easter-japanese

Dalam dua puluh lima tahun Sejak aku meninggalkan keduniawian Aku tidak menemukan kedamaian batin, Bahkan selama sejentikan jari.

Karena gagal menemukan kedamaian batin, Yang dikotori oleh keinginan indria, Aku meratap dengan tangan menggapai Sewaktu memasuki sebuah tempat kediaman.

Aku mendatangi seorang bhikhunī Yang padanya aku berkeyakinan. Ia mengajarkan Dhamma kepadaku: Agregat-agregat, bidang-bidang indria, dan elemen-elemen.

Ketika aku mendengar ajarannya, Aku mendatangi tempat sunyi. Aku mengetahui kehidupan-kehidupan lampauku; Mata-dewaku menjadi murni;

Aku memahami pikiran makhluk-makhluk lain; Telinga-dewaku menjadi murni; Aku merealisasikan kekuatan-kekuatan batin, Dan mencapai akhir kekotoran. Aku telah merealisasikan enam jenis pengetahuan langsung, Dan memenuhi ajaran Sang Buddha.

Dimabukkan oleh penampilanku, Sosokku, kecantikanku, kemasyhuranku, Dan karena kemudaanku, Aku merendahkan perempuan lain.

Aku merias tubuhku, Begitu indah, dirayu oleh orang-orang dungu, Dan berdiri di pintu rumah bordil, Bagaikan pemburu memasang perangkap.

Aku bertelanjang untuk mereka, Memperlihatkan banyak harta karun milikku. Menciptakan ilusi rumit, Aku tertawa, menggoda para laki-laki itu.

Hari ini, setelah berkeliling menerima dana makanan, Dengan kepala tercukur, mengenakan jubah luar, Aku duduk di bawah sebatang pohon untuk bermeditasi; Aku telah memperoleh kebebasan dari pemikiran.

Segala belenggu terpotong, Baik manusiawi maupun surgawi. Setelah menghapus segala kekotoran, Aku telah menjadi sejuk dan padam.

Karena perhatian yang tidak benar, Aku didera oleh keinginan pada kenikmatan indria. Aku gelisah di masa lalu, Tidak memiliki kendali atas pikiranku.

Dikuasai oleh kekotoran, Karena mengejar persepsi keindahan, Aku tidak memperoleh kedamaian batin. Di bawah kekuasaan pemikiran-pemikiran bernafsu,

Kurus, pucat, dan lesu, Selama tujuh tahun aku mengembara, Penuh kesakitan, Tidak menemukan kebahagiaan siang atau malam.

Dengan membawa tali Aku memasuki hutan, dengan berpikir: “Lebih baik aku gantung diri Daripada kembali kepada kehidupan rendah.”

Aku membuat jerat yang kuat Dan mengikatnya pada dahan pohon. Dengan mengalungkannya pada leherku, Batinku terbebaskan.

“Nandā, lihatlah kantong tulang-belulang ini sebagai Penyakit, kotor, dan busuk. Dengan pikiran terpusat dan tenang, Bermeditasilah pada aspek keburukan jasmani:

Sebagamana ini, demikian pula itu, Sebagaimana itu, demikian pula ini. Bau busuk menguar darinya, Ini adalah kesenangan bagi si dungu.”

Dengan memeriksa tubuhku sedemikian, Tanpa lelah sepanjang siang dan malam, Setelah mendobraknya Dengan kebijaksanaanku, aku melihat.

Dengan tekun, Menyelidiki dengan seksama, Aku sungguh melihat tubuh ini Baik di dalam maupun di luar.

Kemudian, dengan menumbuhkan kekecewaan pada tubuhku, Aku menjadi bosan dalam batin. Dengan tekun, terlepas, Aku padam dan damai.

Di masa lalu aku menyembah api suci, Bulan, matahari, dan para dewa. Setelah mendatangi penyeberangan sungai, Aku terjun ke dalam air.

Dengan mengambil banyak sumpah, Aku mencukur setengah kepalaku. Mempersiapkan tempat tidur di atas tanah, Aku tidak makan di malam hari.

