D iii 207
Mengulang Bersama
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Maurice Walshe
ShortUrl:
Edisi lain:
Pāḷi (vri)
[207]
1.1.
DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengunjungi negeri Malla bersama lima ratus bhikkhu. Sesampainya di Pāvā, ibukota Malla, Beliau menetap di hutan-mangga milik Cunda si pandai besi.1
1.2.
Pada saat itu, sebuah aula-pertemuan baru milik orang-orang Malla di Pāvā yang disebut Ubbhaṭaka,2 baru saja dibangun, dan belum dihuni oleh petapa atau Brahmana manapun, bahkan oleh manusia mana pun juga. Mendengar bahwa Sang Bhagavā sedang berada di hutan mangga milik Cunda, orang-orang Malla dari Pāvā menemui Beliau. Setelah memberi hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, orang-orang Malla di Pāvā baru saja mendirikan sebuah aula-pertemuan baru yang disebut Ubbhaṭaka, dan belum dihuni oleh petapa atau Brahmana manapun, bahkan oleh manusia mana pun juga. [208]
Sudilah Sang Bhagavā menjadi yang pertama menempatinya! Jika Beliau melakukan hal ini, itu adalah demi kebaikan dan kebahagiaan orang-orang Malla di Pāvā untuk waktu yang lama.’ Dan Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
1.3.
Mengetahui persetujuan Beliau, orang-orang Malla bangkit, memberi hormat kepada Beliau, berjalan dengan sisi kanan mereka menghadap Beliau dan pergi ke aula-pertemuan. Mereka menyusun alas duduk, menempatkan kendi-kendi air dan lampu minyak, dan kemudian, kembali menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi dan melaporkan, berkata: ‘Kapan saja Sang Bhagavā siap.’
1.4.
Kemudian Sang Bhagavā merapikan jubahNya, mengambil jubah dan mangkuk, dan pergi ke aula-pertemuan bersama para bhikkhu. Di sana Beliau mencuci kakiNya, masuk dan duduk bersandar di pilar tengah, menghadap ke timur. Para bhikkhu, setelah mencuci kaki mereka, masuk dan duduk bersandar di dinding barat, menghadap ke timur, [209]
dengan Sang Bhagavā duduk di depan mereka. Orang-orang Malla dari Pāvā mencuci kaki mereka, masuk dan duduk bersandar di dinding timur, menghadap ke barat dan dengan Sang Bhagavā di hadapan mereka. Kemudian Sang Bhagavā berbicara dengan orang-orang Malla tentang Dhamma hingga larut malam, memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakan mereka. Kemudian Beliau membubarkan mereka dengan berkata: ‘Vāseṭṭha,3 malam telah berlalu. 4Sekarang lakukanlah apa yang kalian anggap baik.’ ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab orang-orang Malla. Dan mereka bangkit, memberi hormat, dan keluar, berjalan dengan sisi kanan mereka menghadap Sang Bhagavā.
1.5.
Segera setelah orang-orang Malla pergi, Sang Bhagavā mengamati para bhikkhu yang sedang duduk diam, dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: ‘Para bhikkhu bebas dari kelambanan-dan-ketumpulan,5 Sāriputta. Pikirkanlah suatu khotbah Dhamma untuk dibabarkan kepada mereka. PunggungKu sakit, Aku ingin meregangkannya.’. ‘Baiklah, Bhagavā’, jawab Sāriputta. Kemudian Sang Bhagavā, setelah melipat empat jubahNya, berbaring di sisi kananNya dalam posisi singa,6 dengan satu kakiNya di atas kaki lainnya dan sadar jernih, dan mengingat dalam pikiranNya waktu untuk terjaga.
1.6.
