A iii 320
Kesempatan (2)
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Bhikkhu Bodhi
ShortUrl:
Pada suatu ketika sejumlah bhikkhu senior sedang menetap di Bārāṇasī di taman rusa di Isipatana. Kemudian, setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan, para bhikkhu senior itu berkumpul dan sedang duduk bersama di pendopo ketika perbincangan ini muncul di antara mereka: “Kapankah, teman-teman, kesempatan yang layak itu untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat?”
Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada para bhikkhu senior itu: “Teman-teman, setelah ia makan, ketika seorang bhikkhu terhormat telah kembali dari perjalanan menerima dana makanan, telah mencuci kakinya, dan sedang duduk bersila, menegakkan tubuhnya, setelah menegakkan perhatian di depannya: itu adalah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya.”
Ketika ia telah selesai berbicara, bhikkhu lainnya berkata kepadanya: “Teman, itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat. Setelah ia makan, ketika seorang bhikkhu terhormat telah kembali dari perjalanan menerima dana makanan, telah mencuci kakinya, dan sedang duduk bersila, menegakkan tubuh, setelah menegakkan perhatian di depannya, kelelahannya karena berjalan [untuk menerima dana makanan] dan karena makan belum mereda. Oleh karenanya itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya. Tetapi di malam hari, ketika seorang bhikkhu terhormat telah keluar dari keterasingan dan sedang duduk bersila di bawah keteduhan tempat kediamannya, menegakkan tubuh, setelah menegakkan perhatian di depannya: itu adalah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya.”
Ketika ia telah selesai berbicara, bhikkhu lainnya berkata kepadanya: “Teman, itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat. [321]
Di malam hari, ketika seorang bhikkhu terhormat telah keluar dari keterasingan dan sedang duduk bersila di bawah keteduhan tempat kediamannya, menegakkan tubuh, setelah menegakkan perhatian di depannya, objek konsentrasi yang ia perhatikan selama siang hari masih ada padanya.1 Oleh karenanya itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya. Tetapi ketika seorang bhikkhu terhormat telah terjaga ketika malam hampir berakhir dan sedang duduk bersila, menegakkan tubuh, setelah menegakkan perhatian di depannya: itu adalah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya.”
Ketika ia telah selesai berbicara, bhikkhu lainnya berkata kepadanya: “Teman, itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat. Ketika seorang bhikkhu terhormat telah terjaga ketika malam hampir berakhir dan sedang duduk bersila, menegakkan tubuh, setelah menegakkan perhatian di depannya, pada saat itu tubuhnya segar; adalah mudah baginya untuk mempraktikkan ajaran para Buddha. Oleh karenanya itu bukanlah kesempatan yang layak untuk pergi menemuinya.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Mahākaccāna berkata kepada para bhikkhu senior itu: “Teman-teman, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar dan mempelajari hal ini:
“’Ada, bhikkhu, enam kesempatan yang layak ini untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat. Apakah enam ini? (1) “Di sini, bhikkhu, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh nafsu indriawi … [seperti pada 6:27] [322]
… (2) … dikuasai dan ditindas oleh niat buruk … (3) … dikuasai dan ditindas oleh ketumpulan dan kantuk … (4) … dikuasai dan ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan … (5) … dikuasai dan ditindas oleh keragu-raguan … (6) … ketika seorang bhikkhu tidak mengetahui dan tidak melihat harus mengandalkan dan memperhatikan objek apa untuk dapat segera mencapai hancurnya noda-noda … Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma demi hancurnya noda-noda. Ini adalah kesempatan ke enam yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.’
“Teman-teman, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar dan mempelajari hal ini: ‘Ini, bhikkhu, adalah keenam kesempatan yang layak itu untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.’”
Mp: “Pada saat ketika ia sedang duduk dalam keberdiaman siang harinya, objek konsentrasi itu muncul di pintu pikirannya.” ↩︎