easter-japanese

1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Yang Mulia Sāriputta memanggil para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu.” – “Teman,” mereka menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

2. “‘Seorang yang berpandangan benar, seorang yang berpandangan benar,’ dikatakan, teman-teman. Dalam cara bagaimanakah seorang siswa mulia berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati?”1

“Sesungguhnya, teman, kami datang dari jauh untuk mempelajari makna pernyataan ini dari Yang Mulia Sāriputta. Baik sekali jika Yang Mulia Sāriputta sudi menjelaskan makna pernyataan ini. Setelah mendengarkannya darinya para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka, teman-teman, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan kukatakan.”

“Baik, Teman,” para bhikkhu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

3. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat, [47] dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

4. “Dan apakah, teman-teman, yang tidak bermanfaat, apakah akar dari yang tidak bermanfaat, apakah yang bermanfaat, apakah akar dari yang bermanfaat? Membunuh makhluk-makhluk hidup adalah tidak bermanfaat; mengambil apa yang tidak diberikan adalah tidak bermanfaat; perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah tidak bermanfaat; kebohongan adalah tidak bermanfaat; mengucapkan fitnah adalah tidak bermanfaat; berkata-kata kasar adalah tidak bermanfaat; bergosip adalah tidak bermanfaat; ketamakan adalah tidak bermanfaat; permusuhan adalah tidak bermanfaat; pandangan salah adalah tidak bermanfaat. Ini disebut dengan yang tidak bermanfaat.2

5. “Dan apakah akar dari yang tidak bermanfaat? Keserakahan adalah akar dari yang tidak bermanfaat; kebencian adalah akar dari yang tidak bermanfaat; delusi adalah akar dari yang tidak bermanfaat. Ini disebut dengan akar dari yang tidak bermanfaat.3

6. “Dan apakah yang bermanfaat? Menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup adalah bermanfaat; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah bermanfaat; menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria adalah bermanfaat; menghindari kebohongan adalah bermanfaat; menghindari mengucapkan fitnah adalah bermanfaat; menghindari berkata-kata kasar adalah bermanfaat; menghindari bergosip adalah bermanfaat; ketidak-tamakan adalah bermanfaat; tidak bermusuhan adalah bermanfaat; pandangan benar adalah bermanfaat. Ini disebut dengan yang bermanfaat.4

7. “Dan apakah akar dari yang bermanfaat? Ketidak-serakahan adalah akar dari yang bermanfaat; ketidak-bencian adalah akar dari yang bermanfaat; tanpa-delusi adalah akar dari yang bermanfaat. Ini disebut dengan akar dari yang bermanfaat.

8. “Ketika seorang siswa mulia telah memahami yang tidak bermanfaat dan akar dari yang tidak bermanfaat, yang bermanfaat dan akar dari yang bermanfaat,5 maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada penolakan, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘aku,’ dan dengan meninggalkan ketidak-tahuan dan membangkitkan pengetahuan sejati, ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan.6 Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

9. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

10. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami makanan, asal-mula makanan, lenyapnya makanan dan jalan menuju lenyapnya makanan. Dengan cara itulah ia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada [48] Dhamma sejati ini.

11. “Dan apakah makanan, apakah asal-mula makanan, apakah lenyapnya makanan, apakah jalan menuju lenyapnya makanan? Ada empat jenis makanan untuk memelihara makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk menyokong mereka yang akan terlahir.7 Apakah empat ini? Yaitu: makanan fisik sebagai makanan, kasar atau halus; kontak sebagai yang ke dua; kehendak pikiran sebagai yang ke tiga; dan kesadaran sebagai yang ke empat. Dengan munculnya keinginan maka muncul pula makanan. Dengan lenyapnya keinginan maka lenyap pula makanan. Jalan menuju lenyapnya makanan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

12. “Ketika seorang siswa mulia memahami makanan, asal-mula makanan, lenyapnya makanan dan jalan menuju lenyapnya makanan, maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada keserakahan, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada penolakan, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘aku,’ dan dengan meninggalkan ketidak-tahuan dan membangkitkan pengetahuan sejati, ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

13. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

14. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penderitaan, asal-mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan, dengan cara inilah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

15. “Dan apakah penderitaan, apakah asal-mula penderitaan, apakah lenyapnya penderitaan, apakah jalan menuju lenyapnya penderitaan? Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah penderitaan; sakit adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah penderitaan. Ini disebut penderitaan.

