easter-japanese

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian suatu penjelasan Dhamma yang menembus .1 Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, penjelasan Dhamma yang menembus itu?

(1) “Kenikmatan indria harus dipahami; sumber dan asal-mula kenikmatan indria harus dipahami; keberagaman kenikmatan indria harus dipahami; akibat dari kenikmatan indria harus dipahami; lenyapnya kenikmatan indria harus dipahami; jalan menuju lenyapnya kenikmatan indria harus dipahami.

(2) “Perasaan harus dipahami; sumber dan asal-mula perasaan harus dipahami; keberagaman perasaan harus dipahami; akibat dari perasaan harus dipahami; lenyapnya perasaan harus dipahami; jalan menuju lenyapnya perasaan harus dipahami.

(3) “Persepsi-harus dipahami; sumber dan asal-mula persepsi-harus dipahami; keberagaman persepsi-harus dipahami; akibat dari persepsi-harus dipahami; lenyapnya persepsi harus dipahami; jalan menuju lenyapnya persepsi harus dipahami.

(4) “Noda-noda harus dipahami; sumber dan asal-mula noda-noda harus dipahami; keberagaman noda-noda harus dipahami; akibat dari noda-noda harus dipahami; lenyapnya noda-noda harus dipahami; jalan menuju lenyapnya noda-noda harus dipahami.

(5) “Kamma harus dipahami; sumber dan asal-mula kamma harus dipahami; keberagaman kamma harus dipahami; akibat dari kamma harus dipahami; lenyapnya kamma harus dipahami; jalan menuju lenyapnya kamma harus dipahami.2

(6) “Penderitaan harus dipahami; sumber dan asal-mula penderitaan harus dipahami; keberagaman penderitaan harus dipahami; akibat dari penderitaan harus dipahami; lenyapnya penderitaan harus dipahami; jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dipahami.

(1) “Ketika dikatakan: ‘Kenikmatan indria harus dipahami; sumber dan asal-mula kenikmatan indria harus dipahami; keberagaman kenikmatan indria harus dipahami; akibat [411] dari kenikmatan indria harus dipahami; lenyapnya kenikmatan indria harus dipahami; jalan menuju lenyapnya kenikmatan indria harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Ada, para bhikkhu, lima objek kenikmatan indria ini: bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, disukai, disenangi, terhubung dengan kenikmatan indria, menggoda; suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung … rasa-rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan yang dikenali oleh badan yang diharapkan, diinginkan, disukai, disenangi, terhubung dengan kenikmatan indria, menggoda. Akan tetapi, hal-hal ini bukanlah kenikmatan indria; dalam disiplin Yang Mulia, hal-hal ini disebut objek-objek kenikmatan indria.’ Kenikmatan indria seseorang adalah kehendak bernafsu.3

“Hal-hal itu bukanlah kenikmatan indria, hal-hal indah di dunia ini:

kenikmatan indria seseorang adalah kehendak bernafsu;

hal-hal indah itu tetap hanya sebagaimana adanya hal-hal itu di dunia,

tetapi para bijaksana melenyapkan keinginan terhadapnya.

“Dan apakah, para bhikkhu, sumber dan asal-mula kenikmatan indria? Kontak adalah sumber dan asal-mulanya.4

“Dan apakah keberagaman kenikmatan indria? Keinginan indria pada bentuk-bentuk adalah satu hal, keinginan indria pada suara-suara adalah hal lainnya, keinginan indria pada bau-bauan adalah hal lainnya lagi, keinginan indria pada rasa-rasa kecapan adalah hal lainnya lagi, keinginan indria pada objek-objek sentuhan adalah hal lainnya lagi. Ini disebut keberagaman kenikmatan indria.

“Dan apakah akibat dari kenikmatan indria? Seseorang menghasilkan suatu penjelmaan individu yang bersesuaian dengan [kenikmatan indria] apa pun yang ia inginkan dan yang mungkin merupakan konsekuensi dari kebaikan atau keburukan.5 Ini disebut akibat dari kenikmatan indria.

“Dan apakah lenyapnya kenikmatan indria? Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula kenikmatan indria.

