M i 426
Khotbah Pendek kepada Mālunkyāputta
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi
ShortUrl:
Edisi lain:
Pāḷi (vri)
1.
DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
2.
Kemudian, sewaktu Yang Mulia Mālunkyāputta sedang sendirian dalam meditasi, buah pikiran berikut ini muncul dalam pikirannya:
“Pandangan-pandangan spekulatif ini telah dibiarkan tidak dijelaskan oleh Sang Bhagavā, dikesampingkan dan ditolak oleh Beliau, yaitu: ‘dunia adalah abadi’ dan ‘dunia adalah tidak abadi’; ‘dunia adalah terbatas’ dan ‘dunia adalah tidak terbatas’; ‘jiwa adalah sama dengan badan’ dan ‘jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya’; dan ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ dan ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ dan ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian’ dan ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian.’ Sang Bhagavā tidak menyatakan hal-hal ini kepadaku, dan aku tidak menyetujui dan menerima fakta bahwa Beliau tidak menyatakan ini kepadaku, maka aku akan mendatangi Sang Bhagavā dan menanyakan kepadaNya makna dari hal ini. Jika Ia menyatakan kepadaku apakah ‘dunia adalah abadi’ atau ‘dunia adalah tidak abadi’ … atau ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,’ maka aku akan menjalani kehidupan suci di bawah Beliau; jika Ia tidak menyatakan hal-hal ini kepadaku, maka aku akan meninggalkan latihan ini dan kembali kepada kehidupan rendah.” [427]
3.
Kemudian, pada malam harinya, Yang Mulia Mālunkyāputta bangkit dari meditasinya dan menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Beliau:
“Di sini, Yang Mulia, sewaktu aku sendirian dalam meditasi, buah pikiran berikut ini muncul dalam pikiranku: ‘Pandangan-pandangan spekulatif ini telah dibiarkan tidak dijelaskan oleh Sang Bhagavā … jika Ia tidak menyatakan hal-hal ini kepadaku, maka aku akan meninggalkan latihan ini dan kembali kepada kehidupan rendah.’ Jika Sang Bhagavā mengetahui ‘dunia adalah abadi,’ maka sudilah Bhagavā menyatakannya kepadaku ‘dunia adalah abadi’; jika Sang Bhagavā mengetahui ‘dunia adalah tidak abadi,’ maka sudilah Bhagavā menyatakannya kepadaku ‘dunia adalah tidak abadi.’ Jika Sang Bhagavā tidak mengetahui apakah ‘dunia adalah abadi’ atau ‘dunia adalah tidak abadi,’ maka adalah suatu keterus-terangan bagi seorang yang tidak mengetahui dan tidak melihat untuk mengatakan: ‘aku tidak tahu, aku tidak melihat.’
“Jika Sang Bhagavā mengetahui ‘dunia adalah terbatas,’ … ‘dunia adalah tidak terbatas,’ … ‘jiwa adalah sama dengan badan,’ … ‘jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya,’ … ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian,’ [428]
… ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian,’ … Jika Sang Bhagavā mengetahui ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian,’ maka sudilah Bhagavā menyatakannya kepadaku; jika Sang Bhagavā mengetahui ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,’ maka sudilah Bhagavā menyatakannya kepadaku. Jika Sang Bhagavā tidak mengetahui apakah ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,’ maka adalah suatu keterus-terangan bagi seorang yang tidak mengetahui dan tidak melihat untuk mengatakan: ‘aku tidak tahu, aku tidak melihat.’
4.
“Bagaimanakah, Mālunkyāputta, pernahkah Aku mengatakan kepadamu: ‘Marilah, Mālunkyāputta, jalanilah kehidupan suci di bawahKu dan Aku akan menyatakan kepadamu “dunia adalah abadi” … atau “Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian”’?” – “Tidak, Yang Mulia.” – “Pernahkah engkau mengatakan kepadaKu: ‘Aku akan menjalani kehidupan suci di bawah Sang Bhagavā, dan Sang Bhagavā akan menyatakan kepadaku “dunia adalah abadi” … atau “Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian”’?” – “Tidak, Yang Mulia.” – “Kalau begitu, orang sesat, siapakah engkau dan apakah yang akan engkau tinggalkan?
5.
