easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta sedang menetap di Taman Mallikā, di aula tunggal kebun Tinduka untuk perdebatan filosofis,1 [23] bersama dengan sejumlah besar para pengembara, berjumlah tiga ratus pengembara.

2. Tukang kayu Pañcakanga keluar dari Sāvatthī pada suatu siang hari untuk menemui Sang Bhagavā. Kemudian ia berpikir: “Bukan waktu yang tepat untuk menemui Sang Bhagavā; Beliau masih bermeditasi. Dan bukan waktu yang tepat untuk menemui para bhikkhu yang layak dihormati; mereka masih bermeditasi. Bagaimana jika aku pergi ke Taman Mallikā, mengunjungi Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta?” Dan ia pergi ke Taman Mallikā.

3. Pada saat itu Pengembara Uggāhamāna sedang duduk bersama dengan sejumlah besar para pengembara yang sangat gaduh, ribut dan berisik membicarakan berbagai jenis pembicaraan tanpa arah. Seperti pembicaraan tentang raja-raja … (seperti Sutta 76, §4) … apakah hal-hal adalah seperti ini atau tidak seperti ini.

Kemudian Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta dari jauh melihat kedatangan si tukang kayu Pañcakanga. Melihatnya, ia menenangkan kelompoknya sebagai berikut: “Tuan-tuan, diamlah, jangan berisik. Telah datang si tukang kayu Pañcakanga, seorang siswa Petapa Gotama, salah satu umat awam berpakaian putih dari Petapa Gotama yang menetap di Sāvatthī. Para Mulia ini menyukai ketenangan dan menghargai ketenangan. Mungkin jika ia melihat kelompok kita yang tenang, ia akan berpikir untuk bergabung dengan kita.” Kemudian para pengembara itu menjadi diam.

4. Si tukang kayu Pañcakanga mendatangi Pengembara Uggāhamāna dan saling bertukar sapa dengannya. [24] Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi. Kemudian Pengembara Uggāhamāna berkata kepadanya:

5. “Tukang kayu, ketika seseorang memiliki empat kualitas, kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi. Apakah empat ini? Di sini ia tidak melakukan perbuatan buruk jasmani, ia tidak mengucapkan ucapan buruk, ia tidak memiliki kehendak yang buruk, dan ia tidak mencari penghidupan melalui jenis penghidupan yang buruk yang manapun. Ketika seseorang memiliki empat kualitas, kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi.”

6. Kemudian si tukang kayu Pañcakanga tidak menyetujui juga tidak membantah kata-kata Pengembara Uggāhamāna. Dengan tidak melakukan salah satunya ia bangkit dari duduknya dan pergi, dengan berpikir: “aku akan mempelajari makna dari pernyataan ini di hadapan Sang Bhagavā.”

7. Kemudian ia mendatangi Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan melaporkan kepada Sang Bhagavā seluruh pembicaraannya dengan Pengembara Uggāhamāna. Kemudian Sang Bhagavā berkata:

8. “Kalau begitu, Tukang kayu, maka seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup adalah terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi, menurut pernyataan Pengembara Uggāhamāna. Karena seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘jasmani,’ jadi bagaimana ia melakukan perbuatan buruk jasmani yang lebih dari sekadar menggeliat? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘ucapan,’ jadi bagaimana ia mengucapkan ucapan buruk yang lebih dari sekedar rengekan? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘kehendak,’ jadi bagaimana ia memiliki kehendak buruk yang lebih dari sekedar merajuk? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘penghidupan,’ jadi bagaimana [25] ia bagaimana melakukan penghidupan buruk yang lebih dari sekedar menyusu pada dada ibunya? Kalau begitu, Tukang kayu, maka seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup adalah terampil dalam apa yang bermanfaat … menurut pernyataan Pengembara Uggāhamāna.

“Ketika seseorang memiliki empat kualitas, Kugambarkan ia bukan sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, bukan sempurna dalam apa yang bermanfaat, dan bukan seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi, tetapi sebagai seseorang yang berada dalam kelompok yang sama dengan bayi lembut yang berbaring telungkup itu. Apakah empat ini? Di sini ia tidak melakukan perbuatan buruk jasmani, ia tidak mengucapkan ucapan buruk, ia tidak memiliki kehendak yang buruk, dan ia tidak mencari penghidupan melalui jenis penghidupan yang buruk yang manapun. Ketika seseorang memiliki empat kualitas, Kugambarkan ia bukan sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat … tetapi sebagai seseorang yang berada dalam kelompok yang sama dengan bayi lembut yang berbaring telungkup itu.