Pada saat itu, Nigaṇṭha Nātaputta [210]
baru saja meninggal dunia di Pāvā. Dan setelah kematiannya para pengikut Nigaṇṭha terbagi menjadi dua kelompok, yang selalu bertengkar dan berselisih … (seperti Sutta 29, paragraf 1). Kalian mungkin berpikir bahwa mereka cenderung saling membunuh satu sama lain. Bahkan para pengikut berjubah putih merasa jijik, tidak senang dan menolak ketika mereka melihat ajaran mereka begitu keliru dinyatakan, … setelah dinyatakan oleh seorang yang tidak tercerahkan, dan sekarang dengan penyokongnya meningal dunia, tanpa seorang yang berwenang.
1.7.
Dan Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu, merujuk pada situasi ini, dan berkata: ‘Begitu keliru-dibabarkan ajaran dan disiplin mereka, begitu keliru diperlihatkan, dan begitu tidak berguna dalam menenangkan nafsu, setelah dinyatakan oleh seorang yang tidak tercerahkan. [211]
Tetapi teman-teman, Damma ini telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, Yang Tercerahkan Sempurna. Dan oleh karena itu kita akan mengulanginya bersama7 tanpa perbedaan, agar kehidupan suci ini dapat bertahan dan kokoh dalam waktu yang lama, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Dan apakah Dhamma ini yang telah dibabarkan oleh Sang Bhagavā …?
‘Ada satu hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā yang mengetahui dan melihat, Buddha yang mencapai penerangan sempurna. Maka kita akan mengulanginya bersama-sama … demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.
1.8.
‘Apakah satu hal ini?8 (eko dhammo).
[212]
1.9.
‘Ada [kelompok] dua hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā … Apakah itu?
[prosedur untuk]
memperbaikinya (āpatti-kusalatā ca āpatti-vuṭṭhāna-kusalatā ca).[213]
[214]
‘Kegagalan dalam moralitas dan pandangan [benar] (sīla-vipatti ca diṭṭhi-vipatti ca).‘Ini adalah [kelompok] dua hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā … Maka kita semua harus mengulanginya bersama-sama …’
1.10
‘Ada [kelompok] tiga hal … Apakah itu?
[215]
[216]
[Alam]
Kenikmatan-Indria, [Alam]
Berbentuk, [Alam]
Tanpa Bentuk (kāma-taṇhā, rūpa-taṇhā, arūpa-taṇhā).[Alam]
Berbentuk, [Alam]
Tanpa Bentuk, pelenyapan (seperti (14)).[di Alam]
Keinginan-Indria, Berbentuk, Tanpa bentuk (kāma-bhavo, rūpa-bhavo, arūpa-bhavo).[217]
[218]
[219]
hanya mengalami kebahagiaan sempurna, seperti para dewa dengan Cahaya Gilang-gemilang (Subhakiṇṇā).[mendengar]
, pada pengembangan batin [meditasi]
(cintāmaya paññā, sutamayā paññā, bhāvānāmaya paññā).[220]
‘Ini adalah [kelompok] tiga hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā … maka kita semua harus mengulanginya bersama-sama … demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.’ [221]
1.11.
