easter-japanese

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Mahācunda sedang menetap di tengah-tengah penduduk Ceti di Sahajāti. Di sana ia berkata kepada para bhikkhu:

“Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahācunda berkata sebagai berikut:

(1) “Di sini, teman-teman, para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma1 meremehkan para bhikkhu lain yang adalah para meditator, dengan mengatakan: ‘Mereka bermeditasi dan merenung, [mengaku]: “Kami adalah meditator, kami adalah meditator!”2 Mengapakah mereka bermeditasi? Dalam cara seperti apakah mereka bermeditasi? Bagaimanakah mereka bermeditasi?’ Dalam hal ini, para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma tidak senang, dan para bhikkhu yang adalah para meditator tidak senang, dan mereka tidak berlatih demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia.

(2) “Tetapi para bhikkhu yang bermeditasi itu juga meremehkan para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma, dengan mengatakan: ‘Mereka gelisah, tinggi hati, pongah, banyak bicara, berbicara tanpa tujuan, berpikiran kacau, tanpa pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara, dengan organ-organ indria kendur, [mengaku]: “Kami adalah ahli Dhamma, kami adalah ahli Dhamma!” Mengapakah mereka menjadi ahli Dhamma? Dalam cara seperti apakah mereka menjadi ahli Dhamma? Bagaimanakah mereka menjadi ahli Dhamma?’ Dalam hal ini, para meditator tidak senang, dan ahli-ahli Dhamma tidak senang, dan mereka tidak berlatih demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia.

(3) “Teman-teman, para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma memuji hanya para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma, bukan mereka yang adalah para meditator. Dalam hal ini, para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma [356] tidak senang, dan para bhikkhu yang adalah para meditator tidak senang, dan mereka tidak berlatih demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia.

(4). “Tetapi para bhikkhu yang adalah para meditator memuji hanya para bhikkhu yang adalah para meditator, bukan mereka yang adalah ahli-ahli Dhamma. Dalam hal ini, para bhikkhu yang adalah para meditator tidak senang, dan mereka yang adalah ahli-ahli Dhamma tidak senang, dan mereka tidak berlatih demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, para deva dan manusia.

(5) “Oleh karena itu, teman-teman, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami yang adalah ahli-ahli Dhamma akan memuji para bhikkhu yang adalah para meditator.’ Demikianlah kalian harus berlatih. Karena alasan apakah? Karena, teman-teman, orang-orang ini adalah menakjubkan dan jarang terdapat di dunia ini yang berdiam setelah menyentuh elemen tanpa-kematian dengan jasmani.3

(6) “Oleh karena itu, teman-teman, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami yang adalah para meditator akan memuji para bhikkhu yang adalah ahli-ahli Dhamma.’ Demikianlah kalian harus berlatih. Karena alasan apakah? Karena, teman-teman, orang-orang ini adalah menakjubkan dan jarang terdapat di dunia ini yang melihat persoalan yang mendalam dan tajam setelah menembusnya dengan kebijaksanaan.”4


Catatan Kaki
  1. Dhammayogā. Mp mengatakan ini adalah sebutan untuk pembabar Dhamma (dhammakathikā), tetapi ini juga dapat merujuk pada semua yang secara dominan mengadopsi pendekatan kognitif pada Dhamma. Kata ini tampaknya unik pada teks ini, perbedaan antara para meditator dan mereka yang berfokus pada Dhamma menyiratkan asal-usul belakangan ketika penugasan-penugasan dalam Saṅgha telah terpecah dua menjadi kedua kelompok ini. ↩︎

  2. Jhāyanti pajjhāyanti. Nuansanya agak mengejek. Be menggunakan rangkaian empat kata kerja: jhāyanti pajjhāyanti nijjhāyanti avajjhāyanti. Untuk penggunaan kata kerja yang mengejek yang serupa tentang jhāyanti, baca 11:9, V 323,18; MN 50.13, I 334,18-34. ↩︎

  3. Amataṃ dhātuṃ kāyena phusitvā viharanti. Mp: “Ini merujuk pada elemen nibbāna, disebut ‘tanpa-kematian’ karena hampa dari kematian. Setelah menerima subjek meditasi, secara bertahap mereka berdiam setelah menyentuhnya dengan tubuh pikiran.” ↩︎

  4. Gambhīraṃ atthapadaṃ paññāya ativijjhā passanti. Mp: “‘Yang mendalam dan tajam’ termasuk kelompok-kelompok unsur kehidupan, elemen-elemen, landasan-landasan indria, dan sebagainya, yang halus dan tersembunyi. Mereka melihat ini setelah menembusnya dengan pandangan terang dan kebijaksanaan sang jalan (sahavipassanāya maggapaññāya).” ↩︎