easter-japanese

Pada suatu ketika Yang Mulia Uttara sedang menetap di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya. Di sana Yang Mulia Uttara berkata kepada para bhikkhu …

“Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain.”

Pada saat itu Raja [Deva] Vessavaṇa sedang melakukan perjalanan dari utara menuju selatan untuk suatu urusan. Ia mendengar Yang Mulia Uttara di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, sedang mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain … pencapaiannya sendiri … pencapaian orang lain.’ Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Vessavaṇa lenyap dari Gunung Saṅkheyya dan muncul kembali di antara para deva Tāvatiṃsa.

Ia menghadap Sakka, penguasa para deva, dan berkata kepadanya: “Tuan yang terhormat, engkau harus mengetahui bahwa Yang Mulia Uttara, di Mahisavatthu, [163] di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain … pencapaiannya sendiri … pencapaian orang lain.’”

Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sakka lenyap dari antara para deva Tāvatiṃsa dan muncul kembali di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, di hadapan Yang Mulia Uttara. Ia menghadap Yang Mulia Uttara, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Benarkah, Bhante, seperti dikatakan, bahwa engkau telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain … pencapaiannya sendiri … pencapaian orang lain.’?”

“Benar, penguasa para deva.”

“Tetapi, Bhante, apakah ini adalah pemahamanmu sendiri, atau apakah ini adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna?”

“Baiklah, penguasa para deva, aku akan memberikan sebuah perumpamaan kepadamu; bahkan dengan sebuah perumpamaan, seorang yang cerdas dapat memahami makna dari apa yang telah dikatakan. Misalkan tidak jauh dari sebuah desa terdapat tumpukan besar padi, dan sekumpulan besar orang-orang mengambil padi-padi tersebut dengan tongkat pikulan, keranjang, kantung pinggang, [164] dan dengan kedua tangan mereka. Jika seseorang mendatangi kumpulan orang-orang itu dan bertanya kepada mereka: ‘Dari manakah kalian mendapatkan padi-padi ini?’ Bagaimanakah mereka harus menjawab?”

“Bhante, orang-orang itu harus menjawab: ‘Kami mendapatkannya dari tumpukan besar padi itu.’”

“Demikian pula, penguasa para deva, Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.”1

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Bhante, betapa baiknya engkau menyatakan hal ini: ‘Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.’

“Pada suatu ketika, Bhante Uttara, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, di Gunung Puncak Hering, tidak lama setelah Devadatta pergi. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta: ‘Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … [di sini Sakka mengulangi keseluruhan khotbah 8:7, hingga:] [165-166] … Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih.’2

“Bhante Uttara, pembabaran Dhamma ini belum dikenal luas di antara empat kumpulan manusia: yaitu, di antara para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan.3 Bhante, pelajarilah pembabaran Dhamma ini, kuasailah pembabaran Dhamma ini, dan ingatlah pembabaran Dhamma ini. Pembabaran Dhamma ini adalah bermanfaat; pembabaran Dhamma ini berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan spiritual.”


Catatan Kaki
  1. Yaṃ kiñci subhāsitaṃ sabbaṃ taṃ tassa bhagavato vacanaṃ arahato sammāsambuddhassa. Tato upādāy’upādāya mayañ c’aññe ca bhaṇāma. Ini dapat diterjemahkan, “Apa pun kata-kata Sang Bhagavā … diucapkan dengan baik.” Seperti disebutkan, ini mengungkapkan gagasan bahwa ajaran yang baik yang mana pun yang disampaikan oleh para siswa, bahkan ketika berasal dari mereka sendiri, dapat dianggap sebagai buddhavacana karena berdasarkan atas ajaran Sang Buddha. ↩︎

  2. Kemungkinan bahwa sutta ini dimasukkan dalam Kelompok Delapan karena delapan kondisi buruk yang disebutkan dalam khotbah tentang Devadatta. ↩︎

  3. Sulit untuk melihat atas dasar apa Sakka mengatakan bahwa pembabaran Dhamma ini belum dikenal luas di antara empat kumpulan (n’ayaṃ dhammapariyāyo kismiñci patiṭṭhito). Khotbah tentang mengetahui kegagalan dan pencapaian diri sendiri telah diajarkan kepada para bhikkhu, yang kemungkinan besar juga telah mengajarkannya kepada tiga kumpulan lainnya. ↩︎