A iv 129
Api
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Bhikkhu Bodhi
ShortUrl:
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di antara para penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu. Kemudian, selagi berjalan di sepanjang jalan raya, di suatu tempat Sang Bhagavā melihat api besar membakar, menyala, dan berkobar. Beliau meninggalkan jalan raya, duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Beliau di bawah sebatang pohon, dan berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, apakah kalian melihat api besar yang membakar, menyala, dan berkobar itu?”
“Ya, Bhante.”
(1) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, merangkul api besar itu yang membakar, menyala, dan berkobar, dan duduk atau berbaring di dekatnya, atau merangkul seorang gadis dengan tangan dan kaki yang lembut – apakah dari kasta khattiya, brahmana, atau perumah tangga – dan duduk atau berbaring di dekatnya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, merangkul seorang gadis dengan tangan dan kaki yang lembut – apakah dari kasta khattiya, brahmana, atau perumah tangga – dan duduk atau berbaring di dekatnya. Adalah sangat menyakitkan merangkul api besar itu yang membakar, menyala, dan berkobar, dan duduk atau berbaring di dekatnya.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral yang berkarakter buruk – seorang yang tidak murni dan berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak – adalah jauh lebih baik merangkul api besar itu yang membakar, menyala, dan berkobar, dan duduk atau berbaring di dekatnya. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu [129]
ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … merangkul seorang gadis dengan tangan dan kaki yang lembut – apakah dari kasta khattiya, brahmana, atau perumah tangga – dan duduk atau berbaring di dekatnya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(2) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang mengikat seseorang dengan tali yang terbuat dari ekor kuda di sekeliling kakinya dan mengencangkannya sehingga mengiris kulit luarnya, kulit dalamnya, dagingnya, uratnya, dan tulangnya, hingga mengenai sumsumnya, atau seorang yang menerima penghormatan dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk menerima penghormatan dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat mengikatnya dengan tali yang terbuat dari ekor kuda di sekeliling kakinya dan mengencangkannya sehingga mengiris kulit luarnya, kulit dalamnya, dagingnya, uratnya, dan tulangnya, hingga mengenai sumsumnya.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral … adalah jauh lebih baik jika seorang kuat mengikat dengan tali yang terbuat dari ekor kuda di sekeliling kakinya dan mengencangkannya sehingga mengiris kulit luarnya, kulit dalamnya, dagingnya, uratnya, dan tulangnya, hingga mengenai sumsumnya. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. [130]
Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … menerima penghormatan dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(3) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang menusuk seseorang di dadanya dengan tombak tajam yang dilumuri minyak, atau seorang yang menerima salam hormat dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk menerima salam hormat dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat menusuknya di dadanya dengan tombak tajam yang dilumuri minyak.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral … adalah jauh lebih baik jika seorang kuat menusuknya di dadanya dengan tombak tajam yang dilumuri minyak. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … menerima salam hormat dari para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(4) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang membungkus seseorang dengan selembar besi panas – yang membakar, [131]
menyala, dan berkobar – di sekeliling tubuhnya, atau seorang yang menggunakan jubah yang diberikan karena keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk menggunakan jubah yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat membungkusnya dengan selembar besi panas – yang membakar, menyala, dan berkobar – di sekeliling tubuhnya.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral … adalah jauh lebih baik jika seorang kuat membungkus seseorang dengan selembar besi panas – yang membakar, menyala, dan berkobar – di sekeliling tubuhnya. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … menggunakan jubah yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(5) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang membuka paksa mulut seseorang dengan sebatang paku besi besar – yang membakar, menyala, dan berkobar – dan memasukkan bola tembaga panas - yang membakar, menyala, dan berkobar – yang membakar bibir, mulut, lidah, tenggorokan, dan perutnya,1 [132]
dan keluar dari bawah membawa serta isi perutnya, atau seorang yang memakan dana makanan yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk memakan dana makanan yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat membuka paksa mulutnya dengan sebatang paku besi besar – yang membakar, menyala, dan berkobar – dan memasukkan bola tembaga panas … yang membakar bibir … dan keluar dari bawah membawa serta isi perutnya.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral … adalah jauh lebih baik jika seorang kuat membuka paksa mulutnya dengan sebatang paku besi besar – yang membakar, menyala, dan berkobar – dan memasukkan bola tembaga panas … yang membakar bibir … dan keluar dari bawah membawa serta isi perutnya. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … memakan dana makanan yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(6) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang mencengkeram seseorang pada kepala atau bahunya [133]
dan memaksanya duduk atau berbaring di atas tempat tidur atau kursi yang terbuat dari besi panas – yang membakar, menyala, dan berkobar – atau seorang yang menggunakan tempat tidur atau kursi yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk menggunakan tempat tidur atau kursi yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat mencengkeramnya pada kepala atau bahunya dan memaksanya duduk atau berbaring di atas tempat tidur atau kursi yang terbuat dari besi panas, yang membakar, menyala, dan berkobar.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral … adalah jauh lebih baik jika seorang kuat mencengkeramnya pada kepala atau bahunya dan memaksanya duduk atau berbaring di atas tempat tidur atau kursi yang terbuat dari besi panas, yang membakar, menyala, dan berkobar. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … menggunakan tempat tidur atau kursi yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
(7) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih baik, seorang kuat yang mencengkeram seseorang, membalikkannya, dan melemparkannya ke dalam sebuah kuali tembaga panas - yang membakar, menyala, dan berkobar – dan sewaktu ia sedang direbus di sana di dalam pusaran buih, ia kadang-kadang terapung, kadang-kadang tenggelam, dan kadang-kadang terhanyutkan, atau seorang yang menggunakan tempat tinggal yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, [134]
para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya?”