Aku menyukai hiasan dan riasanku; Dan dengan mandi dan pijatan dengan minyak, Aku memuaskan tubuh ini, Yang didera oleh keinginan pada kenikmatan indria.

Tetapi kemudian aku memperoleh keyakinan, Dan meninggalkan keduniawian menuju tanpa rumah. Setelah benar-benar melihat pada tubuh ini, Keinginan pada kenikmatan indria terhapuskan.

Seluruh kelahiran-kembali terpotong, Keinginan dan aspirasi juga. Dengan terlepas dari segala kemelekatan, Aku mencapai kedamaian batin.

Setelah meninggalkan keduniawian karena keyakinan Dari kehidupan awam menuju kehidupan tanpa rumah, Aku mengembara ke sana-sini, Iri pada perolehan dan kehormatan.

Dengan mengabaikan tujuan tertinggi, Aku mengejar yang terendah. Di bawah kekuasaan kekotoran, Aku tidak pernah mengetahui tujuan kehidupan pertapaan.

Aku terpukul oleh rasa keterdesakan Sewaktu sedang duduk di gubukku: “Aku berjalan di jalan yang salah, Di bawah kekuasaan ketagihan.

Hidupku singkat, Digilas oleh usia tua dan penyakit. Sebelum tubuh ini hancur, Tidak ada waktu bagiku untuk lengah.”

Aku memeriksa sesuai dengan kenyataan Muncul dan lenyapnya agregat-agregat. Aku berdiri dengan batin terbebaskan, Setelah memenuhi ajaran Sang Buddha.

Sewaktu sedang berdiam di rumah Aku mendengar ajaran dari seorang bhikkhu. Aku melihat Dhamma yang tanpa noda, Pemadaman, keadaan yang tidak dapat musnah.

Dengan meninggalkan putra dan putriku, Kekayaan dan hasil panen, Aku memotong rambutku, Dan meninggalkan keduniawian menuju kehidupan tanpa rumah.

Sebagai seorang calon bhikkhunī, Aku mengembangkan jalan langsung. Aku meninggalkan keserakahan dan kebencian, Bersama dengan kekotoran-kekotoran yang menyertai.

Ketika aku ditahbiskan sepenuhnya menjadi seorang bhikkhunī, Aku mengingat kehidupan-kehidupan lampauku, Dan memurnikan mata-dewaku, Yang tanpa noda dan sepenuhnya terkembang.

Kondisi-kondisi muncul dari penyebab-penyebab, runtuh; Setelah melihatnya sebagai bukan milikku, Aku meninggalkan segala kekotoran, Aku sejuk dan padam.

Aku melahirkan sepuluh putra Dalam bentuk ini, kantong tulang-belulang ini. Kemudian, ketika lemah dan tua, Aku mendatangi seorang bhikkhunī.

Ia mengajarkan Dhamma kepadaku: Agregat-agregat, bidang-bidang indria, dan elemen-elemen. Ketika aku mendengar ajarannya, Aku memotong rambutku dan meninggalkan keduniawian.

Ketika aku menjadi seorang calon bhikkhunī, Mata-dewaku jernih, Dan aku mengetahui kehidupan-kehidupan lampauku, Tempat-tempat di mana aku dulu hidup.

Aku bermeditasi pada tanpa-gambaran, Pikiranku terpusat dan tenang. Aku mencapai kebebasan segera, Padam dengan tidak menggenggam.

Agregat-agregat dipahami sepenuhnya; Agregat-agregat itu ada, tetapi akarnya terpotong. Terkutuklah engkau, usia tua yang malang! Sekarang tidak ada lagi kehidupan di masa depan.

Rambutku terpotong, terbalut lumpur, Aku biasanya mengembara dengan mengenakan hanya satu jubah. Aku melihat kesalahan di mana tidak ada kesalahan, Dan tidak ada kesalahan di mana ada kesalahan.