“Jika siapapun mengatakan sebagai berikut: ‘aku tidak akan menjalani kehidupan suci di bawah Sang Bhagavā hingga Sang Bhagavā menyatakan kepadaku “dunia adalah abadi” … atau “Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,”’ [429]
hal itu masih tetap tidak akan dinyatakan oleh Sang Bhagavā dan sementara itu orang itu akan mati. Misalkan, Mālunkyāputta, seseorang terluka oleh anak panah beracun, dan teman-teman dan sahabatnya, sanak saudara dan kerabatnya, membawa seorang ahli bedah untuk merawatnya. Orang itu berkata: ‘aku tidak akan membiarkan ahli bedah ini mencabut anak panah ini hingga aku mengetahui apakah orang yang melukaiku adalah seorang mulia atau seorang brahmana atau seorang pedagang atau seorang pekerja.’ Dan ia mengatakan: ‘aku tidak akan membiarkan ahli bedah ini mencabut anak panah ini hingga aku mengetahui nama dan suku dari orang yang melukaiku; … hingga aku mengetahui apakah orang yang melukaiku tinggi atau pendek atau sedang; … hingga aku mengetahui apakah orang yang melukaiku berkulit gelap atau cokelat atau keemasan; … hingga aku mengetahui apakah orang yang melukaiku hidup di desa atau pemukiman atau kota apa; … hingga aku mengetahui apakah busur yang melukaiku adalah sebuah busur panjang atau busur silang; … hingga aku mengetahui apakah tali busur yang melukaiku terbuat dari serat atau buluh atau urat atau rami atau kulit kayu; … hingga aku mengetahui apakah tangkai anak panah itu adalah alami atau buatan; … hingga aku mengetahui dari bulu apakah tangkai anak panah yang melukaiku itu dipasangkan – apakah dari burung nasar atau burung bangau atau burung elang atau burung merak atau burung jangkung; … hingga aku mengetahui dengan urat jenis apakah tangkai anak panah itu diikat – apakah urat sapi atau kerbau atau rusa atau monyet; … hingga aku mengetahui jenis mata anak panah apakah yang melukaiku – apakah berpaku atau berpisau atau melengkung atau berduri atau bergigi-anak-sapi atau berbentuk-tombak.’ [430]
“Semua ini masih tetap tidak akan diketahui oleh orang itu dan sementara itu orang itu akan mati. Demikian pula, Mālunkyāputta, jika siapapun mengatakan sebagai berikut: ‘aku tidak akan menjalani kehidupan suci di bawah Sang Bhagavā hingga Sang Bhagavā menyatakan kepadaku “dunia adalah abadi” … atau “Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,” hal itu masih tetap tidak akan dinyatakan oleh Sang Bhagavā dan sementara itu orang itu akan mati.
6.
“Mālunkyāputta, jika ada pandangan ‘dunia adalah abadi,’ maka kehidupan suci tidak dapat dijalani; dan jika ada pandangan ‘dunia adalah tidak abadi,’ maka kehidupan suci tidak dapat dijalani. Apakah pandangan ‘dunia adalah abadi’ atau pandangan ‘dunia adalah tidak abadi’ ada atau tidak ada, kelahiran tetap ada, penuaan tetap ada, kematian tetap ada, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan tetap ada, yang hancurnya hal-hal itu Aku ajarkan di sini dan saat ini.
“Jika ada pandangan ‘dunia adalah terbatas,’ … ’ dunia adalah tidak terbatas,’ … ‘jiwa adalah sama dengan badan,’ … ‘jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya,’ … ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian,’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian,’ maka kehidupan suci tidak dapat dijalani … [431]
Jika ada pandangan ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian,’ maka kehidupan suci tidak dapat dijalani; dan jika ada pandangan ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,’ maka kehidupan suci tidak dapat dijalani. Apakah ada pandangan ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian’ atau pandangan ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian,’ kelahiran tetap ada, penuaan tetap ada, kematian tetap ada, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan tetap ada, yang hancurnya hal-hal itu Aku ajarkan di sini dan saat ini.
7.
“Oleh karena itu, Mālunkyāputta, ingatlah apa yang Kubiarkan tidak dinyatakan sebagai tidak dinyatakan, dan ingatlah apa yang telah dinyatakan olehKu sebagai dinyatakan. Dan apakah yang Kubiarkan tidak dinyatakan? ‘Dunia adalah abadi’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Dunia adalah tidak abadi’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Dunia adalah terbatas’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Dunia adalah tidak terbatas’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ’Jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan. ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian’ – telah Kubiarkan tidak dinyatakan.
8.
“Mengapakah Aku membiarkan hal-hal itu tidak dinyatakan? Karena tidak bermanfaat, bukan bagian dari dasar-dasar kehidupan suci, tidak menuntun menuju kekecewaan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Itulah sebabnya mengapa Aku membiarkannya tidak dinyatakan.
9.
“Dan apakah yang telah Kunyatakan? ‘Ini adalah penderitaan’ – Aku telah nyatakan. ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’ – Aku telah nyatakan. ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’ – Aku telah nyatakan. ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan’ – Aku telah nyatakan.
10.
“Mengapakah Aku menyatakannya? Karena bermanfaat, menjadi bagian dari dasar-dasar kehidupan suci, menuntun menuju kekecewaan, menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Itulah sebabnya mengapa Aku menyatakannya.
“Oleh karena itu, Mālunkyāputta, [432]
ingatlah apa yang Kubiarkan tidak dinyatakan sebagai tidak dinyatakan, dan ingatlah apa yang telah dinyatakan olehKu sebagai dinyatakan.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Mālunkyāputta merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.1
Mereka yang selalu bertanya-tanya tentang nasib bhikkhu yang nyaris meninggalkan Sang Buddha demi memuaskan keingin-tahuan metafisikanya akan gembira setelah mengetahui bahwa dalam usia tuanya Mālunkyāputta menerima khotbah singkat tentang enam landasan indria dari Sang Buddha, pergi memasuki keterasingan meditasi, dan mencapai Kearahattaan . Baca SN 35:95/iv.72-76. Syair-syairnya terdapat pada Thag 399-404 dan 794-817. ↩︎