16. “Dan apakah asal-mula penderitaan? Yaitu ketagihan, yang memperbarui penjelmaan, disertai oleh kenikmatan dan nafsu, dan kenikmatan akan ini dan itu; yaitu, ketagihan pada kenikmatan indria [49], ketagihan untuk menjelma, dan ketagihan untuk tidak menjelma. Ini disebut asal-mula penderitaan.

17. “Dan apakah lenyapnya penderitaan? Yaitu peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, dihentikannya, dilepaskannya, ditinggalkannya, dan ditolaknya keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya penderitaan.

18. “Dan apakah jalan menuju lenyapnya penderitaan? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar. Ini disebut jalan menuju lenyapnya penderitaan.

19. “Ketika seorang siswa mulia telah memahami penderitaan, asal-mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

20. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

21. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penuaan dan kematian, asal-mula penuaan dan kematian, lenyapnya penuaan dan kematian, dan jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian, dengan cara itulah ia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.8

22. “Dan apakah penuaan dan kematian, apakah asal-mula penuaan dan kematian, apakah lenyapnya penuaan dan kematian, apakah jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian? Penuaan makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan, usia tua, gigi tanggal, rambut memutih, kulit keriput, kemunduran kehidupan, melemahnya indria-indria – ini disebut penuaan. Berlalunya makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan, kematiannya, terputusnya, lenyapnya, sekarat, selesainya waktu, hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan,9 terbaringnya tubuh – ini disebut kematian. Maka penuaan ini dan kematian ini adalah apa yang disebut dengan penuaan dan kematian. Dengan munculnya kelahiran maka muncul pula penuaan dan kematian. Dengan lenyapnya kelahiran maka lenyap pula penuaan dan kematian. Jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

23. “Ketika seorang siswa mulia memahami penuaan dan kematian, asal-mula penuaan dan kematian, lenyapnya penuaan dan kematian, dan jalan menuju lenyapnya penuaan dan kematian … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

24. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – [50] “Ada, teman-teman.

25. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kelahiran, asal-mula kelahiran, lenyapnya kelahiran, dan jalan menuju lenyapnya kelahiran, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

26. “Dan apakah kelahiran, apakah asal-mula kelahiran, apakah lenyapnya kelahiran, apakah jalan menuju lenyapnya kelahiran? Kelahiran makhluk-makhluk adalah berbagai urutan kehidupan, akan terlahir, berdiam [dalam rahim], pembentukan, perwujudan kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasan-landasan kontak10 - ini disebut kelahiran. Dengan munculnya penjelmaan maka muncul pula kelahiran. Dengan lenyapnya penjelmaan maka lenyap pula kelahiran. Jalan menuju lenyapnya kelahiran adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

27. “Ketika seorang siswa mulia memahami kelahiran, asal-mula kelahiran, lenyapnya kelahiran, dan jalan menuju lenyapnya kelahiran … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

28. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

29. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami penjelmaan, asal-mula penjelmaan, lenyapnya penjelmaan, dan jalan menuju lenyapnya penjelmaan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

30. “Dan apakah penjelmaan, apakah asal mula penjelmaan, apakah lenyapnya penjelmaan, apakah jalan menuju lenyapnya penjelmaan? Terdapat tiga jenis penjelmaan ini: penjelmaan alam indria, penjelmaan bermateri halus, dan penjelmaan tanpa materi.11 Dengan munculnya kemelekatan maka muncul pula penjelmaan. Dengan lenyapnya kemelekatan maka lenyap pula penjelmaan. Jalan menuju lenyapnya penjelmaan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