Meninggalkan meditasi siangku Di Gunung Puncak Hering, Aku melihat Sang Buddha yang tanpa noda Di hadapan Saṅgha para bhikkhu.

Aku berlutut dan bersujud, Dan di hadapan Beliau aku merangkapkan tangan. “Datanglah Bhaddā,” Beliau berkata; Itu adalah penahbisanku.

“Aku mengembara di antara penduduk Aṅga dan Magadha, Vajjī, Kāsī, dan Kosala. Aku telah memakan dana makanan dari negeri-negeri itu Bebas dari utang selama lima puluh tahun.”

“O! ia telah melakukan begitu banyak jasa! Pengikut awam itu sangat bijaksana. Ia memberikan jubah kepada Bhaddā, Yang terbebas dari segala ikatan.”

Membajak sawah, Menanam benih di tanah, Dengan menyokong pasangan dan anak-anak, Para pemuda memperoleh kekayaan.

Aku sempurna dalam etika, Dan aku melakukan nasihat Sang Guru, Dengan tidak malas juga tidak gelisah— Mengapakah aku tidak mencapai padamnya?

Setelah mencuci kakiku, Aku mengamati air, Melihat air pencuci kaki Mengalir dari tanah yang tinggi ke tanah yang rendah.

Pikiranku menjadi tenang, Bagaikan kuda berdarah murni yang baik. Kemudian, sambil membawa pelita, Aku memasuki kediamanku, Memeriksa tempat tidurku, Dan duduk di atas dipanku.

Kemudian, setelah mengambil peniti Aku mencabut sumbunya. Kebebasan batinku Bagaikan padamnya pelita itu.

“Dengan mengambil alu, Para pemuda menumbuk jagung. Dengan menyokong pasangan dan anak-anak, Para pemuda memperoleh kekayaan.

Lakukanlah nasihat Sang Buddha, Yang setelahnya engkau tidak akan menyesal. Setelah cepat-cepat mencuci kakimu, Duduklah di tempat sunyi untuk bermeditasi.

Tercurah pada ketenangan batin, lakukanlah nasihat Sang Buddha.” Setelah mendengar kata-katanya, Ajaran-ajaran Paṭācārā,

Mereka mencuci kaki Dan mendatangi tempat sunyi Tercurah pada ketenangan batin. Mereka melakukan nasihat Sang Buddha.

Pada jaga pertama malam itu, Mereka mengingat kehidupan-kehidupan lampau mereka. Pada jaga pertengahan malam itu, Mereka memurnikan mata-dewa mereka. Pada jaga terakhir malam itu, Mereka menghancurkan kumpulan kegelapan.

Mereka bangkit dan bersujud di kakinya: “kami telah melakukan nasihatMu; Kami akan berdiam dengan menghormat padamu, Bagaikan tiga puluh dewa menghormati Indra, Tak terkalahkan dalam peperangan. Para penguasa tiga pengetahuan, kami terbebas dari kekotoran.”

Demikianlah tiga puluh bhikkhunī senior itu menyatakan pencerahan mereka di hadapan Paṭācārā.

Aku bisanya dalam keadaan menyedihkan. Sebagai seorang janda tanpa anak, Tanpa teman dan sanak saudara, Aku tidak memperoleh makanan maupun pakaian.

Aku membawa mangkuk dan tongkat Dan mengemis dari rumah ke rumah. Selama tujuh tahun aku mengembara. Terbakar oleh panas dan dingin.

Kemudian aku melihat seorang bhikkhunī Menerima makanan dan minuman. Setelah mendatanginya, aku berkata: “Berilah aku pelepasan keduniawan menuju kehidupan tanpa rumah.”

Berkat belas kasihan kepadaku, Paṭācārā memberikan pelepasan keduniawan kepadaku. Kemudian, setelah menasihatiku, Ia mendorongku untuk mencapai tujuan tertinggi.

Setelah mendengar kata-katanya, Aku melakukan nasihatnya. Nasihat sang nyonya tidak sia-sia: Sebagai penguasa tiga pengetahuan, aku terbebas dari kekotoran.