easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di Hutan Besar di Aula Beratap Lancip.

2. Pada saat itu pengembara Vacchagotta sedang menetap di Taman Pengembara di Pohon Mangga Seroja Putih Tunggal.1

3. Kemudian, pada suatu pagi, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarNya, memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Masih terlalu pagi untuk pergi menerima dana makanan di Vesālī. Bagaimana jika Aku mendatangi pengembara Vacchagotta di Taman Pengembara di Pohon Mangga Seroja Putih Tunggal.”

4. Kemudian Sang Bhagavā mendatangi pengembara Vacchagotta di Taman Pengembara di Pohon Mangga Seroja Putih Tunggal. Dari jauh pengembara Vacchagotta melihat kedatangan Sang Bhagavā dan berkata kepadaNya: “Silahkan datang, Yang Mulia, selamat datang Sang Bhagavā! Telah lama sejak Sang Bhagavā berkesempatan datang ke sini. Silahkan Sang bhagavā duduk; tempat duduk telah dipersiapkan.” Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah dipersiapkan, dan pengembara Vacchagotta [482] mengambil bangku yang rendah, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:

5. “Yang Mulia, aku telah mendengar sebagai berikut: ‘Petapa Gotama mengaku maha-tahu dan maha-melihat, memiliki pengetahuan dan penglihatan lengkap sebagai berikut: “Apakah Aku berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga, pengetahuan dan penglihatan terus-menerus dan tanpa terputus ada padaKu.”’2 Yang Mulia, apakah mereka yang mengatakan demikian telah mengatakan apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā, dan tidak salah memahamiNya dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak memberikan landasan bagi celaan yang dapat dengan benar disimpulkan dari pernyataan mereka?”

“Vaccha, mereka yang mengatakan demikian tidak mengatakan apa yang dikatakan olehKu, melainkan salah memahamiKu dengan apa yang tidak benar dan berlawanan dengan fakta.”3

6. “Yang Mulia, Bagaimanakah seharusnya aku menjawab sehingga aku mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang Bhagavā, dan tidak salah memahamiNya dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Bagaimanakah aku menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak memberikan landasan bagi celaan yang dapat dengan benar disimpulkan dari pernyataanku?”

“Vaccha, jika engkau menjawab sebagai berikut: ‘Petapa Gotama memiliki tiga pengetahuan sejati,’ maka engkau mengatakan apa yang dikatakan olehKu dan tidak salah memahamiKu dengan apa yang berlawanan dengan fakta. Engkau akan menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak memberikan landasan bagi celaan yang dapat dengan benar disimpulkan dari pernyataanmu.

7. “Karena sejauh Aku menghendaki, Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … (seperti Sutta 51, §24) … demikianlah dengan ciri-ciri dan aspek-aspeknya Aku mengingat banyak kehidupan lampau.

8. “Dan sejauh Aku menghendaki, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka … (*seperti Sutta 51, §25) *…

9. “Dan dengan menembusnya untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung, Aku di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.

10. “Jika engkau menjawab demikian: ‘Petapa Gotama memiliki tiga pengetahuan sejati,’ [483] maka engkau mengatakan apa yang dikatakan olehKu dan tidak salah memahamiKu dengan apa yang berlawanan dengan fakta. Engkau menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak memberikan landasan bagi celaan yang dapat dengan benar disimpulkan dari pernyataanmu.”

11. Ketika hal ini dikatakan, pengembara Vacchagotta bertanya kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, adakah perumah-tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan, pada saat hancurnya jasmani telah mengakhiri penderitaan?”4

“Vaccha, tidak ada perumah-tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan, pada saat hancurnya jasmani telah mengakhiri penderitaan.”

12. “Guru Gotama, adakah perumah-tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan, pada saat hancurnya jasmani telah pergi ke alam surga?”

“Vaccha, bukan hanya seratus atau dua atau tiga atau empat atau lima ratus, melainkan jauh lebih banyak dari itu perumah-tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan, pada saat hancurnya jasmani telah pergi ke alam surga.”

