easter-japanese

“Para bhikkhu, ada dua orang ini yang muncul di dunia ini demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia. Siapakah dua ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dan raja pemutar-roda. Ini adalah kedua orang yang muncul di dunia ini demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.”1

“Para bhikkhu, ada dua orang ini yang muncul di dunia ini yang adalah manusia-manusia luar biasa. [77] Siapakah dua ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dan raja pemutar-roda. Ini adalah kedua orang yang muncul di dunia ini yang adalah manusia-manusia luar biasa.”

“Para bhikkhu, ada dua orang ini yang kematiannya diratapi oleh banyak orang. Siapa dua ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dan raja pemutar-roda. Ini adalah kedua orang yang kematiannya diratapi oleh banyak orang.”

“Para bhikkhu, ada dua orang ini yang layak didirikan stupa.2 Siapa dua ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dan raja pemutar-roda. Ini adalah kedua orang yang layak didirikan stupa.”

“Para bhikkhu, ada dua orang ini yang tercerahkan. Siapakah dua ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dan paccekabuddha.3 Ini adalah kedua orang yang tercerahkan.”

“Para bhikkhu, ada dua ini yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar. Siapakah dua ini? Seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah dihancurkan dan seekor gajah berdarah murni. Ini adalah dua yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar.”4

“Para bhikkhu, ada dua ini yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar. Siapakah dua ini? Seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah dihancurkan dan seekor kuda berdarah murni. Ini adalah dua yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar.”

“Para bhikkhu, ada dua ini yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar. Siapakah dua ini? Seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah dihancurkan dan seekor raja binatang buas. Ini adalah dua yang tidak ketakutan oleh ledakan halilintar.”

“Para bhikkhu, karena dua alasan makhluk-makhluk gaib tidak mengucapkan bahasa manusia.5 Apakah dua ini? [Dengan berpikir:] ‘Agar kami tidak mengatakan kebohongan, dan agar kami tidak salah memahami satu sama lain dengan apa yang berlawanan dengan fakta.’ Karena dua alasan ini maka makhluk-makhluk gaib tidak mengucapkan bahasa manusia.” [78]

“Para bhikkhu, para perempuan mati dalam ketidak-puasan dan ketidak-senangan dalam dua hal. Apakah dua ini? Hubungan seksual dan melahirkan anak. Para perempuan mati dalam ketidak-puasan dan ketidak-senangan dalam kedua hal ini.”

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang keberdiaman bersama di antara orang-orang jahat, dan tentang keberdiaman bersama di antara orang-orang baik. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan bagaimanakah keberdiaman bersama di antara orang-orang jahat, dan bagaimanakah orang-orang jahat hidup bersama? Di sini, seorang bhikkhu senior berpikir: ‘Seorang [bhikkhu] senior – atau menengah atau [bhikkhu] junior – tidak boleh mengoreksiku.6 Aku tidak boleh mengoreksi seorang [bhikkhu] senior atau menengah atau [bhikkhu] junior. Jika seorang [bhikkhu] senior mengoreksiku, ia mungkin melakukannya tanpa simpati, bukan dengan simpati. Kemudian aku akan berkata “Tidak!” kepadanya dan akan merisaukannya,7 dan bahkan melihat [pelanggaranku] aku tidak memperbaikinya. Jika [seorang bhikkhu] menengah mengoreksiku … Jika seorang [bhikkhu] junior mengoreksiku, ia mungkin melakukannya tanpa simpati, bukan dengan simpati. Kemudian aku akan berkata “Tidak!” kepadanya dan akan merisaukannya, dan bahkan melihat [pelanggaranku] aku tidak memperbaikinya.’

“[Seorang bhikkhu] menengah juga berpikir …seorang [bhikkhu] junior juga berpikir: ‘Seorang [bhikkhu] senior – atau menengah atau [bhikkhu] junior – tidak boleh mengoreksiku. Aku tidak boleh mengoreksi seorang [bhikkhu] senior … [79] … dan bahkan melihat [pelanggaranku] aku tidak memperbaikinya.’ Demikianlah keberdiaman bersama di antara orang-orang jahat, dan demikianlah orang-orang jahat hidup bersama.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, keberdiaman bersama di antara orang-orang baik dan bagaimanakah orang-orang baik hidup bersama? Di sini, seorang bhikkhu senior berpikir: ‘Seorang [bhikkhu] senior – atau menengah atau [bhikkhu] junior – harus mengoreksiku. Aku harus mengoreksi seorang [bhikkhu] senior atau menengah atau [bhikkhu] junior. Jika seorang [bhikkhu] senior mengoreksiku, ia mungkin melakukannya dengan simpati, bukan tanpa simpati. Kemudian aku akan berkata “Bagus!” kepadanya dan tidak akan merisaukannya, dan melihat [pelanggaranku] aku akan memperbaikinya. Jika [seorang bhikkhu] menengah mengoreksiku … Jika seorang [bhikkhu] junior mengoreksiku, ia mungkin melakukannya dengan simpati, bukan tanpa simpati. Kemudian aku akan berkata “Bagus!” kepadanya dan tidak akan merisaukannya, dan melihat [pelanggaranku] aku akan memperbaikinya.’