31. “Ketika seorang siswa mulia memahami penjelmaan, asal-mula penjelmaan, lenyapnya penjelmaan, dan jalan menuju lenyapnya penjelmaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

32. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

33. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kemelekatan, asal-mula kemelekatan, lenyapnya kemelekatan, dan jalan menuju lenyapnya kemelekatan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

34. “Dan apakah kemelekatan, apakah asal-mula kemelekatan, apakah lenyapnya kemelekatan, apakah jalan menuju lenyapnya kemelekatan? Terdapat empat [51] jenis kemelekatan ini: kemelekatan pada kenikmatan indria, kemelekatan pada pandangan-pandangan, kemelekatan pada ritual dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri.12 Dengan munculnya ketagihan maka muncul pula kemelekatan. Dengan lenyapnya ketagihan maka lenyap pula kemelekatan. Jalan menuju lenyapnya kemelekatan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

35. “Ketika seorang siswa mulia memahami kemelekatan, asal-mula kemelekatan, lenyapnya kemelekatan, dan jalan menuju lenyapnya kemelekatan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

36. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

37. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami ketagihan, asal-mula ketagihan, lenyapnya ketagihan, dan jalan menuju lenyapnya ketagihan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

38. “Dan apakah ketagihan, apakah asal-mula ketagihan, apakah lenyapnya ketagihan, apakah jalan menuju lenyapnya ketagihan? Terdapat enam kelompok ketagihan ini: ketagihan pada bentuk-bentuk, ketagihan pada suara-suara, ketagihan pada bau-bauan, ketagihan pada rasa kecapan, ketagihan pada objek-objek sentuhan, ketagihan pada objek-objek pikiran.13 Dengan munculnya perasaan maka muncul pula ketagihan. Dengan lenyapnya perasaan maka lenyap pula ketagihan. Jalan menuju lenyapnya ketagihan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

39. “Ketika seorang siswa mulia memahami ketagihan, asal-mula ketagihan, lenyapnya ketagihan, dan jalan menuju lenyapnya ketagihan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

40. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

41. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami perasaan, asal-mula perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan menuju lenyapnya perasaan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

42. “Dan apakah perasaan, apakah asal-mula perasaan, apakah lenyapnya perasaan, apakah jalan menuju lenyapnya perasaan? Terdapat enam kelompok perasaan ini: perasaan yang muncul dari kontak-mata, perasaan yang muncul dari kontak-telinga, perasaan yang muncul dari kontak-hidung, perasaan yang muncul dari kontak-lidah, perasaan yang muncul dari kontak-badan, perasaan yang muncul dari kontak-pikiran. Dengan munculnya kontak maka muncul pula perasaan. Dengan lenyapnya kontak maka lenyap pula perasaan. Jalan menuju lenyapnya perasaan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar. [52]

43. “Ketika seorang siswa mulia memahami perasaan, asal-mula perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan menuju lenyapnya perasaan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

44. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

45. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kontak, asal-mula kontak, lenyapnya kontak, dan jalan menuju lenyapnya kontak, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

46. “Dan apakah kontak, apakah asal-mula kontak, apakah lenyapnya kontak, apakah jalan menuju lenyapnya kontak? Terdapat enam kelompok kontak ini: kontak-mata, kontak-telinga, kontak-hidung, kontak-lidah, kontak-badan, kontak-pikiran.14 Dengan munculnya enam landasan maka muncul pula kontak. Dengan lenyapnya enam landasan maka lenyap pula kontak. Jalan menuju lenyapnya kontak adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

47. “Ketika seorang siswa mulia memahami kontak, asal-mula kontak, lenyapnya kontak, dan jalan menuju lenyapnya kontak … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

48. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

49. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami enam landasan, asal-mula enam landasan, lenyapnya enam landasan, dan jalan menuju lenyapnya enam landasan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

