easter-japanese

“Para bhikkhu, ada tiga jenis individu ini terdapat di dunia. Apakah tiga ini? Seorang yang tanpa pengharapan, seorang yang penuh dengan pengharapan, dan seorang yang telah mengatasi pengharapan.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, orang yang tanpa pengharapan? Di sini, seorang terlahir kembali dalam keluarga rendah – sebuah keluarga caṇḍāla, pekerja bambu, pemburu, pembuat kereta, atau pemungut bunga1 - seorang yang miskin, dengan sedikit makanan dan minuman, yang bertahan dengan susah-payah, di mana makanan dan pakaian diperoleh dengan susah-payah; dan ia berpenampilan buruk, tidak menarik untuk dilihat, cebol, dengan banyak penyakit: buta, timpang, pincang, atau lumpuh. Ia tidak memperoleh makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan; kalung-kalung bunga, wewangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. Ia mendengar: ‘Para khattiya telah menobatkan khattiya itu.’ Ia tidak berpikir: ‘Kapankah para khattiya menobatkan aku juga?’ Ini disebut orang tanpa pengharapan.

(2) “Dan apakah orang yang penuh pengharapan? [108] Di sini, putra sulung dari seorang raja khattiya yang sah, seorang yang pasti dinobatkan tetapi masih belum dinobatkan, telah mencapai ketidak-goyahan.2 Ia mendengar: ‘Para khattiya telah menobatkan khattiya itu.’ Ia berpikir: ‘Kapankah para khattiya menobatkan aku juga?’ Ini disebut orang yang penuh pengharapan.

(3) “Dan apakah orang yang telah mengatasi pengharapan? Di sini, seorang raja khattiya yang sah mendengar: ‘Khattiya itu telah dinobatkan oleh para khattiya.’ Ia tidak berpikir: ‘Kapankah para khattiya menobatkan aku juga?’ Karena alasan apakah? Karena pengharapan masa lalunya agar dinobatkan telah memudar ketika ia dinobatkan. Ini disebut orang yang telah mengatasi pengharapan.

“Ini adalah ketiga jenis individu itu yang terdapat di dunia ini.

“Demikian pula, para bhikkhu, ada tiga jenis orang terdapat di antara para bhikkhu. Apakah tiga ini? Seorang yang tanpa pengharapan, seorang yang penuh dengan pengharapan, dan seorang yang telah mengatasi pengharapan.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, orang yang tanpa pengharapan? Di sini, seseorang adalah tidak bermoral, berkarakter buruk, berperilaku tidak murni dan mencurigakan, merahasiakan perbuatannya, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku hidup selibat, busuk dalam batinnya, jahat, rusak. Ia mendengar: ‘Bhikkhu itu, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.’ Ia tidak berpikir: ‘Kapankah aku juga, dengan hancurnya noda-noda, akan merealisasi untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’ Ini disebut orang yang tanpa pengharapan.

(2) “Dan apakah orang yang penuh pengharapan? Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral, berkarakter baik. Ia [109] mendengar: ‘Bhikkhu itu, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.’ Ia berpikir: ‘Kapankah aku juga, dengan hancurnya noda-noda, akan merealisasi untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’ Ini disebut orang yang penuh pengharapan.

(3) “Dan apakah orang yang telah mengatasi pengharapan? Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang Arahant, seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan. Ia mendengar: ‘Bhikkhu itu, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasi untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.’ Ia tidak berpikir: ‘Kapankah aku juga, dengan hancurnya noda-noda, akan merealisasi untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’ Karena alasan apakah? Karena pengharapannya di masa lalu atas kebebasannya telah memudar ketika ia terbebaskan. Ini disebut orang yang telah mengatasi pengharapan.

“Ini adalah ketiga jenis orang itu terdapat di antara para bhikkhu.”


Catatan Kaki
  1. Ini semuanya dianggap sebagai pekerjaan rendah yang hanya sesuai bagi kelompok sosial terendah. Kaum caṇḍāla adalah komunitas yang paling hina. Ce menghilangkan nesādakule vā, jelas suatu kekeliruan, karena Mp (baik Ce maupun Be) mengemas kata ini sebagai “keluarga pemburu rusa” (migaluddakānaṃ kule). ↩︎

  2. Ce membaca macalappatto; Ee – macalapatto; Be acalappatto. Dalam 4:87 §1 kita menemukan samaṇamacalo, yang tentang ini baca Jilid 2 p.331, catatan 161. Di sini Mp menjelaskan: “Ketika yang tertua – seorang yang seharusnya dinobatkan tetapi masih belum dinobatkan – masih bayi, maka ia tidak memiliki keinginan untuk dinobatkan. Tetapi ketika ia mencapai usia enam belas dan janggutnya mulai tumbuh, ia disebut ‘seorang yang telah mencapai ketidak-goyahan.’ Ia mampu memerintah suatu wilayah yang luas, oleh karena itu [Sang Buddha] mengatakan ‘seorang yang telah mencapai ketidak-goyahan.’” ↩︎