easter-japanese

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini?

(1) “Di sini, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria … seseorang masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Ia merenungkan fenomena apa pun di sana yang berhubungan dengan bentuk, perasaan, persepsi, aktivitas-aktivitas kehendak, dan kesadaran sebagai tidak kekal, sebagai penderitaan, sebagai penyakit, sebagai bisul, sebagai anak panah, sebagai kesengsaraan, sebagai siksaan, sebagai makhluk asing, sebagai kehancuran, sebagai kosong, sebagai tanpa-diri.1 Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva di alam murni.2 Ini adalah kelahiran kembali yang tidak terjadi pada kaum duniawi.

(2) “Kemudian, seseorang, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … (3) Dengan memudarnya sukacita … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … (4) Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Ia merenungkan fenomena apa pun di sana yang berhubungan dengan bentuk, perasaan, persepsi, aktivitas-aktivitas kehendak, dan kesadaran sebagai tidak kekal, sebagai penderitaan, sebagai penyakit, sebagai bisul, sebagai anak panah, sebagai kesengsaraan, sebagai siksaan, sebagai makhluk asing, sebagai kehancuran, sebagai kosong, sebagai tanpa-diri. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva di alam murni. Ini adalah kelahiran kembali yang tidak terjadi pada kaum duniawi.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”


Catatan Kaki
  1. Te dhamme aniccato dukkhato rogato gaṇḍato sallato aghato ābādhato parato palokato suññato anattato samanupassati. Mp: “Di antara sebelas kata ini, dua – tidak kekal dan kehancuran – menyiratkan karakteristik ketidak-kekalan. Dua – kosong dan tanpa-diri – menyiratkan karakteristik tanpa-diri. Yang lainnya menyiratkan karakteristik penderitaan. Dengan menghubungkan ketiga karakteristik dengan kelima kelompok unsur kehidupan dan melihatnya demikian, ia mencapai tiga jalan dan buah. Setelah mengembangkan jhāna ke empat, kokoh di dalamnya, ‘ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva di alam murni.’” ↩︎

  2. Alam murni (suddhāvāsā) adalah lima alam kehidupan dalam alam berbentuk di alam mana para yang-tidak-kembali dapat terlahir kembali. Para yang-tidak-kembali mencapai Kearahattaan di sana tanpa pernah kembali ke alam yang lebih rendah. Baca CMA 192-93. ↩︎