‘Ada [kelompok] empat hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …
[222]
konsentrasi kesadaran, dan konsentrasi penyelidikan, yang disertai dengan upaya berkemauan.[223]
(b) Bagaimanakah ini mengarah menuju pengetahuan dan penglihatan? Di sini, seorang bhikkhu memperhatikan persepsi cahaya (ālokasaññaṁ manasikaroti), ia memusatkan pikirannya pada persepsi siang, malam seperti siang, siang seperti malam. Dengan cara ini, dengan pikiran jernih dan tanpa kabut, ia mengembangkan kondisi pikiran yang terang benderang (sappabhāsaṁ cittaṁ). (c) Bagaimanakah ini mengarah menuju perhatian dan kesadaran jernih? Di sini, seorang bhikkhu mengetahui perasaan-perasaan saat munculnya, saat berlangsung, dan saat lenyapnya; ia mengetahui pikiran-pikiran (vitakka)46 saat munculnya, saat berlangsung, dan saat lenyapnya. (d) Bagaimanakah ini mengarah menuju hancurnya kekotoran-kekotoran? Di sini, seorang bhikkhu berdiam di dalam perenungan muncul dan lenyapnya lima kelompok unsur kemelekatan (pañc’upādānakkhandesu udayabbayānupassī): “Ini adalah jasmani, ini adalah munculnya, ini adalah lenyapnya; ini adalah perasaan …; ini adalah persepsi …; ini adalah bentukan-bentukan pikiran …; ini adalah kesadaran, ini adalah munculnya, ini adalah lenyapnya.”[224]
menebarkan pikiran cinta-kasih ke atas, ke bawah dan ke sekeliling, ke segala penjuru, selalu dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih, melimpah, meluas, tidak terbatas, tanpa kebencian atau permusuhan. Dan demikian pula dengan belas-kasihan, kegembiraan simpatik, dan keseimbangan.[255]
disebut sebagai seorang bhikkhu yang sesungguhnya dari para leluhur, asli (aggaññe) bersilsilah Ariya. Kemudian (b) seorang bhikkhu puas dengan dana makanan apa pun yang ia peroleh … Kemudian, (c) seorang bhikkhu puas dengan tempat tinggal apa pun … Dan kemudian, (d) seorang bhikkhu, karena senang melepaskan (pahāna), bergembira di dalam pelepasan, dan karena senang mengembangkan (bhāvanā), bergembira di dalam pengembangan, tidak karena hal itu menjadi sombong … Dan seorang terampil demikian, tidak mengendur, berkesadaran jernih dan penuh perhatian, disebut sebagai seorang bhikkhu yang sesungguhnya dari para leluhur, asli bersilsilah Ariya.[226]
apa yang dapat menimbulkan kondisi-kondisi jahat dan tidak bermanfaat, seperti kerinduan atau dukacita, membanjirinya. Demikianlah ia melindungi indria penglihatan dan menjaganya (demikian pula untuk suara-suara, bau-bauan, rasa-kecapan, sensasi sentuhan badan, pikiran). Apakah (b) usaha untuk melepaskan? Di sini, seorang bhikkhu tidak menyetujui pikiran nafsu, kebencian, kekejaman yang telah muncul, tetapi meninggalkannya, menyingkirkannya, menghancurkannya, melenyapkannya. Apakah (c) usaha untuk mengembangkan? Di sini, seorang bhikkhu mengembangkan faktor penerangan sempurna perhatian, berdasarkan pada kesunyian, keterlepasan, pemadaman, mengarah menuju kematangan kebebasan (vassagga-pariṇāmiṁ); ia mengembangkan faktor penerangan sempurna penyelidikan kondisi-kondisi, … usaha, … kegembiraan, … ketenangan, … konsentrasi, … keseimbangan, berdasarkan pada kesunyian, keterlepasan, pemadaman, mengarah menuju kematangan kebebasan. Apakah (d) usaha untuk memelihara? Di sini, seorang bhikkhu, menjaga dengan kokoh dalam pikirannya objek konsentrasi yang ia sukai yang telah muncul, seperti tulang-belulang, atau mayat yang dipenuhi belatung, biru kehitaman, berlubang-lubang, membengkak.[227]
‘Empat pengetahuan lainnya: pengetahuan penderitaan, asal-mula penderitaan, lenyapnya, Sang Jalan.[228]
[229]
[230]
[-dewa]
,64 (c) delapan kebebasan, dicapai dengan tubuh batin (kāyena),65 (d) hancurnya kekotoran-kekotoran, dicapai dengan kebijaksanaan.[salah]
, ketidaktahuan.[231]
[232]
(d) oleh keduanya.[233]
ia berdiam dalam kehidupan ini tanpa ketagihan, terbebas (nibbuto), sejuk, menikmati kebahagiaan, menjadi seperti Brahmā (brahmā-bhūtena).74‘Ini adalah [kelompok] empat hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā … Maka kita semua harus mengulanginya bersama-sama … demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.’
[Akhir dari bagian pembacaan pertama]
2.1.
‘Ada [kelompok]
lima hal yang dengan sempurna dibabarkan …
[234]
[235]
1.
23). [236]
1.