50. “Dan apakah enam landasan, apakah asal-mula enam landasan, apakah lenyapnya enam landasan, apakah jalan menuju lenyapnya enam landasan? Terdapat enam landasan ini: landasan-mata, landasan-telinga, landasan-hidung, landasan-lidah, landasan-badan, landasan-pikiran.15 Dengan munculnya batin-jasmani maka muncul pula enam landasan. Dengan lenyapnya batin-jasmani maka lenyap pula enam landasan. Jalan menuju lenyapnya enam landasan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

51. “Ketika seorang siswa mulia memahami enam landasan, asal-mula enam landasan, lenyapnya enam landasan, dan [53] jalan menuju lenyapnya enam landasan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

52. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

53. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami batin-jasmani, asal-mula batin-jasmani, lenyapnya batin-jasmani, dan jalan menuju lenyapnya batin-jasmani, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.16

54. “Dan apakah batin-jasmani, apakah asal-mula batin-jasmani, apakah lenyapnya batin-jasmani, apakah jalan menuju lenyapnya batin-jasmani? Perasaan, persepsi, kehendak, kontak, dan pengamatan – ini disebut batin. Empat unsur utama dan bentuk materi yang diturunkan dari empat unsur utama – ini disebut jasmani. Maka batin ini dan jasmani ini adalah apa yang disebut batin-jasmani. Dengan munculnya kesadaran maka muncul pula batin-jasmani. Dengan lenyapnya kesadaran maka lenyap pula batin-jasmani. Jalan menuju lenyapnya batin-jasmani adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

55. “Ketika seorang siswa mulia memahami batin-jasmani, asal-mula batin-jasmani, lenyapnya batin-jasmani, dan jalan menuju lenyapnya batin-jasmani … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

56. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

57. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami kesadaran, asal-mula kesadaran, lenyapnya kesadaran, dan jalan menuju lenyapnya kesadaran, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

58. “Dan apakah kesadaran, apakah asal-mula kesadaran, apakah lenyapnya kesadaran, apakah jalan menuju lenyapnya kesadaran? Terdapat enam kelompok kesadaran ini: kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah, kesadaran-badan, kesadaran-pikiran.17 Dengan munculnya bentukan-bentukan maka muncul pula kesadaran. Dengan lenyapnya bentukan-bentukan maka lenyap pula kesadaran. Jalan menuju lenyapnya kesadaran adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

59. “Ketika seorang siswa mulia memahami kesadaran, asal-mula kesadaran, lenyapnya kesadaran, dan jalan menuju lenyapnya kesadaran [54] … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

60. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

61. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami bentukan-bentukan, asal-mula bentukan-bentukan, lenyapnya bentukan-bentukan, dan jalan menuju lenyapnya bentukan-bentukan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

62. “Dan apakah bentukan-bentukan, apakah asal-mula bentukan-bentukan, apakah lenyapnya bentukan-bentukan, apakah jalan menuju lenyapnya bentukan-bentukan? Terdapat tiga jenis bentukan-bentukan ini: bentukan jasmani, bentukan ucapan, bentukan pikiran.18 Dengan munculnya ketidak-tahuan maka muncul pula bentukan-bentukan. Dengan lenyapnya ketidak-tahuan maka lenyap pula bentukan-bentukan. Jalan menuju lenyapnya bentukan-bentukan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

63. “Ketika seorang siswa mulia memahami bentukan-bentukan, asal-mula bentukan-bentukan, lenyapnya bentukan-bentukan, dan jalan menuju lenyapnya bentukan-bentukan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

64. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

65. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami ketidak-tahuan, asal-mula ketidak-tahuan, lenyapnya ketidak-tahuan, dan jalan menuju lenyapnya ketidak-tahuan, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

66. “Dan apakah ketidak-tahuan, apakah asal-mula ketidak-tahuan, apakah lenyapnya ketidak-tahuan, apakah jalan menuju lenyapnya ketidak-tahuan? Tidak mengetahui penderitaan, tidak mengetahui asal-mula penderitaan, tidak mengetahui lenyapnya penderitaan, tidak mengetahui jalan menuju lenyapnya penderitaan – ini disebut ketidak-tahuan. Dengan munculnya noda-noda maka muncul pula ketidak-tahuan. Dengan lenyapnya noda-noda maka lenyap pula ketidak-tahuan. Jalan menuju lenyapnya ketidak-tahuan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar … konsentrasi benar.

