas: ini adalah kebebasan ke empat. Dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas: ini adalah kebebasan ke lima. Dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan: ini adalah kebebasan ke enam. Dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, ia masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi: ini adalah kebebasan ke tujuh. Dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan: ini adalah kebebasan ke delapan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

23. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan delapan landasan transenden.5 Dengan membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, terbatas, cantik dan buruk; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden pertama.6 Dengan membayangkan bentuk secara internal, ia melihat bentuk secara eksternal, tanpa batas, cantik dan buruk; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke dua. Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, terbatas, cantik dan buruk; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke tiga.7 Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, tanpa batas, cantik dan buruk; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke empat. Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, biru, berwarna biru, berpenampilan biru, berkilau biru. Seperti halnya sekuntum bunga rami, yang biru, berwarna biru, berpenampilan biru, berkilau biru, atau hanya seperti kain Benares yang dihaluskan kedua sisinya, yang biru, berwarna biru, berpenampilan biru, berkilau biru; demikian pula, dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal … berkilau biru; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden [14] ke lima. Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, kuning, berwarna kuning, berpenampilan kuning, berkilau kuning. Seperti halnya sekuntum bunga kaṇṇikāra, yang kuning, berwarna kuning, berpenampilan kuning, berkilau kuning atau hanya seperti kain Benares yang dihaluskan kedua sisinya, yang kuning, berwarna kuning, berpenampilan kuning, berkilau kuning; demikian pula, dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal … berkilau kuning; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke enam. Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, merah, berwarna merah, berpenampilan merah, berkilau merah. Seperti halnya sekuntum bunga sepatu, yang merah, berwarna merah, berpenampilan merah, berkilau merah, atau hanya seperti kain Benares yang dihaluskan kedua sisinya, yang merah, berwarna merah, berpenampilan merah, berkilau merah; demikian pula, dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal … berkilau merah; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke tujuh. Dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, putih, berwarna putih, berpenampilan putih, berkilau putih. Seperti halnya bintang pagi, yang putih, berwarna putih, berpenampilan putih, berkilau putih, atau hanya seperti kain Benares yang dihaluskan kedua sisinya, yang putih, berwarna putih, berpenampilan putih, berkilau putih; demikian pula, dengan tidak membayangkan bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal … berkilau putih; dengan melampauinya, ia melihat sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan transenden ke delapan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

24. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan sepuluh landasan kasiṇa.8 Seseorang merenungkan kasiṇa-tanah ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, tidak terbagi dan tidak terukur. Yang lainnya merenungkan kasiṇa-air … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-api … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-udara … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-biru … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-kuning … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-merah … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-putih … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-ruang … Yang lainnya merenungkan kasiṇa-kesadaran [15] ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, tidak terbagi dan tidak terukur. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

25. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengembangkan empat jhāna. Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Ia membuat sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan itu.9 Bagaikan seorang petugas pemandian atau murid petugas pemandian menumpuk bubuk mandi dalam baskom logam dan, secara perlahan memerciknya dengan air, meremasnya hingga kelembaban membasahi bola bubuk mandi tersebut, membasahinya, dan meliputinya di dalam dan di luar, namun bola itu sendiri tidak meneteskan air; demikian pula, seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan itu.

26. “Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi. Ia membuat sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi. Bagaikan sebuah danau yang airnya berasal dari mata air di dasarnya dan tidak ada aliran masuk dari timur, barat, utara, atau selatan, [16] dan tidak ditambah dari waktu ke waktu dengan curahan hujan, kemudian mata air sejuk memenuhi danau itu dan membuat air sejuk itu membasahi, merendam, mengisi, dan meliputi seluruh danau itu, sehingga tidak ada bagian danau itu yang tidak terliputi oleh air sejuk itu; demikian pula, seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.

27. “Kemudian, dengan meluruhnya sukacita, seorang bhikkhu berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Ia membuat kenikmatan yang terlepas dari sukacita itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh kenikmatan yang terlepas dari sukacita itu. Bagaikan, dalam sebuah kolam seroja biru atau merah atau putih, beberapa seroja tumbuh dan berkembang dalam air tanpa keluar dari air, dan air sejuk membasahi, merendam, mengisi, dan meliputi seroja-seroja itu dari pucuk hingga ke akarnya; demikian pula, seorang bhikkhu, membuat kenikmatan yang terlepas dari sukacita itu basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh kenikmatan yang terlepas dari sukacita itu.

28. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ia duduk dengan meliputi tubuh ini dengan pikiran yang murni dan cerah, sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh pikiran yang murni dan cerah. Bagaikan seorang yang duduk dan ditutupi dengan kain putih dari kepala ke bawah, sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya [278] yang tidak tertutupi oleh kain putih itu; demikianlah, seorang bhikkhu duduk dengan meliputi tubuh ini dengan pikiran yang murni dan cerah, sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya [17] yang tidak terliputi oleh pikiran yang murni dan cerah itu. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

29. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk memahami sebagai berikut:10 ‘Jasmaniku ini, yang terbuat dari bentuk materi, terdiri dari empat unsur utama, dihasilkan oleh ibu dan ayah, dan dibangun dari nasi dan bubur, tunduk pada ketidak-kekalan, menjadi tua dan usang, tunduk pada kemusnahan dan kehancuran, dan kesadaranku ini didukung oleh jasmani ini dan terikat dengan jasmani ini.’ Misalkan terdapat sebuah permata beryl yang indah sebening air yang paling jernih, bersisi-delapan, dipotong dengan baik, jernih dan cemerlang, memiliki segala kualitas baik, dan seutas benang berwarna biru, kuning, merah, putih, atau cokelat menembus mengikatnya. Kemudian seseorang yang berpenglihatan baik, memegangnya dengan tangannya, mengamatinya sebagai berikut: ‘Ini adalah permata beryl yang indah sebening air yang paling jernih, bersisi-delapan, dipotong dengan baik, jernih dan cemerlang, memiliki segala kualitas baik, dan seutas benang berwarna biru, kuning, merah, putih, atau cokelat menembus mengikatnya.’ Demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk memahami sebagai berikut: ‘Jasmaniku ini … tunduk pada ketidak-kekalan, menjadi tua dan usang, tunduk pada kemusnahan dan kehancuran, dan kesadaranku ini didukung oleh jasmani ini dan terikat dengan jasmani ini.’ Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

30. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk menciptakan dari jasmani ini suatu jasmani lain yang memiliki bentuk, ciptaan-pikiran, lengkap dengan segala bagian-bagian tubuhnya, lengkap dengan indria-indrianya. Bagaikan seseorang yang mencabut sebatang buluh dari pelepahnya dan berpikir sebagai berikut: ‘Ini adalah pelepah, ini adalah buluh; pelepah adalah satu hal, buluh adalah hal lainnya; adalah dari pelepah ini buluh itu dicabut’; atau bagaikan seseorang mencabut sebatang pedang dari sarungnya dan berpikir sebagai berikut: ‘Ini adalah pedang, ini adalah sarungnya; pedang adalah satu hal, sarungnya adalah hal lainnya; adalah dari sarung ini pedang itu dicabut’; [18] atau bagaikan seseorang menguliti seekor ular dari kulitnya dan berpikir sebagai berikut: ‘Ini adalah ular, ini adalah kulitnya; ular adalah satu hal, kulitnya adalah hal lainnya; adalah dari kulit ini ular itu dikuliti.’ Demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk menciptakan dari jasmani ini suatu jasmani lain yang memiliki bentuk, ciptaan-pikiran, lengkap dengan segala bagian-bagian tubuhnya, lengkap dengan indria-indrianya. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

31. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari satu, mereka menjadi banyak; dari banyak, mereka menjadi satu; mereka muncul dan lenyap; mereka bepergian tanpa rintangan menembus dinding, menembus tembok, menembus gunung, seolah-olah menembus ruang kosong; mereka menyelam masuk dan keluar dari tanah seolah-olah di air; mereka berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, mereka bepergian di angkasa bagaikan burung-burung; dengan tangannya mereka menyentuh bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; mereka mengerahkan kekuatan jasmani hingga sejauh alam-Brahma. Bagaikan seorang pengrajin tembikar yang terampil atau muridnya dapat membuat dan membentuk tanah liat yang dipersiapkan dengan baik menjadi berbagai bentuk kendi yang ia inginkan; atau bagaikan seorang pengrajin gading terampil atau muridnya dapat membuat atau membentuk gading yang dipersiapkan dengan baik menjadi berbagai karya seni gading yang ia inginkan; atau bagaikan seorang pengrajin emas yang terampil atau muridnya dapat membuat dan membentuk emas yang dipersiapkan dengan baik menjadi segala jenis karya seni emas yang ia inginkan; demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin … [19] … mereka mengerahkan kekuatan jasmani hingga sejauh alam-Brahma. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

32. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan unsur telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, mereka mendengar kedua jenis suara, suara surgawi dan manusia, suara yang jauh maupun dekat. Bagaikan seorang peniup trompet yang terampil dapat membuat tiupannya terdengar di empat penjuru tanpa kesulitan; demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan unsur telinga dewa … jauh maupun dekat. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

33. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk memahami pikiran makhluk-makhluk lain, orang-orang lain, setelah melingkupi pikiran makhluk lain dengan pikiran mereka sendiri. Mereka memahami pikiran yang terpengaruh nafsu sebagai terpengaruh nafsu dan pikiran yang tidak terpengaruh nafsu sebagai tidak terpengaruh nafsu; mereka memahami pikiran yang terpengaruh kebencian sebagai terpengaruh kebencian dan pikiran yang tidak terpengaruh kebencian sebagai tidak terpengaruh kebencian; mereka memahami pikiran yang terpengaruh delusi sebagai terpengaruh delusi dan pikiran yang tidak terpengaruh delusi sebagai tidak terpengaruh delusi; mereka memahami pikiran yang mengerut sebagai mengerut dan pikiran yang kacau sebagai kacau; mereka memahami pikiran luhur sebagai luhur dan pikiran tidak luhur sebagai tidak luhur; mereka memahami pikiran yang terbatas sebagai terbatas dan pikiran tidak terbatas sebagai tidak terbatas; mereka memahami pikiran terkonsentrasi sebagai terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai tidak terkonsentrasi; mereka memahami pikiran yang terbebaskan sebagai terbebaskan dan pikiran yang tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan. Bagaikan seorang laki-laki atau perempuan – muda, belia, dan menyukai hiasan – ketika melihat bayangan wajahnya di sebuah cermin yang bersih cemerlang atau dalam semangkuk air jernih, akan mengetahui jika terdapat noda sebagai berikut: ‘Ada noda,’ [20] atau akan mengetahui jika tidak ada noda sebagai berikut: ‘Tidak ada noda’; demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk memahami … pikiran yang tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

34. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengingat banyak kehidupan lampau mereka, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan-pengembangan-dunia: ‘Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu … dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya ia mengingat banyak kehidupan lampau. Bagaikan seseorang yang pergi dari desa tempat tinggalnya ke desa lain dan kemudian kembali lagi ke desanya, ia berpikir: ‘Aku pergi dari desaku ke desa itu, dan di sana aku berdiri demikian, duduk demikian, berbicara demikian, berdiam diri demikian; dan dari desa itu aku pergi ke desa lain, dan di sana [21] aku berdiri demikian … berdiam diri demikian; dan dari desa itu aku kembali lagi ke desaku.’ Demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan untuk mengingat banyak kehidupan lampau mereka. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

35. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, mereka melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Mereka memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kesengsaraan, bahkan di dalam neraka; tetapi makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang baik, bahkan di alam surga.’ Demikianlah dengan mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, mereka melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, mereka memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka. Bagaikan terdapat dua rumah dengan pintu-pintu dan seseorang yang berpenglihatan baik berdiri di antara kedua rumah itu melihat orang-orang masuk dan keluar dari rumah itu silih berganti, demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan mata-dewa … Mereka memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung. [22]

35. “Kemudian, Udāyin, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, mereka di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Bagaikan terdapat sebuah danau pada sebuah ceruk di gunung, bersih, jernih, dan tidak terganggu, sehingga seseorang dengan penglihatan yang baik yang berdiri di tepinya dapat melihat kerang, kerikil, dan koral, dan juga kawanan ikan yang berenang ke sana-sini dan beristirahat, ia berpikir: ‘Danau ini bersih, jernih, dan tidak terganggu, dan terdapat kerang, kerikil, dan koral ini, dan juga kawanan ikan yang berenang ke sana-sini dan beristirahat.’ Demikian pula, Aku telah menyatakan kepada para siswaKu jalan yang mana dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, mereka di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Dan dengan demikian banyak siswaKu berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan pengetahuan langsung.

37. “Ini, Udāyin, adalah kualitas ke lima yang karenanya para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu.

