easter-japanese

Pada suatu pagi, Yang Mulia Ānanda merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan pergi ke rumah umat awam perempuan Migasālā, di mana ia duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya. Kemudian umat awam perempuan Migasālā mendekati Yang Mulia Ānanda, bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Bhante Ānanda, bagaimanakah ajaran Sang Bhagavā ini dipahami, di mana seorang yang hidup selibat dan seorang yang tidak hidup selibat keduanya memiliki alam tujuan yang persis sama di masa depan mereka? [348] Ayahku Purāṇa menjalani kehidupan selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Ketika ia meninggal dunia, Sang Bhagavā menyatakan: ‘Ia mencapai tingkat yang-kembali-sekali1 dan telah terlahir kembali dalam kelompok [para deva] Tusita.’ Pamanku2 Isidatta dari pihak ayah tidak menjalani kehidupan selibat melainkan menjalani kehidupan menikah yang menyenangkan. Ketika ia meninggal dunia, Sang Bhagavā menyatakan: ‘Ia mencapai tingkat yang-kembali-sekali dan telah terlahir kembali dalam kelompok [para deva] Tusita.’ Bhante Ānanda, bagaimanakah ajaran Sang Bhagavā ini dipahami, di mana seorang yang hidup selibat dan seorang yang tidak hidup selibat keduanya memiliki alam tujuan yang persis sama di masa depan mereka?”

“Persis demikianlah, Saudari, Sang Bhagavā menyatakannya.”3

Kemudian, ketika Yang Mulia Ānanda telah menerima dana makanan di rumah Migasālā, ia bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dana makanan, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Di sini, Bhante, di pagi hari, aku merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahku, dan pergi ke rumah umat awam perempuan Migasālā … [349] [seluruhnya seperti di atas, hingga] … Ketika ia menanyakan hal ini kepadaku, aku menjawab: ‘Persis demikianlah, Saudari, Sang Bhagavā menyatakannya.’”

[Sang Bhagavā berkata:] “Siapakah sesungguhnya umat awam perempuan Migasālā ini, seorang perempuan yang dungu dan tidak kompeten dengan kecerdasan seorang perempuan?4 Dan siapakah mereka [yang memiliki] pengetahuan tentang orang-orang lain sebagai tinggi dan rendah?5

“Ada, Ānanda, enam jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah enam ini?

(1) “Di sini, Ānanda, ada seseorang yang lembut, seorang teman yang menyenangkan, yang dengannya teman-temannya para bhikkhu menetap dengan gembira. Tetapi ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran], tidak menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan tidak menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia tidak mencapai kebebasan sementara.6 Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(2) “Kemudian, Ānanda, ada seseorang yang lembut, seorang teman yang menyenangkan, yang dengannya teman-temannya para bhikkhu menetap dengan gembira. Dan ia mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang orang lain: ‘Orang ini memiliki kualitas yang sama dengan yang lainnya. Mengapakah yang satu menjadi lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ [Penilaian] mereka yang demikian7 sesungguhnya akan mengarah pada bahaya dan penderitaan mereka untuk waktu yang lama.

“Di antara mereka, Ānanda, seorang yang lembut, seorang teman yang menyenangkan, yang dengannya teman-temannya para bhikkhu menetap dengan gembira, yang telah mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan yang mencapai kebebasan sementara, [350] melampaui dan mengungguli yang lainnya. Karena alasan apakah? Karena arus-Dhamma membawanya.8 Tetapi siapakah yang dapat mengetahui perbedaan ini kecuali Sang Tathāgata?

“Oleh karena itu, Ānanda, jangan bersikap menghakimi sehubungan dengan orang-orang. Jangan memberikan penilaian atas orang-orang. Mereka yang memberikan penilaian atas orang-orang telah membahayakan diri mereka sendiri. Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang dapat memberikan penilaian atas orang-orang.

(3) “Kemudian, Ānanda, terdapat kemarahan dan keangkuhan pada diri seseorang, dan dari waktu ke waktu kondisi-kondisi keserakahan9 muncul padanya. Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran], tidak menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan tidak menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(4) “Kemudian, Ānanda, terdapat kemarahan dan keangkuhan pada diri seseorang, dan dari waktu ke waktu kondisi-kondisi keserakahan muncul padanya. Tetapi ia mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang orang lain … Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang dapat memberikan penilaian atas orang-orang.10

(5) “Kemudian, Ānanda, terdapat kemarahan dan keangkuhan pada diri seseorang, dan dari waktu ke waktu ia terlibat dalam perbincangan.11 Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran], tidak menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan tidak menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(6) “Kemudian, Ānanda, terdapat kemarahan dan keangkuhan pada diri seseorang, dan dari waktu ke waktu ia terlibat dalam perbincangan. Tetapi ia mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, [351] ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang orang lain: ‘Orang ini memiliki kualitas yang sama dengan yang lainnya. Mengapakah yang satu menjadi lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ [Penilaian] mereka yang demikian sesungguhnya akan mengarah pada bahaya dan penderitaan mereka untuk waktu yang lama.