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya kenikmatan indria, yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan [412] benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami kenikmatan indria, sumber dan asal-mula kenikmatan indria, keberagaman kenikmatan indria, akibat dari kenikmatan indria, lenyapnya kenikmatan indria, dan jalan menuju lenyapnya kenikmatan indria, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya kenikmatan indria.6

“Ketika dikatakan: ‘Kenikmatan indria harus dipahami … jalan menuju lenyapnya kenikmatan indria harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(2) “Ketika dikatakan: ‘Perasaan harus dipahami … jalan menuju lenyapnya perasaan harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Ada, para bhikkhu, tiga perasaan ini: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.

“Dan apakah sumber dan asal-mula perasaan? Kontak adalah sumber dan asal-mulanya.

“Dan apakah keberagaman perasaan? Ada perasaan menyenangkan keduniawian,7 ada perasaan menyenangkan spiritual; ada perasaan menyakitkan keduniawian, ada perasaan menyakitkan spiritual; ada perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan keduniawian, ada perasaan bukan menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan spiritual. Ini disebut keberagaman perasaan.

“Dan apakah akibat dari perasaan? Seseorang menghasilkan suatu penjelmaan individu yang bersesuaian dengan [perasaan] apa pun yang ia alami dan yang mungkin merupakan konsekuensi dari kebaikan atau keburukan. Ini disebut akibat dari perasaan.

“Dan apakah lenyapnya perasaan? Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula perasaan.

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya perasaan, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami perasaan, sumber dan asal-mula perasaan, [413] keberagaman perasaan, akibat dari perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan menuju lenyapnya perasaan, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya perasaan.

“Ketika dikatakan: ‘Perasaan harus dipahami … jalan menuju lenyapnya perasaan harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(3) “Ketika dikatakan: ‘Persepsi harus dipahami … jalan menuju lenyapnya persepsi harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Ada, para bhikkhu, enam persepsi ini: persepsi bentuk-bentuk, persepsi suara-suara, persepsi bau-bauan, persepsi rasa-rasa kecapan, persepsi objek-objek sentuhan, persepsi fenomena-fenomena pikiran.

“Dan apakah sumber dan asal-mula persepsi? Kontak adalah sumber dan asal-mulanya.

“Dan apakah keberagaman persepsi? Persepsi bentuk-bentuk adalah satu hal, persepsi suara-suara adalah hal lainnya, persepsi bau-bauan adalah hal lainnya lagi, persepsi rasa-rasa kecapan adalah hal lainnya lagi, persepsi objek-objek sentuhan adalah hal lainnya lagi, persepsi fenomena-fenomena pikiran adalah hal lainnya lagi. Ini disebut keberagaman persepsi.

“Dan apakah akibat dari persepsi? Aku katakan bahwa persepsi berakibat dalam pengungkapan.8 Dalam cara bagaimana pun seseorang mempersepsikan sesuatu, dengan cara itulah ia mengungkapkan dirinya, [dengan mengatakan:] ‘Aku memiliki persepsi begini dan begitu.’ Ini disebut akibat dari persepsi.

“Dan apakah lenyapnya persepsi? Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula persepsi.

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya persepsi, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami persepsi, sumber dan asal-mula persepsi, [414] keberagaman persepsi, akibat dari persepsi, lenyapnya persepsi, dan jalan menuju lenyapnya persepsi, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya persepsi.

“Ketika dikatakan: ‘Persepsi harus dipahami … jalan menuju lenyapnya persepsi harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan: ‘Noda-noda harus dipahami … jalan menuju lenyapnya noda-noda harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Ada, para bhikkhu, tiga noda ini: noda indriawi, noda penjelmaan, dan noda ketidak-tahuan.

“Dan apakah sumber dan asal-mula noda-noda? Ketidak-tahuan adalah sumber dan asal-mulanya.

“Dan apakah keberagaman noda-noda? Ada noda-noda yang mengarah menuju neraka; ada noda-noda yang mengarah menuju alam binatang; ada noda-noda yang mengarah menuju alam hantu menderita; ada noda-noda yang mengarah menuju alam manusia; ada noda-noda yang mengarah menuju alam deva. Ini disebut keberagaman noda-noda.

