easter-japanese

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, berapa banyakkah kesempatan yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat?”1

“Ada, bhikkhu, enam kesempatan yang layak ini untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat. Apakah enam ini?

(1) “Di sini, bhikkhu, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh nafsu indriawi, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indriawi yang telah muncul itu, maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, pikiranku dikuasai dan ditindas oleh nafsu indriawi, [318] dan aku tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indriawi yang telah muncul itu. Sudilah mengajariku Dhamma untuk meninggalkan nafsu indriawi.’ Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma untuk meninggalkan nafsu indriawi. Ini adalah kesempatan pertama yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

(2) “Kemudian, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh niat buruk, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari niat buruk yang telah muncul itu, maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, pikiranku dikuasai dan ditindas oleh niat buruk …’ Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma untuk meninggalkan niat buruk. Ini adalah kesempatan ke dua yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

(3) “Kemudian, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh ketumpulan dan kantuk, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari ketumpulan dan kantuk yang telah muncul itu, maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, pikiranku dikuasai dan ditindas oleh ketumpulan dan kantuk …’ Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma untuk meninggalkan ketumpulan dan kantuk. Ini adalah kesempatan ke tiga yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

(4) “Kemudian, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul itu, maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, pikiranku dikuasai dan ditindas oleh kegelisahan dan penyesalan …’ [319] … Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma untuk meninggalkan kegelisahan dan penyesalan. Ini adalah kesempatan ke empat yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

(5) “Kemudian, ketika pikiran seorang bhikkhu dikuasai dan ditindas oleh keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul itu, maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, pikiranku dikuasai dan ditindas oleh keragu-raguan dan aku tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul itu. Sudilah mengajariku Dhamma untuk meninggalkan keragu-raguan.’ Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma untuk meninggalkan keragu-raguan. Ini adalah kesempatan ke lima yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

(6) “Kemudian, ketika seorang bhikkhu tidak mengetahui dan tidak melihat harus mengandalkan dan memperhatikan objek apa untuk dapat segera mencapai hancurnya noda-noda,2 maka pada saat itu ia harus mendatangi seorang bhikkhu terhormat dan berkata kepadanya: ‘Teman, aku tidak mengetahui dan tidak melihat harus mengandalkan dan memperhatikan objek apa untuk dapat segera mencapai hancurnya noda-noda. Sudilah mengajariku Dhamma demi hancurnya noda-noda.’ Kemudian bhikkhu terhormat itu mengajarinya Dhamma demi hancurnya noda-noda. Ini adalah kesempatan ke enam yang layak untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.

“Ini, bhikkhu, adalah keenam kesempatan yang layak itu untuk pergi menemui seorang bhikkhu terhormat.” [320]


Catatan Kaki
  1. Manobhāvanīyassa bhikkhuno dassanāya upasaṅkamituṃ. Komentar secara konsisten menjelaskan manobhāvanīyā bermakna “mereka yang meningkatkan penghormatan,” atau “mereka yang layak menerima penghormatan,” daripada “mereka yang telah mengembangkan pikiran.” Demikianlah Spk II 250,1-2 mengatakan para bhikkhu itu adalah manobhāvanīyā “yang, ketika dilihat, membuat pikiran tumbuh dalam apa yang bermanfaat” (yesu hi diṭṭhesu kusalavasena cittaṃ vaḍḍhati). ↩︎

  2. Yam nimittaṃ āgamma yaṃ nimittaṃ manasikaroto anantarā āsavānaṃ khayo hoti. Tentang “segera mencapai hancurnya noda-noda,” baca Jilid 2 pp. 345-356, catatan 234. ↩︎