24).[237]
bukan demi kerugiannya, (e) aku akan berbicara dengan pikiran penuh cinta kasih, dan bukan dengan permusuhan.[238]
keragu-raguan dan kebimbangan (a) sehubungan dengan Sang Guru, tidak puas dan tidak dapat memutuskan. Dengan demikian, pikirannya tidak dapat diarahkan kepada semangat, ketekunan dan usaha; (b) sehubungan dengan Dhamma …;(c) sehubungan dengan Sangha …; (d) sehubungan dengan latihan …; (e) ia marah dan kecewa dengan teman-temannya dalam kehidupan suci, ia merasa tidak senang dan negatif terhadap mereka, dengan demikian, pikirannya tidak dapat diarahkan kepada semangat, ketekunan dan usaha.[239]
ia melatih kehidupan suci demi untuk menjadi anggota sesosok tubuh dewa (deva-nikāya), berpikir: “Dengan ritual atau disiplin ini, latihan ini atau kehidupan suci ini, aku akan menjadi salah satu di antara para dewa, besar atau kecil.” Dengan demikian, pikirannya tidak dapat diarahkan kepada semangat, ketekunan dan usaha.[240]
pikiran ini, dikembangkan dengan baik, ditingkatkan, dibebaskan dan diputuskan dari keinginan-indria. Dan dengan demikian ia bebas dari kekotoran (āsavā), kesulitan dan demam yang muncul dari keinginan-indria, dan ia tidak merasakan perasaan [indriawi] itu. Ini disebut pembebasan dari kenikmatan-kenikmatan indria. Dan hal yang sama berlaku untuk (b) permusuhan, (c) kekejaman, (d) bentuk-bentuk (rūpa),87 (e) pribadi (sakkāya). [241]
[242]
… ketika ia mengarahkan pikirannya kepada Dhamma, memikirkan dan merenungkannya dan mengkonsentrasikan perhatian padanya (anupekkhati); atau (e) ketika ia dengan benar menangkap suatu gambaran-konsentrasi (samādhi-nimittaṁ), mempertimbangkannya dengan baik, mengarahkan pikirannya padanya (suppadhāritaṁ), dan telah dengan baik menembusnya dengan kebijaksanaan (suppaṭividdhaṁ paññāya). Karena hal ini, kegembiraan muncul dalam dirinya, dan dari kegembiraan ini, muncul sukacita; dan dengan sukacita ini, indria-indrianya ditenangkan, [243]
ia merasakan kebahagiaan sebagai akibatnya, dan dengan kebahagiaan ini, pikirannya kokoh.‘Ini adalah [kelompok] lima hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …’
2.2.
‘Ada [kelompok]
enam hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …
[244]
-telinga, -hidung, -lidah, -badan, kontak-pikiran.[245]
[246]
[247]
Jika, teman-teman, kalian menemukan akar perselisihan demikian di dalam diri kalian atau orang lain, kalian harus berusaha menyingkirkan akar perselsihan itu. Jika kalian tidak menemukan akar perselisihan demikian …, maka kalian harus berusaha mencegah akar tersebut menguasai kalian di masa depan.[248]
memperluasnya, menjadikannya kendaraan dan landasan, kokoh, mengusahakannya dengan baik, melatihnya dengan baik. Namun, kebencian masih membelenggu pikiranku.” Ia harus diberitahu: “Tidak, jangan berkata begitu! Jangan keliru memahami Sang Bhagavā, tidaklah benar memfitnah Beliau demikian, karena Beliau tidak akan mengatakan hal-hal seperti itu! Kata-katamu tidak beralasan dan tidak mungkin. Jika engkau mengembangkan pembebasan pikiran dengan cinta-kasih, kebencian tidak memiliki kesempatan menyelimuti pikiranmu. Pembebasan melalui cinta-kasih adalah penawar bagi kebencian.” Atau (b) ia mengatakan: “Aku telah mengembangkan pembebasan pikiran dengan belas-kasihan (karuṇā), dan kekejaman masih membelenggu pikiranku …” Atau(c) “Aku telah mengembangkan pembebasan pikiran dengan kegembiraan simpatik (muditā), namun ketidak-senangan (arati) masih membelenggu pikiranku …” [249]
