easter-japanese

[150]

Buku Kelompok Delapan

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,

Yang Tercerahkan Sempurna

Lima Puluh Pertama

I. Cinta-Kasih

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti. Apakah delapan ini?

(1) “Seseorang tidur dengan lelap; (2) ia terjaga dengan bahagia; (3) ia tidak bermimpi buruk; (4) ia disukai oleh manusia-manusia; (5) ia disukai oleh makhluk-makhluk halus;1 (6) para dewata melindunginya; (7) api, racun, dan senjata tidak melukainya; dan (8) jika ia tidak menembus lebih jauh lagi, maka ia mengarah menuju alam brahmā.

“Ketika, para bhikkhu kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti.”

Bagi seseorang yang senantiasa penuh perhatian, mengembangkan cinta kasih yang tanpa batas, belenggu-belenggunya menipis ketika ia melihat hancurnya perolehan-perolehan. [151]

Jika, dengan pikiran yang bebas dari kebencian, ia membangkitkan cinta terhadap hanya satu makhluk, karena itu ia menjadi baik. Berbelas kasih dalam pikiran terhadap semua makhluk,2

yang mulia itu menghasilkan jasa berlimpah. Para bangsawan bijaksana itu yang menaklukkan bumi dengan banyak makhluknya mengembara ke sekeliling melakukan pengorbanan: pengorbanan kuda,3 pengorbanan orang, sammāpāsa, vājapeyya, niraggaḷa.4

Semua ini tidak sebanding dengan seper enam belas bagian dari pikiran cinta yang terkembang dengan baik, seperti halnya sekumpulan bintang5 tidak dapat menandingi seper enam belas bagian dari sinar rembulan.

Ia yang tidak membunuh atau menyuruh untuk membunuh, yang tidak menaklukkan atau menyuruh untuk menaklukkan, ia yang memiliki cinta-kasih terhadap semua makhluk6 tidak memendam permusuhan terhadap siapa pun.


Catatan Kaki
  1. Buku Kelompok Delapan

    Amanussā. Lit. “bukan manusia.” Kata ini secara khusus merujuk pada para dewa bumi, yakkha, dan siluman. Vism 312,9 – 313,18 (Ppn 9,64-69), mengilustrasikan manfaat ini dengan sebuah kisah tentang seorang bhikkhu yang memenangkan kasih-sayang para dewa pohon. ↩︎

  2. Sabbe ca pāṇe manasānukampī. Anukampā (kata benda abstrak dari anukampī) memiliki nuansa yang agak berbeda dari karuṇā, kualitas tak terbatas ke dua. Anukampā biasanya menyiratkan belas kasihan sebagai motif atas perbuatan yang mewakili orang lain, sedangkan karuṇā umumnya merujuk pada keadaan meditatif. ↩︎

  3. Saya menerjemahkan dengan berdasarkan Be dan Ee yang menuliskan assamedhaṃ, yang selaras dengan nama kelompok pengorbanan tradisional pertama yang disebutkan di tempat lain dalam Nikāya-nikāya. Pada 4:39 pengorbanan ini dikecam karena bahaya yang ditimbulkan atas makhluk-makhluk yang tidak berdaya. Ce di sini menuliskan sassamedhaṃ, “pengorbanan jagung,” suatu kemasan yang terdapat dalam Mp (baik Ce maupun Be). Kemasan ini mungkin bersifat pembetulan, yang dimaksudkan untuk membenarkan asal-usul pengorbanan ini dari para bangsawan kerajaan. ↩︎

  4. Ini adalah nama-nama pengorbanan lainnya. ↩︎

  5. Bersama Be dan Ee membaca tāraganā va, bukan seperti Ce tāragaṇā cā↩︎

  6. Mettaṃso sabbabhūtānaṃ veraṃ tassa na kenaci. Mp menganggap mettaṃso sebagai kata majemuk dari mettā dan aṃso, mengemasnya menjadi mettāyamānacittakoṭṭhāso, “seporsi pikiran cinta.” BHSD sv amśa membuktikan kemunculan maitra amśa dalam literatur BHS; maitreṇāṃśena sphuritvā dalam Divyāvadāna 60.24 dan 61.12. ↩︎