easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Kosala di Naḷakapāna di Hutan Palāsa.

2. Pada saat itu banyak anggota keluarga terkenal telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah di bawah Sang Bhagavā – Yang Mulia Anuruddha, Yang Mulia Nandiya, Yang Mulia Kimbila, Yang Mulia Bhagu, Yang Mulia Kuṇḍadhāna, Yang Mulia Revata, Yang Mulia Ānanda, dan anggota keluarga terkenal lainnya.

3. Dan pada saat itu Sang Bhagavā [463] duduk di ruang terbuka dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu. Kemudian, dengan merujuk pada anggota-anggota keluarga itu, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, anggota-anggota keluarga itu yang meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah di bawahKu – apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”

Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu itu berdiam diri.

Untuk ke dua dan ke tiga kalinya, dengan merujuk pada anggota-anggota keluarga itu, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu, anggota-anggota keluarga itu yang meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah di bawahKu – apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”

Untuk ke dua kali dan ke tiga kalinya, para bhikkhu itu berdiam diri.

4. Kemudian Sang Bhagavā mempertimbangkan sebagai berikut: “Bagaimana jika Aku bertanya kepada anggota-anggota keluarga itu?”

Kemudian Beliau berkata kepada Yang Mulia Anuruddha sebagai berikut: “Anuruddha, apakah engkau bergembira di dalam kehidupan suci?”

“Tentu saja, Yang Mulia, kami bergembira di dalam kehidupan suci.”

5. “Bagus, bagus, Anuruddha! Adalah selayaknya bagi kalian anggota-anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk bergembira di dalam kehidupan suci. Karena kalian masih memiliki berkah kemudaan, pemuda-pemuda berambut hitam dalam masa utama kehidupan, kalian seharusnya dapat menikmati kenikmatan indria, namun kalian telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Bukan karena didesak oleh raja maka kalian meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, atau karena kalian didesak oleh para penjahat, atau karena berhutang, ketakutan, atau menginginkan penghidupan. Sebaliknya, bukankah kalian meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah setelah merenungkan sebagai berikut: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, korban dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; Aku adalah korban penderitaan, mangsa bagi penderitaan. Akhir dari keseluruhan kumpulan penderitaan ini pasti dapat diketahui.’?” – “Benar, Yang Mulia.”

6. “Apa yang harus dilakukan, Anuruddha, oleh seorang anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian demikian? Selagi ia belum mencapai sukacita dan kenikmatan yang terasing dari kenikmatan indria dan terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu,1 maka ketamakan menyerang pikirannya dan menetap di sana, permusuhan menyerang pikirannya dan menetap di sana, kelambanan dan ketumpulan menyerang pikirannya dan menetap di sana, kegelisahan dan penyesalan menyerang pikirannya dan menetap di sana, keragu-raguan menyerang [464] pikirannya dan menetap di sana, ketidak-puasan menyerang pikirannya dan menetap di sana, kelesuan menyerang pikirannya dan menetap di sana. Demikianlah selagi ia masih belum mencapai sukacita dan kenikmatan yang terasing dari kenikmatan indria dan terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu. Akan tetapi, ketika ia mencapai sukacita dan kenikmatan yang terasing dari kenikmatan indria dan terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu, maka ketamakan tidak menyerang pikirannya dan tidak menetap di sana, permusuhan … kelambanan dan ketumpulan … kegelisahan dan penyesalan … keragu-raguan … ketidak-puasan … kelesuan tidak menyerang pikirannya dan tidak menetap di sana. Demikianlah ketika ia mencapai sukacita dan kenikmatan yang terasing dari kenikmatan indria dan terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu.

7. “Bagaimana, Anuruddha, apakah kalian semua berpikir tentang Aku sebagai berikut: ‘Sang Tathāgata belum meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa penjelmaan baru, memberikan kesulitan, matang dalam penderitaan, dan menuntun menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya mengapa Sang Tathāgata menggunakan sesuatu setelah merenungkan, mempertahankan sesuatu lainnya setelah merenungkan, menghindari sesuatu lainnya lagi setelah merenungkan, dan melenyapkan sesuatu lainnya lagi setelah merenungkan.’?”2

“Tidak, Yang Mulia, kami tidak berpikir tentang Sang Bhagavā seperti itu. Kami berpikir tentang Sang Bhagāva sebagai berikut: ‘Sang Tathāgata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa penjelmaan baru, memberikan kesulitan, matang dalam penderitaan, dan menuntun menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya mengapa Sang Tathāgata menggunakan sesuatu setelah merenungkan, mempertahankan sesuatu lainnya setelah merenungkan, menghindari sesuatu lainnya lagi setelah merenungkan, dan melenyapkan sesuatu lainnya lagi setelah merenungkan.’”