Atau (d) ia mengatakan: “Aku telah mengembangkan pembebasan pikiran dengan keseimbangan (upekkhā), dan nafsu (rāgo) masih membelenggu pikiranku …” Atau (e) ia mengatakan: “Aku telah mengembangkan kebebasan tanpa gambaran dari pikiran (animitta ceto-vimutti),92 namun pikiranku masih merindukan gambaran (nimittānusāri hoti) …” Atau (f) ia mengatakan: “Aku telah menolak gagasan ‘Aku’, aku tidak mempedulikan gagasan ‘Aku’. Namun keragu-raguan, kebimbangan dan masalah masih membelenggu pikiranku …” [250]
(Dijawab serupa dengan (a)).[tertentu]
, hal-hal terdengar, perolehan, latihan, bentuk-bentuk pelayanan (paricāriyānuttariyaṁ), objek-objek perenungan.[251]
menjalani kehidupan yang gelap, (b) seseorang yang terlahir dalam kondisi gelap, menjalani kehidupan yang cerah, (c) seseorang yang terlahir dalam kondisi gelap, mencapai Nibbāna, yang tidak gelap dan juga tidak cerah, (d) seseorang yang terlahir dalam kondisi cerah, menjalani kehidupan yang gelap, (e) seseorang yang terlahir dalam kondisi cerah, menjalani kehidupan yang cerah, (f) seseorang yang terlahir dalam kondisi cerah, mencapai Nibbāna, yang tidak gelap dan juga tidak cerah.2.
1 (26)) dan persepsi pelenyapan (nirodha-saññā).‘Ini adalah [kelompok] enam hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …’
2.3.
‘Ada [kelompok] tujuh hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …
[252]
penyelidikan fenomena, usaha, kegembiraan (pīti), ketenangan, konsentrasi, keseimbangan.[253]
(g) mengembangkan pandangan terang penembusan.99[254]
. Terbebaskan-melalui-Kebijaksanaan, Saksi-Tubuh, Yang-Mencapai-Penglihatan, Terbebaskan-oleh-Keyakinan, Pengikut-Dhamma, Pengikut-Keyakinan (seperti Sutta 28, paragraf 8).Ini adalah [kelompok] tujuh hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā … Maka kita semua harus mengulanginya bersama-sama … demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.’
[Akhir dari bagian pembacaan kedua]
3.1.
‘Ada [kelompok] delapan hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …
[255]
[256]
… tubuhku lelah dan tidak bisa melakukan apapun …” Atau (f) ia pergi mengumpulkan dana makanan … dan memperoleh cukup … Ia berpikir: “Aku telah mengumpulkan makanan … dan tubuhku berat seolah-olah aku hamil …”103 Atau (g) Ia merasa sedikit kurang sehat, dan ia berpikir: “Lebih baik aku beristirahat …” Atau (h) Ia sedang memulihkan badan, karena baru sembuh dari sakit, dan ia berpikir: “Tubuhku lemah dan tidak berguna. Aku akan beristirahat.” Maka ia berbaring dan tidak mengerahkan cukup usaha untuk menyelesaikan apa yang belum selesai, untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.[257]
melakukan suatu pekerjaan, dan berpikir: “Aku telah melakukan pekerjaan ini, tetapi karena pekerjaan ini aku tidak mampu memusatkan cukup perhatian pada ajaran Sang Buddha. Jadi aku akan mengerahkan cukup usaha …” Atau(c) ia harus melakukan perjalanan … Atau (d) ia telah melakukan perjalanan. Ia berpikir “Aku telah melakukan perjalanan, tetapi karena perjalanan ini, aku tidak mampu memusatkan cukup perhatian …” Atau (e) ia pergi mengumpulkan dana makanan … tidak memperoleh cukup makanan … dan ia berpikir: “Jadi tubuhku ringan dan segar. Aku akan mengerahkan usaha …” Atau (f) ia pergi mengumpulkan dana makanan … dan memperoleh cukup … Ia berpikir: “Jadi tubuhku kuat dan sehat. Aku akan mengerahkan usaha …” Atau (g) Ia merasa sedikit kurang sehat, dan ia berpikir: “Penyakit ini bisa bertambah parah, jadi aku akan mengerahkan usaha …” Atau [258]
