easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap Di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang kemunculan kembali sesuai dengan aspirasi seseorang.1 Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.” – “Baik, Yang Mulia.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

3. “Di sini, Para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para mulia kaya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu, condong padanya, mengembangkannya. [100] Aspirasi-aspirasinya ini dan tekadnya yang tidak berubah ini, yang dikembangkan dan dilatih demikian, menuntun menuju kemunculan kembali di sana. Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.2

4-5. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para brahmana kaya! … di tengah-tengah para perumah-tangga kaya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

6. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa para dewa di alam surga Empat Raja Dewa berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam surga Empat Raja Dewa!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

7-11. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa para dewa di alam surga Tiga Puluh Tiga … para dewa Yāma … para dewa di alam surga Tusita … para dewa yang bergembira dalam penciptaan … para dewa yang menguasai ciptaan dewa lainnya berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para dewa yang menguasai ciptaan dewa lainnya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

12. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan [101] … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa Brahmā Seribu berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Sekarang Brahmā Seribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia seribu dunia, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana.3 Bagaikan seseorang dengan penglihatan baik meletakkan sebutir biji kecil di tangannya dan memeriksanya, demikianlah Brahmā Seribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia seribu alam, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bhikkhu itu berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah Brahmā Seribu!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

13-16. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa Brahmā Dua Ribu … Brahmā Tiga Ribu … Brahmā Empat Ribu … Brahmā Lima Ribu berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Sekarang Brahmā Lima Ribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia lima ribu dunia, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bagaikan seseorang dengan penglihatan baik meletakkan lima butir biji kecil di tangannya dan memeriksanya, demikianlah Brahmā Lima Ribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia Lima Ribu alam, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bhikkhu itu berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah Brahmā Lima Ribu!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

17. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa Brahmā Sepuluh Ribu berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Sekarang Brahmā Sepuluh Ribu berdiam dengan bertekad meliputi [102] satu sistem dunia sepuluh ribu dunia, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bagaikan sebutir permata beryl sebening air yang paling murni, bersisi delapan, dipotong dengan baik, diletakkan di atas kain brokat merah, berkilau, bercahaya, dan bersinar, demikianlah Brahmā Sepuluh Ribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia sepuluh ribu alam, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bhikkhu itu berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah Brahmā Sepuluh Ribu!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

18. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa Brahmā Seratus Ribu berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Sekarang Brahmā Seratus Ribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia seratus ribu dunia, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bagaikan sebuah perhiasan terbuat dari emas terbaik, yang dengan sangat terampil ditempa di atas tungku oleh seorang pengrajin emas yang cerdas, diletakkan di atas kain brokat merah, berkilau, bercahaya, dan bersinar, demikianlah Brahmā Seratus Ribu berdiam dengan bertekad meliputi satu sistem dunia seratus ribu alam, dan ia berdiam dengan bertekad meliputi makhluk-makhluk yang telah muncul kembali di sana. Bhikkhu itu berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah Brahmā Seratus Ribu!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

19-32. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa para dewa Bercahaya4 … para dewa dengan Cahaya Terbatas … para dewa dengan Cahaya Tanpa Batas … para dewa dengan Cahaya Gemilang … para Dewa Agung … para dewa dengan Keagungan Terbatas … para dewa dengan Keagungan Tanpa Batas … para dewa dengan Keagungan Gemilang … [103] … para dewa dengan Buah Besar … para dewa Aviha … para dewa Atappa … para dewa Sudassa … para dewa Sudassī … para dewa Akaniṭṭha berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar biasa. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para dewa Akaniṭṭha!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

33-36. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan … kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa para dewa di alam landasan ruang tanpa batas … para dewa di alam landasan kesadaran tanpa batas … para dewa di alam landasan kekosongan … para dewa di alam bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para dewa di alam bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu, condong padanya, mengembangkannya. Aspirasi-aspirasinya ini dan tekadnya yang tidak berubah ini, yang dikembangkan dan dilatih demikian, menuntun menuju kemunculan kembali di sana. Ini, para bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan kembali di sana.

37. “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Ia berpikir: ‘Oh, bahwa dengan menembusnya untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, aku di sini dan saat ini dapat masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda!’ Dan dengan menembusnya dengan pengetahuan langsung, ia di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Para bhikkhu, bhikkhu ini sama sekali tidak muncul kembali di manapun juga.”5

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Walaupun saya telah mencoba untuk menerjemahkan sankhārā secara konsisten sebagai “bentukan-bentukan,” di sini tampaknya bahwa isinya memerlukan terjemahan berbeda untuk membawakan makna yang dimaksudkan. Ñm menggunakan “tekad,” pilihannya yang konsisten untuk sankhārā. MA awalnya menjelaskan sankhārupapatti sebagai bermakna kemunculan kembali (yaitu, kelahiran kembali) dari hanya bentukan-bentukan, bukan makhluk atau orang, atau sebagai bermakna kemunculan kembali kelompok-kelompok unsur kehidupan dalam kehidupan baru di sepanjang bentukan-kamma baik. Akan tetapi, dalam paragraf berikutnya, MA mengemas sankhārā menjadi patthanā, kata yang tidak diragukan bermakna aspirasi. ↩︎

  2. MA: “Cara” adalah lima kualitas yang dimulai dari keyakinan, bersama dengan aspirasi. Seseorang yang memiliki kelima kualitas ini tanpa aspirasi, atau aspirasi tanpa kualitas-kualitas, tidak memiliki alam tujuan kelahiran yang pasti. Alam tujuan kelahiran hanya dapat dipastikan ketika kedua faktor ini hadir. ↩︎

  3. MA menjelaskan bahwa ada lima jenis peliputan: peliputan pikiran, yaitu, mengetahui pikiran makhluk-makhluk di seluruh seribu alam; peliputan kasiṇa, yaitu, memperluas gambaran kasiṇa hingga menjangkau seribu alam; peliputan mata dewa, yaitu, melihat seribu alam dengan mata dewa; peliputan cahaya, yang sama dengan peliputan sebelumnya; dan peliputan jasmani, yaitu, memperluas aura jasmani seseorang menjangkau seribu alam. ↩︎

  4. Baca n.426. ↩︎

  5. MA: kelima kualitas yang disebutkan adalah cukup untuk memperoleh kelahiran kembali di alam indria, tetapi untuk kelahiran kembali di alam-alam yang lebih tinggi dan hancurnya noda-noda, diperlukan lebih lagi. Dengan melandaskan dirinya pada kelima kualitas, jika ia mencapai jhāna-jhāna, maka ia terlahir kembali di alam-Brahma; jika ia mencapai pencapaian tanpa materi, maka ia terlahir kembali di alam tanpa materi; jika ia mengembangkan pandangan terang dan mencapai buah yang-tidak-kembali, maka ia terlahir kembali di Alam Murni; dan jika ia mencapai jalan Kearahattaan, maka ia mencapai hancurnya noda-noda. ↩︎