“Di antara mereka, Ānanda, seorang yang padanya terdapat kemarahan dan keangkuhan, dan yang dari waktu ke waktu ia terlibat dalam perbincangan, tetapi ia mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [dalam ajaran-ajaran], dan menembus [ajaran-ajaran] melalui pandangan, dan ia mencapai kebebasan sementara, melampaui dan mengungguli yang lainnya. Karena alasan apakah? Karena arus-Dhamma membawanya. Tetapi siapakah yang dapat mengetahui perbedaan ini kecuali Sang Tathāgata?

“Oleh karena itu, Ānanda, jangan bersikap menghakimi sehubungan dengan orang-orang. Jangan memberikan penilaian atas orang-orang. Mereka yang memberikan penilaian atas orang-orang telah membahayakan diri mereka sendiri. Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang dapat memberikan penilaian atas orang-orang.

“Siapakah sesungguhnya umat awam perempuan Migasālā ini, seorang perempuan yang dungu dan tidak kompeten dengan kecerdasan seorang perempuan? Dan siapakah mereka [yang memiliki] pengetahuan tentang orang-orang lain sebagai tinggi dan rendah?

“Ini adalah keenam jenis orang yang terdapat di dunia.

“Ānanda, jika Isidatta memiliki perilaku bermoral yang sama dengan yang dimiliki oleh Purāṇa, maka Purāṇa bahkan tidak dapat mengetahui alam tujuan Isidatta. Dan jika Purāṇa memiliki kebijaksanaan yang sama dengan yang dimiliki oleh Isidatta, maka Isidatta bahkan tidak dapat mengetahui alam tujuan Purāṇa.12 demikianlah, Ānanda, kedua orang ini masing-masing kurang dalam satu aspek.”


Catatan Kaki
  1. Saya menganggap tulisan yang benar di sini adalah dari Be sakadāgāmipatto (juga terdapat dalam naskah Burma), berlawanan dengan Ce dan Ee sakadāgāmi satto. Tertukarnya s dan p bukanlah tidak biasa dalam naskah-naskah Sinhala. Akan tetapi, kemasan dalam Mp, sakadāgāmipuggalo hutvā, menyiratkan bahwa komentator menggunakan teks dengan tulisan sakadāgāmī satto. Bukan tidak mungkin bahwa perubahan ini (jika ini benar) terjadi pada sebelum masa komentar. ↩︎

  2. Ce dan Be petteyyopi; Ee petteyyo piyo. Satu-satunya arti petteyya yang diberikan oleh PED adalah “menunjukkan kasih sayang terhadap ayahnya,” yang tidak sesuai di sini. Di sini kita mungkin harus membaca pettāpiyo, yang didefinisikan oleh PED sebagai “saudara ayah, paman dari pihak ayah.” Dalam versi pada 10:75, Ce menuliskan pettā pi yo dan Ee pettā piyo, yang, dengan menghilangkan spasinya, keduanya menghasilkan tulisan yang dimaksudkan. Dalam MN 89.18, II 123,27 – 124,11, Purāṇa dan Isidatta dikatakan sebagai pejabat dari Raja Pasenadi Kosala tetapi memperlihatkan hormat yang lebih besar kepada Sang Buddha daripada kepada sang raja. Cinta mereka pada Sang Buddha diungkapkan dalam SN 55:6, V 348-52. ↩︎

  3. Mp: “Ānanda mengatakan hal ini karena ia tidak mengetahui alasannya.” Brahmāli menulis: “Saya memahami Ānanda hanya berkata bahwa hal itu harus dipahami persis seperti yang dijelaskan oleh Sang Buddha,” dan ia menyarankan terjemahan kalimat ini: “Persis demikianlah, Saudari, karena ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā.” Akan tetapi, pada titik ini pernyataan Sang Buddha atas takdir mereka masih belum dijelaskan. Penjelasannya baru muncul pada akhir sutta, ketika Sang Buddha memuji hal-hal yang kuat pada masing-masing kedua siswa laki-laki yang telah meninggal dunia itu. ↩︎