9. “Ketika seseorang memiliki sepuluh kualitas, Tukang kayu, Kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi. [Tetapi pertama-tama] Aku katakan, harus dipahami bahwa:2 ‘Ini adalah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kehendak-kehendak tidak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak tidak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ [26] dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak tidak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kehendak-kehendak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat.’

10. “Apakah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini? Yaitu perbuatan jasmani yang tidak bermanfaat, perbuatan ucapan yang tidak bermanfaat, dan penghidupan yang buruk. Ini disebut kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat.

“Dan dari manakah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini harus dikatakan berasal-mula dari pikiran. Pikiran apakah? Walaupun pikiran ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, namun ada pikiran yang terpengaruh oleh nafsu, oleh kebencian, dan oleh delusi. Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat berasal-mula dari ini.

“Dan di manakah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini seorang bhikkhu meninggalkan perbuatan salah jasmani dan mengembangkan perbuatan baik jasmani, ia meninggalkan perbuatan salah ucapan dan mengembangkan perbuatan baik ucapan; ia meninggalkan perbuatan salah pikiran dan mengembangkan perbuatan baik pikiran; ia meninggalkan penghidupan salah dan mencari nafkah melalui penghidupan benar.3 Adalah di sini kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.

“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan kemauan untuk meninggalkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul … Ia membangkitkan kemauan untuk memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat yang belum muncul … Ia membangkitkan kemauan untuk mempertahankan kelangsungan, ketidak-lenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. [27] Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat.4

11. “Apakah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini? Yaitu perbuatan jasmani yang bermanfaat, perbuatan ucapan yang bermanfaat, dan pemurnian penghidupan. Ini disebut kebiasaan-kebiasaan yang bermanfaat.

“Dan dari manakah kebisaaan-kebiasaan bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini harus dikatakan berasal-mula dari pikiran. Pikiran apakah? Walaupun pikiran ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, namun ada pikiran yang tidak terpengaruh oleh nafsu, oleh kebencian, dan oleh delusi. Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat berasal-mula dari ini.

“Dan di manakah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini seorang bhikkhu bermoral, tetapi ia tidak mengidentifikasikan diri dengan moralitasnya, dan ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan itu di mana kebiasaan-kebiasaan bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.5

“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan, ketidak-lenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat.6

12. “Dan apakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat? Yaitu kehendak keinginan indria, kehendak permusuhan, dan kehendak kekejaman. Ini disebut kehendak-kehendak tidak bermanfaat.

“Dan dari manakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini harus dikatakan bermula dari persepsi. Persepsi apakah? Walaupun persepsi ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, namun ada persepsi keinginan indria, persepsi permusuhan, dan persepsi kekejaman. Kehendak-kehendak tidak bermanfaat berasal-mula dari ini.

“Dan di manakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari [28] kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Adalah di sini kehendak-kehendak tidak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.7

“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan, ketidak-lenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat.8

13. “Dan apakah kehendak-kehendak bermanfaat? Yaitu kehendak pelepasan keduniawian, kehendak tanpa-permusuhan, dan kehendak tanpa-kekejaman. Ini disebut kehendak-kehendak bermanfaat.

“Dan dari manakah kehendak-kehendak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kehendak-kehendak bermanfaat ini harus dikatakan bermula dari persepsi. Persepsi apakah? Walaupun persepsi ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, namun ada persepsi pelepasan keduniawian, persepsi tanpa-permusuhan, dan persepsi tanpa-kekejaman. Kehendak-kehendak bermanfaat berasal-mula dari ini.