“Bagus, bagus, Anuruddha! Sang Tathāgata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa penjelmaan baru, memberikan kesulitan, matang dalam penderitaan, dan menuntun menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak dapat muncul kembali di masa depan. Seperti halnya sebatang pohon palem yang pucuknya dipotong tidak lagi mampu tumbuh lebih tinggi lagi, demikian pula Sang Tathāgata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori … telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya sehingga tidak dapat muncul kembali di masa depan.

8. “Bagaimana menurutmu, Anuruddha? Tujuan apakah yang dilihat oleh Sang Tathāgata sehingga ketika seorang siswa meninggal dunia, Beliau menyatakan kemunculannya kembali sebagai berikut: ‘Ia telah muncul kembali di alam ini; ia telah muncul kembali di alam itu’?”3 [465]

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, diputuskan oleh Sang Bhagavā. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarkan dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

9. “Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berkomplot untuk menipu orang atau dengan tujuan untuk menyanjung orang atau dengan tujuan untuk perolehan, kehormatan, atau kemasyhuran, atau dengan pikiran, ‘Biarlah orang-orang mengenalku demikian,’ maka ketika seorang siswa meninggal dunia, Sang Tathāgata menyatakan kemunculannya kembali sebagai berikut: ‘Ia telah muncul kembali di alam ini; ia telah muncul kembali di alam itu.’ Akan tetapi, adalah karena terdapat anggota-anggota keluarga yang berkeyakinan yang terinspirasi dan gembira oleh apa yang luhur, yang ketika mereka mendengar hal tersebut, mereka mengarahkan pikiran mereka pada kondisi demikian, dan itu menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.

10. “Di sini seorang bhikkhu mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhu bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Ia mencapai pengetahuan akhir.”’4 Dan ia pernah melihatnya sendiri atau mendengar tentang bhikkhu tersebut: ‘Moralitas bhikkhu itu adalah demikian, kondisi [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, kebebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat keyakinannya, moralitasnya, pembelajarannya, kedermawanannya, dan kebijaksanaannya, ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.

11. “Di sini seorang bhikkhu mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhu bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah ia telah muncul kembali secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri … ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.

12. “Di sini seorang bhikkhu mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhu bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya ketiga belenggu yang lebih rendah dan melemahnya nafsu, kebencian, dan delusi, ia telah menjadi seorang yang-kembali-sekali, hanya kembali sekali lagi ke alam ini untuk mengakhiri penderitaan.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri … [466] ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.

13. “Di sini seorang bhikkhu mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhu bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya tiga belenggu, ia telah menjadi seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir dalam kesengsaraan, pasti [mencapai kebebasan], mengarah menuju pencerahan.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri … ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.

14. “Di sini seorang bhikkhunī mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhunī bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Ia mencapai pengetahuan akhir.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri atau mendengar tentang bhikkhunī tersebut: ‘Moralitas bhikkhunī itu adalah demikian, kondisi [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, kebebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat keyakinannya, moralitasnya, pembelajarannya, kedermawanannya, dan kebijaksanaannya, ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara inilah seorang bhikkhunī memiliki kediaman yang nyaman.

15. “Di sini seorang bhikkhunī mendengar sebagai berikut: ‘Bhikkhunī bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah ia telah muncul kembali secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.” …

16. “‘Beliau telah menyatakan tentang bhikkhunī itu: “Dengan hancurnya ketiga belenggu yang lebih rendah dan melemahnya nafsu, kebencian, dan delusi, ia telah menjadi seorang yang-kembali-sekali, hanya kembali sekali lagi ke alam ini untuk mengakhiri penderitaan.” …

17. “‘Beliau telah menyatakan tentang bhikkhunī itu: “Dengan hancurnya tiga belenggu, ia telah menjadi seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir dalam kesengsaraan, pasti [mencapai kebebasan], mengarah menuju pencerahan.”’ [467] Dan ia belum pernah bertemu … ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang bhikkhunī memiliki kediaman yang nyaman.