  4. Ce ambakapaññā; Be di sini menuliskan ammakasaññā, “persepsi seorang perempuan” atau “gagasan seorang perempuan,” tetapi teks 10:75 pada Be membaca ammakapaññā. Ee menuliskan ambakasaññā di sini tetapi ambakapaññā dalam paragraf penutup. Jelas bahwa tulisan Ee yang pertama adalah kesalahan cetak untuk yang belakangan, karena pada kemunculan pertama saññā disebutkan dalam catatan sebagai salah satu variasi. Sekali lagi, pertukaran s/p yang sering terjadi pasti mendasari variasi ini. Ambaka dalam Ce dan Ee (atau Be ammaka) diturunkan dari ammā, “ibu,” tetapi dengan makna yang lebih umum sebagai perempuan. Mp-t menjelaskan “Ammakā (atau ambakā) bermakna perempuan (lit., kelompok ibu-ibu). Ini adalah istilah metaforis. Yaitu, ibu-ibu, kelompok ibu-ibu, orangtua pihak ibu, terdapat di antara perempuan” (Ammakāti mātugāmo. Upacāravacanañh’etaṃ. Itthīsu yadidaṃ ammakā mātugāmo jananī janikā). SED sv ambā menuliskan “seorang ibu, perempuan yang baik (sebagai gelar hormat).” Dan pada ambikā: “seorang ibu, perempuan yang baik (sebagai sebutan hormat).” Paralel China pada T II 258,c8-9, tidak memasukkan generalisasi merendahkan tentang perempuan, namun menyebutkan hal itu dengan merujuk pada Migasālā sebagai seorang individu: “Umat awam perempuan Migasālā adalah dungu dan memiliki sedikit kebijaksanaan” (鹿住優婆夷愚癡少智). ↩︎

  5. Penjajaran bentuk nominatif ke dengan bentuk lokatif -ñāṇe agak membingungkan. Saya menganggap maknanya sebagai bahwa mereka yang dirujuk oleh ke telah kokoh dalam pengetahuan ini. Mungkin, walaupun -ñāṇe adalah bentuk timur yang tersisa, sebuah bentuk jamak nominatif yang sesuai dengan ke. Mp tidak berusaha untuk memecahkan masalah ini, tetapi ketika mengomentari tentang “pengetahuan tentang orang-orang lain sebagai tinggi dan rendah” (purisapuggalaparopariyañāṇe), Mp menjelaskan pengetahuan ini sebagai “pengetahuan atas indria-indria tinggi dan rendah dari orang-orang lain melalui ketajaman dan ketumpulan” (purisapuggallānaṃ tikkhamuduvasena indriyaparopariyañāṇaṃ). ↩︎

  6. Sāmāyikampi vimuttiṃ na labhati. Mp mengatakan bahwa ia tidak kadang-kadang memperoleh sukacita dan kegembiraan yang diturunkan dari mendengarkan Dhamma. Akan tetapi, Paṭis II 40,16-17, mendefinisikan sinonim yang mendekati samayavimokkho sebagai empat jhāna dan empat pencapaian tanpa bentuk (cattāri ca jhānāni, catasso ca arūpasamāpattiyo, ayaṃ samayavimokkho, yang dibedakan dari kebebasan permanen, yang diidentifikasikan sebagai empat jalan mulia, empat buah kehidupan spiritual, dan nibbāna (cattāro ca ariyamaggā, cattāri ca sāmaññaphalāni, nibbānañca, ayaṃ asamayavimokkho). ↩︎

  7. Teks hanya membaca taṃ hi tesaṃ, tanpa menyebutkan apa yang dirujuk oleh taṃ. Mp menjelaskan bahwa ini adalah memberikan penilaian (taṃ pamāṇakaraṇaṃ). ↩︎

  8. Imaṃ puggalaṃ dhammasotaṃ nibbahati. Mp: “Pengetahuan pandangan terang, muncul dengan kuat, membawanya bersama, menuntunnya menuju alam para mulia.” ↩︎

  9. Teks menuliskan lobhadhammā, “keadaan keserakahan,” yang dikemas oleh Mp sebagai “hanya keserakahan” (lobho yeva). ↩︎

  10. Di sini saya mengikuti teks cetakan dari Ce, dengan penghilangan. Edisi elektronik Ce melengkapi bagian penghilangan itu secara keliru. ↩︎

  11. Di sini dan dalam §6, saya bersama Ce membaca vacīsaṃsārā, yang juga merupakan tulisan pada Mp (Ce). Be dan Ee menuliskan vacīsaṅkhārā. Mp mengemas: “Hanya ucapan dalam menyapa dan berbincang” (ālāpasallāpavasena vacanāñ’eva). Vacīsaṃsāro terdapat pada 2:63, di mana ini merujuk pada perdebatan antara kelompok-kelompok para bhikkhu. ↩︎

  12. Mp: “Purāṇa unggul dalam perilaku bermoral, Isidatta dalam kebijaksanaan. Perilaku bermoral Purāṇa sebanding dengan keunggulan kebijaksanaan Isidatta; kebijaksanaan Isidatta sebanding dengan keunggulan perilaku bermoral Purāṇa.” ↩︎