“Dan apakah akibat dari noda-noda? Seseorang yang tenggelam dalam ketidak-tahuan menghasilkan penjelmaan individu yang bersesuaian, yang mungkin merupakan konsekuensi dari kebaikan atau keburukan. Ini disebut akibat dari noda-noda.

“Dan apakah lenyapnya noda-noda? Dengan lenyapnya ketidak-tahuan maka lenyap pula noda-noda.

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami noda-noda, sumber dan asal-mula noda-noda, keberagaman noda-noda, akibat dari noda-noda, lenyapnya noda-noda, dan jalan menuju lenyapnya noda-noda, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya noda-noda. [415]

“Ketika dikatakan: ‘Noda-noda harus dipahami … jalan menuju lenyapnya noda-noda harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Kamma harus dipahami … jalan menuju lenyapnya kamma harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Adalah kehendak, para bhikkhu, yang Kusebut kamma.9 Karena setelah berkehendak, seseorang bertindak melalui jasmani, ucapan, atau pikiran.

“Dan apakah sumber dan asal-mula kamma? Kontak adalah sumber dan asal-mulanya.

“Dan apakah keberagaman kamma? Ada kamma yang harus dialami di neraka; ada kamma yang harus dialami di alam binatang; ada kamma yang harus dialami di alam hantu menderita; ada kamma yang harus dialami di alam manusia; ada kamma yang harus dialami di alam deva.10 Ini disebut keberagaman kamma.

“Dan apakah akibat dari kamma? Akibat kamma, Aku katakan, ada tiga: [yang dialami] dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kelahiran berikutnya. Ini disebut akibat dari kamma.11

“Dan apakah lenyapnya kamma? Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula kamma.12

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya kamma, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami kamma, sumber dan asal-mula kamma, keberagaman kamma, akibat dari kamma, lenyapnya kamma, dan jalan menuju lenyapnya kamma, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya kamma.

“Ketika dikatakan: ‘Kamma harus dipahami … [416] jalan menuju lenyapnya kamma harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Penderitaan harus dipahami; sumber dan asal-mula penderitaan harus dipahami; keberagaman penderitaan harus dipahami; akibat dari penderitaan harus dipahami; lenyapnya penderitaan harus dipahami; jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan?

“Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah penderitaan; penyakit adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan siksaan adalah penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan adalah penderitaan.

“Dan apakah sumber dan asal-mula penderitaan? Ketagihan adalah sumber dan asal-mulanya.

“Dan apakah keberagaman penderitaan? Ada penderitaan berat; ada penderitaan ringan; ada penderitaan yang memudar secara lambat; ada penderitaan yang memudar secara cepat. Ini disebut keberagaman penderitaan.

“Dan apakah akibat dari penderitaan? Di sini, seseorang dikalahkan oleh penderitaan, dengan pikiran dikuasai oleh penderitaan, berdukacita, merana, dan meratap; ia menangis dengan memukul dadanya dan menjadi bingung. Atau dengan dikalahkan oleh penderitaan, dengan pikiran dikuasai oleh penderitaan, ia pergi mencari di luar, dengan berkata: ‘Siapakah yang mengetahui satu atau dua kata untuk mengakhiri penderitaan ini?’13 Penderitaan, Aku katakan, berakibat pada kebingungan atau pada pencarian. Ini disebut akibat dari penderitaan.

“Dan apakah lenyapnya penderitaan? Dengan lenyapnya ketagihan maka lenyap pula penderitaan.

“Jalan Mulia Berunsur Delapan ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan, yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami penderitaan, [417] sumber dan asal-mula penderitaan, keberagaman penderitaan, akibat dari penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan, maka ia memahami kehidupan spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Penderitaan harus dipahami … jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

“Ini, para bhikkhu, adalah penjelasan Dhamma yang menembus itu.”