67. “Ketika seorang siswa mulia memahami ketidak-tahuan, asal-mula ketidak-tahuan, lenyapnya ketidak-tahuan, dan jalan menuju lenyapnya ketidak-tahuan … ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara itu juga seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar … dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

68. Dengan mengatakan, “Bagus, teman,” para bhikkhu gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta. Kemudian mereka mengajukan pertanyaan lebih lanjut: “Tetapi, teman, adakah cara [55] lain yang mana seorang siswa mulia menjadi berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini?” – “Ada, teman-teman.

69. “Ketika, teman-teman, seorang siswa mulia memahami noda-noda, asal-mula noda-noda, lenyapnya noda-noda, dan jalan menuju lenyapnya noda-noda, dengan cara itulah ia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.

70. “Dan apakah noda-noda, apakah asal-mula noda-noda, apakah lenyapnya noda-noda, apakah jalan menuju lenyapnya noda-noda? Ada tiga noda ini: noda keinginan indria, noda penjelmaan, dan noda ketidak-tahuan. Dengan munculnya ketidak-tahuan maka muncul pula noda-noda.19 Dengan lenyapnya ketidak-tahuan maka lenyap pula noda-noda. Jalan menuju lenyapnya noda-noda adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.

71. “Ketika seorang siswa mulia memahami noda-noda, asal-mula noda-noda, lenyapnya noda-noda, dan jalan menuju lenyapnya noda-noda, maka ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu, ia menghapuskan kecenderungan tersembunyi pada penolakan, ia memadamkan kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘aku,’ dan dengan meninggalkan ketidak-tahuan dan membangkitkan pengetahuan sejati, ia di sini dan saat ini mengakhiri penderitaan. Dengan cara ini juga seorang siswa mulia menjadi seorang yang berpandangan benar, yang pandangannya lurus, yang memiliki keyakinan tak-tergoyahkan dalam Dhamma, dan telah sampai pada Dhamma sejati ini.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengarkan kata-kata Yang Mulia Sāriputta.


Catatan Kaki
  1. MA: Pandangan benar ada dua: lokiya dan lokuttara: Pandangan benar lokiya dibagi menjadi dua lagi: pandangan bahwa kamma menghasilkan buahnya, yang dianut oleh baik para Buddhis maupun di luar Buddhis, dan pandangan yang sesuai dengan Empat Kebenaran Mulia, yang eksklusif pada Ajaran Buddha. Pandangan benar lokuttara adalah pemahaman atas Empat Kebenaran Mulia yang dicapai melalui penembusan empat jalan dan buah kesucian. Pertanyaan yang diajukan oleh Yang Mulia Sāriputta adalah sehubungan dengan sekha, siswa dalam latihan yang lebih tinggi, yang memiliki pandangan benar yang satu arah menuju kebebasan. Ini disiratkan oleh frasa “keyakinan tidak tergoyahkan” dan “telah sampai pada Dhamma sejati ini.” ↩︎

  2. Di sini yang tidak bermanfaat (akusala) dijelaskan melalui sepuluh perbuatan tidak bermanfaat. Tiga pertama berhubungan dengan perbuatan jasmani, empat berikutnya berhubungan dengan ucapan, dan tiga terakhir berhubungan dengan pikiran. Sepuluh ini dijelaskan secara lengkap pada MN 41.8-10. ↩︎

  3. Tiga ini disebut akar yang tidak bermanfaat karena mendorong semua perbuatan tidak bermanfaat. Untuk pembahasan yang lebih lengkap dan informatif dari faktor-faktor ini dan lawan-lawannya, baca Nyanaponika Thera, The Roots of Good and Evil↩︎