18. “Di sini seorang umat awam laki-laki mendengar sebagai berikut: ‘Seorang umat awam laki-laki bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah ia telah muncul kembali secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.” …

19. “‘Beliau telah menyatakan tentang umat awam laki-laki itu: “Dengan hancurnya ketiga belenggu yang lebih rendah dan melemahnya nafsu, kebencian, dan delusi, ia telah menjadi seorang yang-kembali-sekali, hanya kembali sekali lagi ke alam ini untuk mengakhiri penderitaan.” …

20. “‘Beliau telah menyatakan tentang umat awam laki-laki itu: “Dengan hancurnya tiga belenggu, ia telah menjadi seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir dalam kesengsaraan, pasti [mencapai kebebasan], mengarah menuju pencerahan.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri atau mendengar tentang Yang Mulia tersebut: ‘Moralitas Yang Mulia itu adalah demikian, kondisi [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, kebebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat keyakinannya, moralitasnya, pembelajarannya, kedermawanannya, dan kebijaksanaannya, ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang umat awam laki-laki memiliki kediaman yang nyaman.

21. “Di sini seorang umat awam perempuan mendengar sebagai berikut: ‘Seorang umat awam perempuan bernama itu telah meninggal dunia; Sang Bhagavā telah menyatakan tentang dirinya: “Dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah ia telah muncul kembali secara spontan [di Alam Murni] dan di sana akan mencapai Nibbāna akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.” [468]

22. “‘Beliau telah menyatakan tentang umat awam perempuan itu: “Dengan hancurnya ketiga belenggu yang lebih rendah dan melemahnya nafsu, kebencian, dan delusi, ia telah menjadi seorang yang-kembali-sekali, hanya kembali sekali lagi ke alam ini untuk mengakhiri penderitaan.” …

23. “‘Beliau telah menyatakan tentang umat awam perempuan itu: “Dengan hancurnya tiga belenggu, ia telah menjadi seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir dalam kesengsaraan, pasti [mencapai kebebasan], mengarah menuju pencerahan.”’ Dan ia pernah melihatnya sendiri atau mendengar tentang saudari tersebut: ‘Moralitas saudari itu adalah demikian, kondisi [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, kebebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat keyakinannya, moralitasnya, pembelajarannya, kedermawanannya, dan kebijaksanaannya, ia mengarahkan pikirannya pada kondisi demikian. Dengan cara ini juga seorang umat awam perempuan memiliki kediaman yang nyaman.

24. “Jadi, Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berkomplot untuk menipu orang atau dengan tujuan untuk menyanjung orang atau dengan tujuan untuk perolehan, kehormatan, atau kemasyhuran, atau dengan pikiran, ‘Biarlah orang-orang mengenalku demikian,’ maka ketika seorang siswa meninggal dunia, Sang Tathāgata menyatakan kemunculannya kembali sebagai berikut: ‘Ia telah muncul kembali di alam ini; ia telah muncul kembali di alam itu.’ Akan tetapi, adalah karena terdapat anggota-anggota keluarga yang berkeyakinan yang terinspirasi dan gembira oleh apa yang luhur, yang ketika mereka mendengar hal tersebut, mereka mengarahkan pikiran mereka pada kondisi demikian, dan itu menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Anuruddha merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. “Sukacita dan kenikmatan yang terasing dari kenikmatan indria” menyiratkan jhāna pertama dan ke dua, “Sesuatu yang lebih damai daripada itu” adalah jhāna-jhāna yang lebih tinggi dan empat jalan. ↩︎

  2. Baca MN 2.4. Ini adalah praktik yang dijalankan oleh seseorang yang dalam latihan untuk mencegah munculnya noda-noda tersembunyi yang belum ditinggalkan. ↩︎

  3. Ini merujuk pada kemampuan Sang Buddha untuk menemukan melalui mata-batin kondisi-kondisi di mana para siswaNya telah terlahir kembali. ↩︎

  4. Aññā: Pengetahuan yang dicapai oleh Arahant. Harus diperhatikan bahwa sementara pengumuman pencapaian oleh para bhikkhu dan bhikkhunī dimulai dari Kearahattaan, pencapaian oleh umat awam laki-laki dan perempuan dimulai dengan yang-tidak-kembali (dalam §18, §21). Walaupun Buddhisme awal mengakui kemungkinan umat awam mencapai Kearahattaan, dalam semua kasus yang terdapat dalam Nikāya, mereka mencapainya menjelang kematian atau persis sebelum memohon penahbisan ke dalam Sangha. ↩︎