13. “Guru Gotama, adakah Ājivaka yang, pada saat hancurnya jasmani telah mengakhiri penderitaan?”5

“Vaccha, tidak ada Ājivaka yang, pada saat hancurnya jasmani telah mengakhiri penderitaan.”

14. “Guru Gotama, adakah Ājivaka yang, pada saat hancurnya jasmani telah pergi ke alam surga?”

“Ketika aku mengingat kembali hingga sembilan puluh satu kappa yang lalu, Vaccha, Aku tidak ingat ada Ājivaka yang pada saat hancurnya jasmani telah pergi ke alam surga, dengan satu pengecualian, dan ia menganut doktrin efektivitas perbuatan bermoral, doktrin efektivitas tindakan.”6

15. “Kalau begitu, Guru Gotama, banyak sekte lain itu kosong bahkan dari satu orangpun yang pergi ke alam surga.”

“Demikianlah, Vaccha, banyak sekte lain itu kosong bahkan dari satu orangpun yang pergi ke alam surga.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Pengembara Vacchagotta merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Sutta ini dan dua sutta berikutnya sepertinya menyajikan kisah kronologis atas evolusi spiritual Vacchagotta. Dalam Saṁyutta Nikāya terdapat satu bagian penuh yang menceritakan diskusi antara Sang Buddha dengan Vacchagotta, SN 33/iii.257-62. Baca juga SN 44:7-11/iv.391-402. ↩︎

  2. Ini adalah jenis kemaha-tahuan yang diakui dimiliki oleh guru Jain, Nigaṇṭha Nātaputta pada MN 14.17. ↩︎

  3. MA menjelaskan bahwa walaupun sebagian pernyataan ini benar, namun Sang Buddha menolak keseluruhan pernyataan karena porsinya tidak benar. Bagian pernyataan yang benar adalah penegasan bahwa Sang Buddha adalah maha-tahu dan maha-melihat; bagian yang berlebih-lebihan dalam pernyataan itu adalah bahwa pengetahuan dan penglihatan terus-menerus ada padaNya. Menurut tradisi penafsiran Theravāda Sang Buddha adalah maha-tahu dalam makna bahwa semua hal-hal yang dapat diketahui adalah terjangkau olehNya. Akan tetapi, Beliau tidak dapat, mengetahui segala sesuatu pada saat bersamaan dan harus mengarahkannya pada apapun yang Beliau ingin ketahui. Pada MN 90.8 Sang Buddha mengatakan bahwa adalah mungkin untuk mengetahui dan melihat segala sesuatu, walaupun tidak pada saat bersamaan. Dan pada AN 4:24/ii.24 Beliau mengaku mengetahui segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dicerap, dan dikenali. Ini dipahami oleh para komentator Theravada sebagai suatu penegasan kemaha-tahuan dalam makna yang memenuhi syarat. Sehubungan dengan hal ini, baca juga Miln 102-7. ↩︎

  4. MA menjelaskan “belenggu kerumah-tanggaan” (gihisaṁyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan seorang perumah-tangga, yang diperinci oleh MṬ sebagai tanah, hiasan-hiasan, kekayaan, hasil panen, dan sebagainya. MA mengatakan bahwa bahkan walaupun teks menyebutkan beberapa individu mencapai Kearahattaan sebagai seorang awam, melalui jalan Kearahattaan mereka menghancurkan segala kemelekatan pada hal-hal duniawi dan dengan demikian mereka akan meninggalkan keduniawian sebagai bhikkhu atau segera meninggal dunia setelah pencapaian mereka. Pertanyaan mengenai para Arahant awam dibahas pada Miln 264. ↩︎

  5. Mengenai para Ājivaka baca n.73. ↩︎

  6. Karena Ājivaka ini percaya pada efektivitas perbuatan bermoral, maka ia tidak mungkin menganut filosofi fatalisme ortodoks dari para Ājivaka yang menyangkal efektivitas peran kamma dan perbuatan-perbuatan kehendak dalam mengubah takdir manusia. MA mengidentifikasikan Ājivaka ini sebagai Sang Bodhisatta dalam kehidupan sebelumnya. ↩︎