  4. Sepuluh perbuatan bermanfaat ini dijelaskan dalam MN 41.12-14. ↩︎

  5. MA menjelaskan pemahaman siswa atas keempat hal ini melalui Empat Kebenaran Mulia adalah sebagai berikut: semua perbuatan adalah kebenaran penderitaan; akar bermanfaat dan tidak bermanfaat adalah kebenaran asal-mula; tidak terjadinya perbuatan itu dan akar-akarnya adalah kebenaran lenyapnya; dan jalan mulia yang mencapai lenyapnya adalah kebenaran sang jalan. Hingga sejauh ini seorang siswa mulia pada salah satu dari ketiga tingkat telah dijelaskan – seorang yang telah sampai pada pandangan benar lokuttara namun belum melenyapkan semua kekotoran. ↩︎

  6. Paragraf dari “ia sepenuhnya meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu” hingga “ia mengakhiri penderitaan” menunjukkan tugas yang diselesaikan oleh jalan yang-tidak-kembali dan jalan Kearahattaan – lenyapnya kekotoran yang paling halus dan membandel dan pencapaian pengetahuan akhir. Di sini, kecenderungan tersembunyi pada nafsu indria dan penolakan dilenyapkan melalui jalan yang-tidak-kembali, kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan “aku” dan ketidak-tahuan melalui jalan Kearahattaan. MA menjelaskan bahwa ungkapan “kecenderungan tersembunyi pada pandangan dan keangkuhan ‘aku’” (asmī ti diṭṭhimānānusaya) harus diinterpretasikan sebagai bermakna kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan yang serupa dengan pandangan karena, seperti halnya pandangan diri yang menangkap gagasan “aku.” ↩︎

  7. Di sini saya menganggap sambhavesīnam sebagai bentuk (jarang digunakan) kata kerja aktif masa depan dalam -esin. (Baca Norman, Elders Verses I : Theragāthā, n.527, dan Gelger, A Pali Grammar, 193A.) Para komentator, yang saya ikuti dalam edisi pertama buku ini, menganggap *–*esin sebagai bentuk kata sifat dari esati) mencari, dan dengan demikian menjelaskan frasa ini sebagai bermakna “mereka yang mencari kehidupan baru.” Baca juga n.514. Makanan (āhāra) di sini harus dipahami dalam makna yang luas sebagai kondisi yang menonjol bagi kelangsungan hidup individu. Makanan fisik (kabalinkāra āhāra) adalah kondisi penting bagi tubuh fisik, kontak bagi perasaan, kehendak pikiran bagi kesadaran, dan kesadaran bagi batin-jasmani, organisme yang memiliki batin dan jasmani secara keseluruhan. Keinginan disebut asal-mula makanan dalam hal bahwa keinginan dari kehidupan sebelumnya adalah sumber dari individu sekarang dengan ketergantungannya pada konsumsi terus-menerus akan empat makanan dalam kehidupan ini. Untuk kompilasi kanon yang disertai keterangan dan komentar atas makanan-makanan, baca Nyanaponika Thera, The Four Nutriments of Life↩︎

  8. Dua belas bagian selanjutnya menyajikan, dalam urutan mundur, penelaahan faktor demi faktor dari kemunculan bergantungan. Kata penting dari formula ini dijelaskan secara ringkas pada Pendahuluan, hal.30-31. Penafsiran terperinci terdapat dalam Vsm XVII. Di sini masing-masing faktor terpola menurut Empat Kebenaran Mulia. ↩︎

  9. Ini merujuk pada kelima kelompok unsur kehidupan. Baca MN 10.38 dan MN 44.2. ↩︎

  10. Enam landasan bagi kontak diuraikan pada §50 di bawah. ↩︎

  11. Tiga jenis penjelmaan dijelaskan dalam Pendahuluan, hal.51, dalam pembahasan mengenai kosmologi Buddhis. Di sini, “penjelmaan” harus dipahami baik sebagai alam kelahiran kembali yang sesungguhnya maupun jenis kamma yang menghasilkan kelahiran kembali di alam tersebut. ↩︎