“Dan di manakah kehendak-kehendak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi. Adalah di sini kehendak-kehendak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.9

“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan, ketidak-lenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat.10

14. “Sekarang, Tukang kayu, ketika seseorang yang memiliki sepuluh kualitas apakah [29] Aku menggambarkannya sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi? Di sini, seorang bhikkhu memiliki pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan,11 kehendak benar dari seorang yang melampaui latihan, ucapan benar dari seorang yang melampaui latihan, perbuatan benar dari seorang yang melampaui latihan, penghidupan benar dari seorang yang melampaui latihan, usaha benar dari seorang yang melampaui latihan, perhatian benar dari seorang yang melampaui latihan, konsentrasi benar dari seorang yang melampaui latihan, pengetahuan benar dari seorang yang melampaui latihan, dan kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ketika seseorang memiliki sepuluh kualitas ini, Aku gambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tertinggi.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tukang kayu Pañcakanga merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. MA: Taman itu dibangun oleh Ratu Mallikā, istri Raja Pasenadi dari Kosala, dan diperindah dengan pohon bunga-bungaan dan buah-buahan. Pada awalnya, hanya satu aula dibangun, yang menjelaskan asal namanya, tetapi setelah itu banyak aula dibangun. Banyak para brahmana dan pengembara berkumpul di sini untuk menjelaskan dan mendiskusikan ajaran-ajaran mereka. ↩︎

  2. MA: Pertama-tama Sang Buddha menunjukkan bidang Arahant, seorang yang melampaui latihan (yaitu, dengan menyebutkan sepuluh kualitas), kemudian Beliau menjelaskan garis besar yang berlaku untuk sekha, siswa dalam latihan yang lebih tinggi. Kata yang diterjemahkan sebagai “kebiasaan-kebiasaan” adalah sīla, yang dalam beberapa konteks dapat bermakna lebih luas daripada “moralitas.” ↩︎

  3. MA menjelaskan bahwa ini merujuk pada buah memasuki-arus, karena pada titik ini moralitas pengendalian melalui Pātimokkha terpenuhi (dan, bagi seorang umat awam Buddhis, pelaksanaan Lima Sīla). MA juga menjelaskan paragraf berikutnya dengan merujuk pada jalan dan buah lokuttara lainnya. Walaupun teks sutta tidak secara langsung menyebutkan pencapaian-pencapaian ini, namun interpretasi komentar sepertinya dapat dibenarkan dengan frasa “lenyap tanpa sisa” (aparisesā nirujjhanti), karena hanya dengan pencapaian jalan dan buah itu berturut-turut maka lenyapnya kekotoran tertentu sepenuhnya dapat terjadi. Pandangan komentar lebih jauh lagi didukung oleh puncak keseluruhan khotbah ini dalam sosok seorang Arahant. ↩︎

  4. MA: Sejauh jalan memasuki-arus, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah memasuki-arus, kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap. ↩︎

  5. Paragraf ini menunjukkan Arahant, yang mempertahankan perilaku bermoral tetapi tidak mengidentifikasikan diri dengan moralitasnya dengan menganggapnya sebagai “aku” dan “milikku.” Karena kebiasaan-kebiasaan bermoralnya tidak lagi menghasilkan kamma, maka kebiasaan-kebiasaan itu tidak dapat digambarkan sebagai “bermanfaat.” ↩︎

  6. MA: Sejauh jalan Kearahattaan, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah Kearahattaan, kebiasaan-kebiasaan bermanfaat itu dikatakan telah lenyap. ↩︎

  7. MA: Ini merujuk pada jhāna pertama yang berhubungan dengan buah yang-tidak-kembali, jalan yang-tidak-kembali melenyapkan keinginan indria dan permusuhan, dan dengan demikian mencegah munculnya ketiga kehendak tidak bermanfaat di masa depan – yaitu kehendak keinginan indria, permusuhan, dan kekejaman. ↩︎

  8. MA: Sejauh jalan yang-tidak-kembali ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah yang-tidak-kembali, kehendak-kehendak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap. ↩︎

  9. MA: Ini merujuk pada jhāna ke dua yang berhubungan dengan buah Kearahattaan. ↩︎

  10. MA: Sejauh jalan Kearahattaan, ia dikatakan mempraktikkan pelenyapannya; ketika ia telah mencapai buah Kearahattaan, kehendak-kehendak bermanfaat itu dikatakan telah lenyap. Kehendak-kehendak bermoral dari Arahant tidak digambarkan sebagai “bermanfaat.” ↩︎

  11. Baca MN 65.34 ↩︎