easter-japanese

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang dituduh dengan perbuatan buruk yang menjengkelkan1 harus bersikap dengan benar sehubungan dengan delapan aturan. (1) Ia tidak boleh memberikan penahbisan penuh; (2) ia tidak boleh memberikan kebergantungan;2 (3) ia tidak boleh memiliki seorang sāmaṇera untuk melayaninya; (4) ia tidak boleh menerima penunjukan untuk memberikan nasihat kepada para bhikkhunī; (5) bahkan jika ia ditunjuk, ia tidak boleh menasihati para bhikkhunī; (6) ia tidak boleh menerima penunjukan [sebagai seorang petugas] di dalam Saṅgha; (7) ia tidak boleh diangkat dalam posisi pemimpin apa pun; (8) ia tidak boleh memberikan rehabilitasi [dalam sebuah kasus] dengan akar itu.3 Seorang bhikkhu yang dituduh dengan perbuatan buruk yang menjengkelkan harus bersikap dengan benar sehubungan dengan kedelapan aturan ini.”


Catatan Kaki
  1. Tassapāpiyasikakamma. Dasar-dasar hukuman ini dibahas pada Vin II 85-86. Baca juga, Thānissaro 2007a: 549-51, di mana ini diterjemahkan “transaksi hukuman lebih lanjut.” Menurut kisah aslinya, hukuman ini dijatuhkan kepada seorang bhikkhu yang berbicara dengan mengelak atau bereaksi secara agresif ketika dituduh atas suatu pelanggaran berat (suatu pelanggaran dalam kelompok saṅghādisesa) dan kemudian mengakuinya setelah didesak. ↩︎

  2. Baca Jilid 3 p.483 catatan 112. ↩︎

  3. Na ca tena mūlena vuṭṭhāpetabbo. Mp mengatakan: “Ia tidak boleh melakukan tindakan rehabilitasi [dalam sebuah kasus] dengan akar itu” (taṃ mūlaṃ katvā abbhānakammaṃ kātuṃ na labhati). Makna tepatnya tidak jelas. Saya mengikuti saran Brahmāli bahwa mūla di sini adalah “pelanggaran akar,” yaitu, pelanggaran semula yang mengarah pada tuduhan resmi perilaku buruk yang menjengkelkan. ↩︎