easter-japanese

(1) “Di masa lampau, para bhikkhu, terdapat seorang guru bernama Sunetta, pendiri suatu sekte spiritual, seorang yang tanpa nafsu pada kenikmatan-kenikmatan indria.1 Guru Sunetta memiliki ratusan siswa yang kepada mereka ia mengajarkan Dhamma untuk berkumpul dengan alam brahmā. Ketika ia sedang mengajarkan Dhamma seperti demikian, mereka yang tidak berkeyakinan padanya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi mereka yang berkeyakinan padanya terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.

“Di masa lampau, para bhikkhu, (2) terdapat seorang guru bernama Mūgapakkha … (3) terdapat seorang guru bernama Aranemi … (4) terdapat seorang guru bernama Kuddāla … (5) terdapat seorang guru bernama Hatthipāla … (6) terdapat seorang guru bernama Jotipāla … (7) terdapat seorang guru bernama Araka, pendiri suatu sekte spiritual, seorang yang tanpa nafsu pada kenikmatan-kenikmatan indria. Guru Araka memiliki ratusan siswa yang kepada mereka ia mengajarkan Dhamma untuk berkumpul dengan alam brahmā. Ketika ia [136] sedang mengajarkan Dhamma seperti demikian, mereka yang tidak berkeyakinan padanya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi mereka yang berkeyakinan padanya terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Ketujuh guru ini yang adalah para pendiri sekte-sekte spiritual, orang-orang yang tanpa nafsu pada kenikmatan-kenikmatan indria yang memiliki pengikut ratusan siswa. Jika, dengan pikiran kebencian, seseorang menghina dan mencela mereka dan komunitas para siswa mereka, tidakkah ia telah menghasilkan banyak keburukan?”

“Benar, Bhante.”

“Jika, dengan pikiran kebencian, seseorang menghina dan mencela mereka dan komunitas para siswa mereka, maka ia telah menghasilkan banyak keburukan. Tetapi jika, dengan pikiran kebencian, seseorang mencela dan memaki satu orang yang sempurna dalam pandangan, maka ia menghasilkan lebih banyak keburukan lagi. Karena alasan apakah? Aku katakan, para bhikkhu, tidak ada luka dalam melawan pihak luar seperti halnya melawan teman-teman [kalian] para bhikkhu.2 Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami tidak akan membiarkan kebencian muncul dalam pikiran kami terhadap teman-teman kami para bhikkhu.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”


Catatan Kaki
  1. Seperti pada 6:54, akan tetapi urutan guru-guru masa lampau berakhir pada Jotipāla. Baca juga *7:66, ***di mana hanya Sunetta yang disebutkan. ↩︎

  2. Bersama Be dan Ee saya membaca yathā ‘maṃ sabrahmacārīsu, bukan seperti Ce yathā amhaṃ sabrahmacārīsu. Ce menuliskan yathā ‘maṃ dalam paralelnya pada 6:54. Baca juga Jilid 3 pp.521-522, catatan 391-393. ↩︎