  12. Kemelekatan pada ritual dan upacara adalah keterikatan pada pandangan bahwa pemurnian dapat dicapai dengan mengadopsi aturan eksternal tertentu atau mengikuti upacara tertentu, khususnya disiplin-diri pertapaan; kemelekatan pada doktrin diri adalah bersinonim dengan pandangan diri dalam salah satu dari dua puluh jenisnya (baca MN 44.7); kemelekatan pada pandangan adalah kemelekatan pada seluruh jenis lain pandangan kecuali dua yang disebutkan secara terpisah. Kemelekatan dalam salah satu variasinya merupakan suatu penguatan keinginan, kondisinya. ↩︎

  13. Ketagihan pada objek-objek pikiran (dhammataṇhā) adalah ketagihan pada segala objek kesadaran kecuali objek-objek dari kelima jenis kesadaran indria. Contohnya adalah ketagihan pada khayalan dan gambaran pikiran, ketagihan pada gagasan-gagasan abstrak dan sistem intelektual, ketagihan pada perasaan-perasaan dan kondisi-kondisi emosi, dan sebagainya. ↩︎

  14. Kontak (phassa) dijelaskan pada MN 18.16 sebagai pertemuan antara organ indria, objeknya, dan kesadaran. ↩︎

  15. Landasan-pikiran (manāyatana) adalah kata gabungan untuk segala jenis kesadaran. Satu bagian landasan ini – “rangkaian kehidupan” (bhavanga) atau kesadaran bawah sadar – adalah “pintu” bagi munculnya kesadaran-pikiran. Baca n.130. ↩︎

  16. Batin-jasmani (nāma-rūpa) adalah sebuah kata yang memayungi organisme yang memiliki batin-jasmani yang secara khusus memiliki kesadaran. Kelima faktor batin yang disebutkan dalam kelompok nāma adalah tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan dengan demikian berhubungan dengan seluruh pengalaman kesadaran. Empat unsur utama secara nyata mewakili kualitas materi kepadatan, kohesi, panas, dan perluasan. Bentuk materi diturunkan dari unsur-unsur termasuk, menurut analisa Abhidhamma, zat sensitif kelima indria; empat objek indria – warna, suara, bau-bauan, dan rasa kecapan (objek sentuhan merupakan tiga unsur tanah, api, dan udara); kemampuan hidup secara fisik, inti makanan, perbedaan jenis kelamin, dan jenis lain fenomena materi. Baca Pendahuluan, hal.65↩︎

  17. Kesadaran-pikiran (manoviññāṇa) terdiri dari seluruh kesadaran kecuali lima jenis kesadaran indria yang telah disebutkan. Termasuk kesadaran dari gambaran pikiran, gagasan-gagasan abstrak, dan kondisi internal pikiran, serta kesadaran dalam merenungkan objek-objek indria. ↩︎

  18. Dalam konteks doktrin kemunculan bergantungan, bentukan-bentukan (sankhārā) adalah kehendak-kehendak yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat, atau, singkatnya, kamma. Bentukan jasmani adalah kehendak yang dinyatakan melalui jasmani, bentukan ucapan adalah kehendak yang dinyatakan melalui ucapan, dan bentukan pikiran adalah kehendak yang tetap berada di dalam tanpa berubah menjadi ungkapan jasmani atau ucapan. ↩︎

  19. Harus dipahami bahwa sementara ketidak-tahuan adalah kondisi bagi noda-noda, noda-noda – termasuk noda ketidak-tahuan – pada gilirannya adalah kondisi bagi ketidak-tahuan. MA mengatakan bahwa pengondisian ketidak-tahuan oleh ketidak-tahuan harus dipahami sebagai bermakna bahwa ketidak-tahuan dalam satu kehidupan dikondisikan oleh ketidak-tahuan dalam kehidupan sebelumnya. Karena itu, kesimpulan yang mengikuti adalah bahwa tidak ada titik awal yang dapat ditemukan bagi ketidak-tahuan, dan dengan demikian maka saṁsāra adalah tanpa awal yang dapat diketahui. ↩︎