“Adalah jauh lebih baik, Bhante, bagi seseorang untuk menggunakan tempat tinggal yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya. Adalah sangat menyakitkan jika seorang kuat mencengkeramnya, membalikkannya, dan melemparkannya ke dalam sebuah kuali tembaga panas - yang membakar, menyala, dan berkobar – dan sewaktu ia sedang direbus di sana di dalam pusaran buih, ia kadang-kadang terapung, kadang-kadang tenggelam, dan kadang-kadang terhanyutkan.”
“Aku beritahukan kepada kalian, para bhikkhu, Aku nyatakan kepada kalian bahwa bagi seorang tidak bermoral yang berkarakter buruk – seorang yang tidak murni dan berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak – adalah jauh lebih baik jika seorang kuat mencengkeramnya, membalikkannya, dan melemparkannya ke dalam sebuah kuali tembaga panas - yang membakar, menyala, dan berkobar – sehingga sewaktu ia sedang direbus di sana di dalam pusaran buih, ia kadang-kadang terapung, kadang-kadang tenggelam, dan kadang-kadang terhanyutkan. Karena alasan apakah? Karena dengan melakukan itu ia akan mengalami kematian atau kesakitan mematikan, tetapi karena alasan itu ia tidak, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Tetapi ketika orang tidak bermoral itu … menggunakan tempat tinggal yang diberikan dengan keyakinan oleh para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau perumah tangga kaya, maka hal ini akan mengarah pada bahaya dan penderitaannya dalam waktu yang lama. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka.
“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Ketika kami menggunakan jubah, dana makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit, pelayanan-pelayanan ini yang diberikan [oleh orang lain] untuk kami akan berbuah dan bermanfaat besar bagi mereka, dan pelepasan keduniawian kami tidak akan mandul, melainkan berbuah dan subur.’ Demikianlah kalian harus berlatih. Dengan mempertimbangkan kebaikan kalian, para bhikkhu, cukuplah itu untuk berusaha mencapai tujuan dengan kewaspadaan; dengan mempertimbangkan kebaikan orang lain, [135]
cukuplah itu untuk berusaha mencapai tujuan dengan kewaspadaan; dengan mempertimbangkan kebaikan keduanya, cukuplah itu untuk berusaha mencapai tujuan dengan kewaspadaan.”2
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Sekarang selagi pembabaran ini sedang disampaikan, enam puluh bhikkhu memuntahkan darah panas. Enam puluh bhikkhu menghentikan latihan dan kembali kepada kehidupan rendah, dengan mengatakan: “Adalah sulit dilakukan, Bhagavā, sangat sulit dilakukan.” Dan pikiran enam puluh bhikkhu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.3
Bersama dengan Ee, saya membaca udaraṃ, bukan seperti Ce dan Be uraṃ, “dada.” ↩︎
Baca SN 12:22, II 29,16-21. ↩︎
Mp, dalam mengomentari 1:53, membahas paragraf ini secara lebih lengkap sebagai berikut: “Para bhikkhu yang memuntahkan darah panas telah melakukan pelanggaran pārājika. Mereka yang kembali ke kehidupan awam telah di sana-sini melakukan pelanggaran-pelanggaran pada aturan-aturan latihan kecil dan minor. Dan mereka yang mencapai Kearahattaan telah memurnikan perilaku mereka. Khotbah Sang Guru berbuah untuk ketiga kelompok itu. [Pertanyaan:] Dapat diterima bahwa hal itu berbuah bagi mereka yang mencapai Kearahattaan, tetapi bagaimana hal itu berbuah bagi yang lainnya? [Jawab:] Karena jika mereka tidak mendengar khotbah ini, [kelompok pertama] akan menjadi lengah dan tidak mungkin meninggalkan kondisi mereka. Perilaku jahat mereka akan meningkat dan menarik mereka jatuh ke alam sengsara. Tetapi ketika mereka mendengar khotbah ini, mereka menjadi didorong oleh suatu keterdesakan. Setelah meninggalkan kondisi mereka, beberapa menjadi sāmaṇera, yang memenuhi sepuluh peraturan, menekuni pengamatan seksama, dan menjadi pemasuk-arus, yang-kembali-sekali, atau yang-tidak-kembali, sementara beberapa lainnya terlahir kembali di alam deva. Demikianlah hal itu berbuah bahkan untuk mereka yang telah melakukan pārājika. Jika yang lainnya tidak mendengar khotbah ini, seiring berlalunya waktu, mereka perlahan-lahan akan melakukan saṅghādisesa atau pārājika. Mereka akan dapat terlahir kembali di alam sengsara dan mengalami penderitaan hebat. Tetapi setelah mendengar khotbah ini, dengan berpikir bahwa mereka tidak dapat memenuhi praktik seumur hidup mereka, maka mereka meninggalkan latihan dan kembali ke kehidupan awam. Mereka menjadi kokoh dalam tiga perlindungan, menjalankan lima aturan, memenuhi tugas seorang umat awam, dan menjadi para pemasuk-arus, yang-kembali-sekali, atau yang-tidak-kembali, sementara beberapa lainnya terlahir kembali di alam deva. Demikianlah khotbah ini berbuah untuk mereka juga.” ↩︎