easter-japanese

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia Mahāmoggallāna sedang melakukan perjalanan di Dakkhiṇāgiri bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu. Pada saat itu umat awam perempuan Veḷukaṇṭakī Nandamātā,1 setelah bangun tidur menjelang pagi, melafalkan Pārāyana.

Pada saat itu Raja [Deva] Vessavaṇa sedang melakukan perjalanan dari utara menuju selatan untuk suatu urusan. Ia mendengar umat awam perempuan Nandamātā melafalkan Pārāyana dan berdiri menunggu hingga pelafalan itu selesai. Ketika umat awam perempuan Nandamātā telah selesai, ia berdiam diri. Setelah mengetahui bahwa umat awam perempuan Nandamātā telah menyelesaikan pelafalannya, Raja [Deva] Vessavaṇa bersorak: “Bagus, saudari! Bagus, saudari!”

“Siapakah itu, sahabat?”

“Aku adalah saudaramu, Raja [Deva] Vessavaṇa, saudari.”

“Bagus, sahabat! Maka biarlah pembabaran Dhamma yang baru saja kulafalkan menjadi hadiah untuk tamu bagimu.”2

“Bagus, saudari! Dan biarlah ini juga [64] menjadi hadiah untuk tamu bagiku. Besok, sebelum mereka sarapan pagi, Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna akan tiba di Veḷukaṇṭaka. Engkau harus melayani mereka dan mendedikasikan persembahan itu untukku. Itu akan menjadi hadiah untuk tamu darimu kepadaku.”

Kemudian ketika malam telah berlalu umat awam perempuan Nandamātā mempersiapkan berbagai makanan lezat di rumahnya. Kemudian, sebelum mereka sarapan pagi. Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna tiba di Veḷukaṇṭaka.

Kemudian umat awam perempuan Nandamātā berkata kepada seseorang: “Kemarilah, sahabat. Pergilah ke vihara dan umumkan waktunya kepada Saṅgha para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Sekarang adalah waktunya, Bhante, makanan telah siap di rumah Nyonya Nandamātā.’” Orang itu menjawab: “Baik, Nyonya,” dan ia pergi ke vihara dan menyampaikan pesannya. Kemudian Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan pergi ke rumah umat awam perempuan Nandamātā, di mana mereka duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan.

Kemudian, dengan tangannya sendiri, umat awam perempuan Nandamātā melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sāriputta dan Moggallāna dengan berbagai makanan lezat. Ketika Yang Mulia Sāriputta telah selesai makan dan telah menyingkirkan mangkuknya, ia duduk di satu sisi dan Yang Mulia Sāriputta bertanya kepadanya:

“Tetapi siapakah, Nandamātā, yang memberitahukan kepadamu bahwa Saṅgha para bhikkhu akan datang?”

(1) “Di sini, Bhante, setelah bangun menjelang pagi, aku melafalkan Parāyana … [65] [Di sini ia menceritakan, dalam posisi orang pertama, keseluruhan peristiwa seperti narasi di atas, diakhiri dengan kata-kata Vessavaṇa: “Dan itu akan menjadi hadiah untuk tamu darimu kepadaku.”] … Bhante, biarlah jasa apa pun yang kuperoleh melalui pemberian ini didedikasikan demi kebahagiaan Raja [Deva] Vessavaṇa.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan,3 Nandamātā, bahwa engkau dapat berbincang-bincang4 secara langsung dengan deva muda yang begitu berkuasa dan berpengaruh seperti Raja [Deva] Vessavaṇa.”

(2) “Bhante, itu bukan satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Aku hanya memiliki seorang putra, seorang anak laki-laki yang kusayangi dan kucintai bernama Nanda. Penguasa menangkap dan menculiknya atas suatu alasan dan mengeksekusinya. Bhante, ketika anak itu ditangkap atau sedang ditangkap, ketika ia dimasukkan ke penjara atau sedang di dalam penjara,5 ketika ia telah mati atau sedang dihukum mati, aku tidak ingat ada perubahan pada pikiranku.”6

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā, bahwa engkau dapat memurnikan bahkan munculnya suatu pikiran.”7

(3) “Bhante, itu bukan [66] satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Ketika suamiku meninggal dunia, ia terlahir kembali di alam yakkha.8 Ia muncul di hadapanku dalam wujud jasmaninya yang sebelumnya, tetapi aku tidak ingat ada perubahan pada pikiranku.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā, bahwa engkau dapat memurnikan bahkan munculnya suatu pikiran.”