Catatan Kaki
  1. Nibbedhikapariyāyaṃ vo bhikkhave dhammapariyāyaṃ desessāmi. Mp: “Suatu penjelasan yang menembus adalah penjelasan yang menembus dan memecahkan kumpulan keserakahan, [kebencian, dan delusi] yang belum ditembus dan belum dipecahkan sebelumnya.” ↩︎

  2. Teks berselang-seling antara bentuk tunggal dan jamak dari kamma. Saya menggunakan bentuk tunggal, yang terdengar lebih wajar dalam Bahasa Inggris. ↩︎

  3. Berlawanan dengan seluruh tiga edisi, saya menganggap kemunculan pertama dari saṅkapparāgo purisassa kāmo sebagai prosa atau satu baris dari syair terkenal yang dikutip dalam prosa. Syair berikutnya adalah syair normal empat baris bukan syair lima baris. Baca SN 1:34, I 22, di mana syair ini muncul dalam hanya empat baris. Mp menjelaskan saṅkapparāgo sebagai “nafsu yang muncul melalui kehendak” (saṅkappavasena uppannarāgo). Kāmasaṅkappo adalah salah satu dari tiga jenis pemikiran tidak bermanfaat, dan jelas dari konteksnya bahwa ini adalah apa yang dimaksudkan. Untuk pembahasan lebih lanjut, baca CDB 366, catatan 72. Syair ini tidak terdapat dalam paralel China, MĀ 111. ↩︎

  4. Mp menjelaskan ini sebagai kontak yang berdampingan (sahajātaphassa). ↩︎

  5. Mp: “Seseorang yang menginginkan kenikmatan indria surgawi, dengan memenuhi perilaku baik, terlahir kembali di alam deva [dan memperoleh] eksistensi diri yang merupakan konsekuensi dari kebaikan. Dengan melakukan perbuatan buruk, seseorang terlahir kembali di alam sengsara [dan memperoleh] eksistensi diri yang merupakan konsekuensi dari keburukan.” ↩︎

  6. Sehubungan dengan frasa terakhir, Mp mengatakan bahwa ini adalah kehidupan spiritual sang jalan (brahmacariyasaṅkhāto maggo va) yang disebut lenyapnya kenikmatan indria. Akan terlihat bahwa masing-masing bagian mengikuti pola empat kebenaran mulia, dengan dua penambahan: keberagaman (vemattatā) dan akibat (vipāka). ↩︎

  7. Sāmisā. Mp: “Berhubungan dengan umpan kekotoran” (kilesāmisasampayuttā). ↩︎

  8. Vohāravepakkaṃsaññaṃ vadāmi. Mp: “Ungkapan, yang terdapat dalam pembicaraan, adalah akibat dari persepsi.” ↩︎

  9. Cetanā ‘ham bhikkhave kammaṃ vadāmi. Ini mungkin harus dipahami sebagai bermakna bahwa kehendak adalah faktor yang diperlukan dalam menciptakan kamma, bukan bahwa kehendak adalah selalu dan dalam semua kasus akan menciptakan kamma. Dengan demikian ini dapat dilihat sebagai suatu lawan dari posisi Jain bahwa segala perbuatan, bahkan yang tidak disengaja, akan menciptakan kamma. Paralel China, MĀ 111, pada T I 600a23-24, mengatakan: “Bagaimanakah seseorang memahami kamma? Ada dua jenis kamma: kehendak dan kamma [yang tercipta] ketika seseorang telah berkehendak” (云何知業。謂有二業思。已思業。). ↩︎

  10. Pernyataan ini harus dipahami dalam makna bahwa akibat kamma dialami dalam alamnya masing-masing. ↩︎

  11. Baca p. 1639, catatan 372, dan p. 1666, catatan 547. Paralel China, MĀ 111 di sini mencantumkan empat perbedaan kamma yang terdapat dalam 4:232-33. Tetapi MĀ 15 (pada T I 437b26) membicarakan hanya dua jenis akibat, dalam kehidupan ini atau dalam kehidupan mendatang, tanpa alternatif ke tiga. ↩︎

  12. Ini mungkin harus dipahami dalam makna bahwa, karena kontak adalah kondisi bagi kehendak dan kamma dapat dijelaskan sebagai kehendak, oleh karena itu maka kontak adalah kondisi bagi kamma. ↩︎

  13. Ko ekapadaṃ dvipadaṃ jānāti imassa dukkhassa nirodhāya. Mp: “Maknanya adalah: ‘Siapakah yang mengetahui mantra, mantra satu kata atau dua kata?’” Paralel China pada T I 600b17-18 menggunakan karakter 呪(=咒), yang berarti “mantra”. ↩︎