easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Bārāṇasī di taman rusa di Isipatana. Kemudian, di pagi hari, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan memasuki Bārāṇasī untuk menerima dana makanan. [280] Sewaktu berjalan menerima dana makanan di dekat pohon ara tempat ternak-ternak ditambatkan,1 Sang Bhagavā melihat seorang bhikkhu yang merasa tidak puas, [mencari] kepuasan di luar,2 berpikiran kacau, tanpa pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara dan organ-organ indria yang kendur. Setelah melihatnya, Beliau berkata kepada bhikkhu tersebut:

“Bhikkhu, bhikkhu! Jangan mengotori dirimu sendiri.3 Adalah tidak dapat dihindarkan, bhikkhu, bahwa lalat-lalat akan mengejar dan menyerang seseorang yang mengotori dirinya sendiri dan ternoda oleh bau busuk.”4

Kemudian, karena didorong demikian oleh Sang Bhagavā, bhikkhu itu memperoleh suatu rasa keterdesakan.5

Ketika Sang Bhagavā telah berjalan menerima dana makanan di Bārāṇasī, setelah makan, ketika Beliau telah kembali dari perjalanan itu, Beliau berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, pagi ini Aku merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahKu, dan memasuki Bārāṇasī untuk menerima dana makanan. Sewaktu berjalan menerima dana makanan di dekat pohon ara tempat ternak-ternak ditambatkan, Aku melihat seorang bhikkhu yang merasa tidak puas, [mencari] kepuasan di luar, berpikiran kacau, tanpa pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara dan organ-organ indria yang kendur. Setelah melihatnya, Aku berkata kepada bhikkhu tersebut: ‘Bhikkhu, bhikkhu! Jangan mengotori dirimu sendiri. Adalah tidak dapat dihindarkan, bhikkhu, bahwa lalat-lalat akan mengejar dan menyerang seseorang yang mengotori dirinya sendiri dan ternoda oleh bau busuk.’ Kemudian, karena didorong demikian olehKu, bhikkhu itu memperoleh suatu rasa keterdesakan.”

Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu tertentu bertanya kepada Sang Bhagavā: “Apakah, Bhante, yang dimaksudkan dengan ‘kotoran’? Apakah ‘bau busuk’? dan apakah ‘lalat-lalat’?”

(1) “Kerinduan, bhikkhu, adalah apa yang dimaksudkan dengan ‘kotoran.’ (2) Niat buruk adalah ‘bau busuk.’ (3) Pikiran-pikiran buruk yang tidak bermanfaat adalah ‘lalat-lalat’. Adalah tidak dapat dihindarkan, bhikkhu, bahwa lalat-lalat akan mengejar dan menyerang seseorang yang mengotori dirinya sendiri dan ternoda oleh bau busuk.” [281]

Lalat-lalat – pikiran-pikiran yang berdasarkan pada nafsu – akan berlari mengejar seseorang yang tidak terkendali dalam organ-organ indria, tidak terjaga dalam mata dan telinga.

Seorang bhikkhu yang kotor, ternoda oleh bau busuk, adalah jauh dari nibbāna dan hanya memetik kesusahan.

Apakah di desa atau di hutan, orang dungu yang tidak bijaksana, karena tidak memperoleh kedamaian bagi dirinya sendiri, bepergian diikuti lalat-lalat.6

Tetapi mereka yang sempurna dalam perilaku bermoral yang bersenang dalam kebijaksanaan dan kedamaian, mereka yang damai itu hidup dengan bahagia, setelah menghancurkan lalat-lalat.7


Catatan Kaki
  1. Goyogapilakkhasmiṃ. Mp: “Di dekat pohon fig yang tumbuh di tempat penjualan ternak.” PED menjelaskan pilakkha sebagai pohon fig dengan daun bergelombang. ↩︎

  2. Rittasādaṃ bāhirassādaṃ. Mp: “Merasa tidak puas: tanpa kenikmatan jhāna. [Mencari] kepuasan di luar: kepuasan dari kenikmatan indria.” Paralel China, SĀ 1081 (T II 283a20-283b26) mengatakan (pada 283a23) bahwa “ia telah memunculkan suatu pikiran tidak bermanfaat yang berhubungan dengan ketagihan yang jahat” (起不善覺, 以依惡貪). ↩︎

  3. Ma kho tvaṃ attānaṃ kaṭuviyam akāsi. Mp mengemas kaṭuviyam hanya sebagai ucchiṭṭaṃ, makanan “sisa,” tanpa penjelasan lebih lanjut. DOP mendefinisikan kata ini sebagai “(apa yang) tersisa; (apa yang) kotor, tidak murni.” ↩︎

  4. Be āmagandhena; Ce dan Ee āmagandhe. Baca Āmagandha-sutta, Sn 239-52. Mp: “Bau busuk yang terdapat dalam kemarahan.” ↩︎

  5. Saṃvegamāpādi. Mp: “Ia menjadi seorang pemasuk-arus.” Sutta-sutta biasanya menggunakan formula baku ini untuk menunjukkan pencapaian tingkat memasuki-arus, tetapi formula ini tidak terdapat dalam teks yang sekarang ini. ↩︎

  6. Ce membaca pāda b aladdhā samamattano; Be aladdhā samathamattano; Ee sammamattano. Saya lebih menyukai tulisan Ce. Seluruh tiga edisi membaca kata kerja dalam pāda c sebagai pareti, yang dikemas Mp sebagai gacchati↩︎

  7. Nāsayitvāna makkhikā. Bentuk absolutif ini berasal dari kata kerja nāseti, “menghancurkan.” ↩︎