easter-japanese

“Para bhikkhu, (1) seseorang yang berkata benar akan mengatakan tentang Nanda bahwa ia adalah seorang anggota keluarga, (2) bahwa ia kuat, (3) bahwa ia anggun, dan (4) bahwa ia sangat rentan pada nafsu.1 Bagaimana lagi Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika (5) ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, (6) tidak menjalankan praktik makan secukupnya, (7) tidak condong pada keawasan, dan (8) tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?

“Para bhikkhu, beginilah Nanda menjaga pintu-pintu indrianya: [167] Jika ia harus melihat ke arah timur, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah timur, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Jika ia harus melihat ke arah barat … ke arah utara … ke arah selatan … ke atas … ke bawah … mengamati arah-arah di antaranya, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah-arah di antaranya, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjaga pintu-pintu indrianya.

“Beginilah Nanda menjalankan praktik makan secukupnya: Di sini, setelah merefleksikan dengan seksama, Nanda mengkonsumsi makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk kemabukan juga bukan demi kecantikan fisik dan kemenarikan, melainkan hanya untuk mendukung pemeliharaan tubuh ini, untuk menghindari bahaya, dan untuk membantu kehidupan spiritual, dengan pertimbangan: ‘Dengan demikian aku akan menghentikan perasaan lama dan tidak membangkitkan perasaan baru, dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan berdiam dengan nyaman.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjalankan praktik makan secukupnya.

“Beginilah Nanda condong pada keawasan: [168] Selama siang hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, Nanda memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertama malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertengahan malam hari, ia berbaring pada sisi kanan dalam postur singa dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah mencatat dalam pikirannya gagasan untuk terjaga. Setelah terjaga, pada jaga terakhir malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Ini adalah bagaimana Nanda condong pada keawasan.

“Beginilah perhatian dan pemahaman jernih Nanda: Nanda mengetahui perasaan-perasaan ketika perasaan-perasaan itu muncul, ketika perasaan-perasaan itu berlangsung, ketika perasaan-perasaan itu lenyap; ia mengetahui persepsi-persepsi ketika persepsi-persepsi itu muncul, ketika persepsi-persepsi itu berlangsung, ketika persepsi-persepsi itu lenyap; ia mengetahui pemikiran-pemikiran ketika pemikiran-pemikiran itu muncul, ketika pemikiran-pemikiran itu berlangsung, ketika pemikiran-pemikiran itu lenyap.2 Ini adalah bagaimana perhatian dan pemahaman jernih Nanda.

“Bagaimana lagi, para bhikkhu, Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, jika ia tidak menjalankan praktik makan secukupnya, jika ia tidak condong pada keawasan, dan jika ia tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?”


Catatan Kaki
  1. Nanda, adik sepupu Sang Buddha, jelas memiliki keinginan indriawi yang kuat. Setelah ia menjadi seorang bhikkhu ia terus-menerus memikirkan tunangannya dan kelak berharap dapat terlahir di antara para bidadari surgawi. Kisahnya terdapat pada Ud 3:2,21-24. ↩︎

  2. Pada 4:41, ini disebut pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perhatian dan pemahaman jernih. ↩︎