“[Seorang bhikkhu] menengah juga berpikir …seorang [bhikkhu] junior juga berpikir: ‘Seorang [bhikkhu] senior – atau menengah atau [bhikkhu] junior – harus mengoreksiku. Aku harus mengoreksi seorang [bhikkhu] senior … dan melihat [pelanggaranku] aku akan memperbaikinya.’ Demikianlah keberdiaman bersama di antara orang-orang baik, dan demikianlah orang-orang baik hidup bersama.

“Para bhikkhu, ketika, sehubungan dengan persoalan disiplin, perdebatan kata-kata antara kedua pihak,8 kekeras-kepalaan atas pandangan-pandangan, dan kekesalan, ketidak-senangan, dan kejengkelan [80] tidak diselesaikan secara internal,9 maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama, dan para bhikkhu tidak akan berdiam dengan nyaman.

“Para bhikkhu, ketika, sehubungan dengan persoalan disiplin, perdebatan kata-kata antara kedua pihak, kekeras-kepalaan atas pandangan-pandangan, dan kekesalan, ketidak-senangan, dan kejengkelan diselesaikan dengan baik secara internal, maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini tidak akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama, dan para bhikkhu akan berdiam dengan nyaman.”10


Catatan Kaki
  1. Mp: “Karena raja pemutar roda disebutkan, maka frasa, ‘demi belas kasihan kepada dunia’ (lokānukampāya) tidak digunakan.” Tentang raja pemutar roda (rājā cakkavatī). Baca p. 488 catatan 156. ↩︎

  2. Pāli thūpa, sebuah gundukan peringatan. ↩︎

  3. Paccekabuddha didefinisikan pada Pp 14,16-20 (Be §23), sebagai “Seseorang yang, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah didengar sebelumnya, tercerahkan pada empat kebenaran [mulia] oleh dirinya sendiri tetapi tidak mencapai segala pengetahuan sehubungan dengannya atau menguasai kekuatan-kekuatan” (ekacco puggalo pubbe ananussutesu dhammesu sāmaṃ saccāni abhisambujjhati; na ca tattha sabbaññutaṃ pāpuṇāti, na ca balesu vasībhāvaṃ, ayaṃ vuccati puggalo paccekabuddho). ↩︎

  4. Mp: “Arahant tidak ketakutan karena ia telah meninggalkan pandangan ke-ada-an personal (sakkāyadiṭṭhiyā pahīnattā); gajah berdarah murni, karena pandangan ke-ada-an personalnya sangat kuat (sakkādiṭṭhiyā balavattā).” ↩︎

  5. Kiṃpurisā, kelompok makhluk-makhluk mistis dalam mitologi India. ↩︎

  6. Mp: “Dengan ‘tidak boleh mengoreksiku,’ ini berarti: ‘Ia tidak boleh memberikan nasihat atau instruksi kepadaku; ia tidak boleh mengoreksiku.’” ↩︎

  7. No ti naṃ vadeyyaṃ. Mp: “Maka aku akan berkata kepada mereka, ‘Aku tidak akan melakukan apa yang engkau katakan,’ dan aku akan merisaukannya dengan tidak melakukan apa yang ia katakan.” ↩︎

  8. Ubhato vacīsaṃsāro. Ungkapan ini tidak lazim. Mp menjelaskan bahwa perdebatan berlanjut (saṃsaramānā) di kedua sisi ketika mereka saling menyerang satu sama lain secara verbal. ↩︎

  9. Ce di sini membaca ajjhattaṃ na avūpasantaṃ hoti, “tidak diselesaikan secara internal,” yang berarti bahwa gangguan terselesaikan; itu adalah lawan dari apa yang dituntut dalam konteks ini. Edisi tulisan Sinhala kuno, dengan merujuk dalam catatan pada Ce, membaca ajjhattaṃ na suvūpasantaṃ hoti, “tidak terselesaikan dengan baik secara internal,” yang bermakna lebih baik. Be dan Ee membaca ajjhathaṃ avūpasantaṃ hoti, yang didukung oleh lema dari Mp (Ce dan Be). Dengan demikian saya menerjemahkan dengan berdasarkan pada bacaan ini. Demikian pula, dalam paragraf berikutnya, Ce membaca ajjhattaṃ avūpasantaṃ hoti, sekali lagi merupakan lawan dari apa yang dituntut dalam konteks. Saya mengambil ajjhattaṃ na suvūpasantaṃ hoti dari Be dan Ee sebagai landasan bagi terjemahan saya. ↩︎

  10. Ce memperlakukan paragraf ini sebagai sutta terpisah. Be dan Ee, yang saya ikuti, memperlakukan kedua paragraf ini sebagai satu sutta. Jika kedua paragraf ini tidak diperlakukan dengan cara ini, maka tidak ada pasangan di sini yang dapat membenarkan dimasukkannya sutta ini ke dalam kelompok Dua. ↩︎