(4) “Bhante, itu bukan satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Aku diserahkan kepada suamiku yang masih muda dalam suatu perkawinan ketika aku masih seorang gadis muda, tetapi aku tidak ingat pernah mengkhianatinya bahkan dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā, bahwa engkau dapat memurnikan bahkan munculnya suatu pikiran.”

(5) “Bhante, itu bukan satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Sejak aku menyatakan diriku sebagai seorang umat awam, aku tidak ingat pernah dengan sengaja melanggar aturan latihan apa pun juga.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā!”

(6) “Bhante, itu bukan satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Sejauh apa pun yang kuinginkan, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan. Dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan. Dengan memudarnya sukacita, aku berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, aku mengalami kenikmatan [67] pada jasmani; aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā!”

(7) “Bhante, itu bukan satu-satunya kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang ada padaku. Ada yang lainnya lagi. Dari lima belenggu yang lebih rendah yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, aku tidak melihat satu pun yang belum kutinggalkan.”9

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Nandamātā!”

Kemudian Yang Mulia Sāriputta mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Nandamātā dengan sebuah khotbah Dhamma, setelah itu ia bangkit dari duduknya dan pergi.


Catatan Kaki
  1. Pada 2:133 dan 4:177 §4 ia menjadi teladan bagi para umat awam perempuan dari Sang Buddha. Ia mungkin identik dengan Uttarā Nandamātā, yang dinyatakan pada 1:262 sebagai meditator terunggul di antara para umat awam perempuan. ↩︎

  2. Āthitheyya: pemberian tradisional yang diberikan kepada tamu sebagai bentuk keramahan. ↩︎

  3. Sebuah komentar diperlukan untuk ungkapan acchariyaṃ abbhutaṃ. Walaupun sering diterjemahkan sebagai “mengagumkan dan menakjubkan,” namun frasa ini tidak selalu dimaksudkan untuk mengungkapkan penghargaan, melainkan juga untuk menyiratkan keheranan dan keterpesonaan. Tentu saja, batasan antara kedua makna ini tidak jelas, seperti dapat dilihat dari kata Bahasa Inggris “wonderful” dan “marvelous,” yang sekarang memiliki makna penghargaan, yang bergeser dari kata yang berhubungan dengan keheranan. ↩︎

  4. Be dan Ee membaca sallapissasī ti. Ce sallapissatī ti, dalam bentuk orang ke tiga, mungkin kesalahan editorial. ↩︎

  5. Be dan Ee membaca vadhe vā vajjhamāne vā, Ce baddhe vā vajjhamāne vā. Terjemahan Sinhala dalam Ce mengulang inkonsistensi dari teks Pāli. Saya menyarankan bacaan, yang berlawanan dengan ketiga edisi, baddhe va bajjhamāne vā. Dengan demikian ketiga pasang frasa mewakili urutan tangkap, penjara, dan eksekusi. ↩︎

  6. Cittassa aññathattaṃ. Ungkapan ini muncul persis di bawah. Terjemahan saya dimaksudkan agar cocok dalam kedua kasus. Dalam kasus sekarang ini seorang perempuan yang tidak terkembang secara spiritual biasanya akan menjadi kebingungan, dalam kasus di bawah ia akan menjadi ketakutan. ↩︎

  7. Yatra hi nāma cittuppādampi parisodhessasi. Lit., “bahwa engkau akan memurnikan bahkan munculnya pikiran.” ↩︎

  8. Yakkhayoniṃ. Mp: “Alam makhluk halus ini adalah dewata bumi (bhummadevatābhāvaṃ).” Yoni di sini digunakan dalam makna “alam,” dan dengan demikian ungkapan yakkhayoni tidak menyiratkan bahwa para yakkha terlahir dari rahim. ↩︎

  9. Ini menegaskan statusnya sebagai seorang yang-tidak-kembali, yang telah meninggalkan kelima belenggu yang lebih rendah tetapi belum meninggalkan lima belenggu yang lebih tinggi. ↩︎