38. “Ini, Udāyin, adalah lima kualitas yang karenanya para siswaKu menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakanKu, dan hidup dengan bergantung padaKu, dengan menghormati dan menghargaiKu.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Pengembara Udāyin merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Anāgataṁ vādapathaṁ. Ñm menerjemahkan “konsekuensi logis di masa depan dari suatu pernyataan.” Maknanya sepertinya adalah bahwa Sang Buddha memahami segala implikasi yang tidak diungkapkan dari doktrin-doktrinNya juga doktrin-doktrin lawanNya. ↩︎

  2. Dijelaskan secara lengkap dalam MN 10. ketujuh kelompok pertama “kondisi-kondisi yang bermanfaat” (§§15-21) membentuk ketiga-puluh-tujuh bantuan menuju pencerahan (bodhipakkhiyā dhammā). ↩︎

  3. Abhiññavosānapāramippatta.. MA menjelaskan sebagai pencapaian Kearahattaan. Ini mungkin adalah makna satu-satunya dari kata pārami dalam keempat Nikāya. Dalam literatur Theravāda belakangan, dimulai mungkin dari karya-karya seperti Buddhavaṁsa, kata ini bermakna kualitas sempurna yang harus dipenuhi oleh seorang Bodhisatta dalam banyak kehidupan untuk mencapai Kebuddhaan. Dalam konteks tersebut bersesuaian dengan pāramitā dari literatur Mahāyāna, walaupun daftar kualitasnya hanya bersesuaian sebagian. ↩︎

  4. MA menjelaskan pembebasan (vimokkha) di sini sebagai bermakna pikiran yang sepenuhnya (tetapi sementara) terbebas dari kondisi-kondisi yang berlawanan dan sepenuhnya (tetapi sementara) terbebaskan melalui kesenangan dalam objek. Pembebasan pertama adalah pencapaian empat jhāna menggunakan suatu kasiṇa (baca §24 dan n.768) yang diturunkan dari objek warna dalam tubuh diri sendiri; ke dua adalah pencapaian jhāna-jhāna menggunakan kasiṇa yang diturunkan dari objek eksternal; ke tiga dapat dipahami sebagai pencapaian jhāna-jhāna melalui kasiṇa warna yang sangat murni dan indah atau empat brahmavihāra. Pembebasan selanjutnya adalah pencapaian tanpa materi dan pencapaian lenyapnya. ↩︎

  5. MA menjelaskan bahwa ini disebut landasan-landasan transenden (abhibhūyatana) karena melampaui (abhibhavati, mengatasi) kondisi-kondisi berlawanan dan objek-objeknya, melampaui kondisi-kondisi berlawanan dengan penerapan penawar yang sesuai, melampaui objek-objeknya melalui munculnya pengetahuan. ↩︎

  6. MA: Meditator melakukan pekerjaan persiapan atas suatu bentuk internal – misalnya, mata yang biru untuk kasiṇa-biru, kulit untuk kasiṇa-kuning, darah untuk kasiṇa-merah, gigi untuk kasiṇa-putih – tetapi gambaran konsentrasi (nimitta) muncul secara eksternal. “Melampaui” bentuk-bentuk adalah pencapaian absorpsi bersama dengan munculnya gambaran. Persepsi “aku mengetahui, aku melihat” adalah perhatian (ābhoga) yang muncul setelah ia keluar dari pencapaian itu, bukan di dalam pencapaian. Landasan transenden ke dua berbeda dengan yang pertama hanya pada perluasan gambaran dari terbatas menjadi dimensi tanpa batas. ↩︎

  7. MA: landasan ke tiga dan ke empat melibatkan pekerjaan persiapan yang dilakukan atas suatu bentuk eksternal dan munculnya gambaran secara eksternal. Landasan ke lima hingga ke delapan berbeda dengan yang ke tiga dan ke empat dalam hal kemurnian dan kecemerlangan yang lebih tinggi pada warna-warnanya. ↩︎

  8. Kasiṇa adalah suatu objek meditasi yang diturunkan dari suatu alat fisik yang memberikan dukungan untuk memperoleh gambaran visual dalam batin. Demikianlah, misalnya, sebuah piringan yang terbuat dari tanah liat dapat digunakan sebagai objek permulaan untuk melatih kasiṇa-tanah, semangkuk air untuk melatih kasiṇa-air. kasiṇa-kasiṇa dijelaskan secara terperinci dalam Vsm IV dan V. Akan tetapi, di sana, kasiṇa-ruang dibatasi pada ruang terbatas, dan kasiṇa-kesadaran digantikan dengan kasiṇa-cahaya. ↩︎

  9. Perumpamaan bagi jhāna-jhāna ini juga muncul dalam MN 39, seperti juga perumpamaan bagi ketiga jenis terakhir pengetahuan pada §§34-36. ↩︎

  10. §§ 29-36 menggambarkan delapan variasi dari pengetahuan yang lebih tinggi yang dalam Sāmaññaphala Sutta, disebutkan sebagai buah pertapaan yang tinggi. ↩︎