(h) ia sedang memulihkan badan …, dan ia berpikir: “… mungkin saja penyakit itu datang. Jadi aku akan mengerahkan usaha …” Demikianlah ia mengerahkan cukup usaha untuk menyelesaikan apa yang belum selesai, untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.[259]
Tetapi Aku mengatakan ini dalam hal seorang yang bermoral, bukan seorang yang tidak bermoral. Cita-cita pikiran dari seorang yang bermoral adalah efektif karena kemurniannya.106 Atau (b) ia memberikan sesuatu dan, setelah mendengar bahwa para dewa di alam Empat Raja Dewa berumur panjang, berpenampilan rupawan dan menikmati kehidupan bahagia, ia berpikir: “Seandainya aku bisa terlahir di sana!” Atau ia bercita-cita untuk terlahir kembali di alam(c) Tiga-Puluh-Tiga Dewa, (d) para dewa Yama, (e) para dewa Tusita, (f) para dewa Nimmānarati, (g) para dewa Paranimmita-vasavatti. Dan pemikiran ini mengarahkannya pada kelahiran kembali di sana … Cita-cita pikiran dari seorang yang bermoral adalah efektif karena kemurniannya. Atau (h) Atau ia bercita-cita untuk terlahir kembali di alam Brahmā … Tetapi [260]
Aku mengatakan ini dalam hal seorang yang bermoral, bukan seorang yang tidak bermoral, seorang yang terbebas dari nafsu (vītarāgassa), bukan seorang yang masih terombang-ambing oleh nafsu.107 Cita-cita pikiran dari seorang yang bermoral [demikian] adalah efektif karena kebebasan dari nafsu.3.
21)[261]
(f) kuning, (g) merah, (h) putih (seperti Sutta 16, paragraf 3.25-32).[262]
‘Ini adalah [kelompok] delapan hal …’
3.2.
‘Ada [kelompok] sembilan hal …
[263]
“Apalah gunanya [memendam kedengkian]?”[264]
(a) Seorang Tathāgata telah dilahirkan di dunia ini, Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, dan Dhamma diajarkan yang mengarah menuju Nibbāna yang tenang dan sempurna, yang mengarah menuju penerangan sempurna seperti diajarkan oleh Yang Sempurna menempuh Sang Jalan, dan orang ini terlahir di alam-neraka (nirayaṁ),108 … (b) … di tengah-tengah binatang, (c) … di tengah-tengah peta, (d) … di tengah-tengah asura, (e) di dalam kelompok para dewa yang berumur panjang,109 (f) ia terlahir di wilayah perbatasan di tengah-tengah suku biadab yang bodoh di mana tidak dapat dikunjungi oleh para bhikkhu dan bhikkhunī, atau siswa-siswa awam laki-laki dan perempuan, atau (g) ia terlahir Negeri Tengah,110 tetapi ia memiliki pandangan salah dan penglihatan yang menyimpang, dengan pemikiran: “Tidak ada perbuatan memberi, memberikan persembahan, atau melakukan pengorbanan, tidak ada buah atau akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk; tidak ada alam ini atau alam berikutnya; [265]
tidak ada orangtua dan tidak ada kelahiran kembali secara spontan; tidak ada petapa atau Brahmana di dunia ini yang, setelah mencapai pengetahuan tertinggi untuk dirinya sendiri tentang alam ini dan alam berikutnya, kemudian menyatakannya”;111 atau (h) … ia terlahir di Negeri Tengah tetapi tidak memiliki kebijaksanaan dan bodoh, atau bisu-tuli dan tidak mengetahui apakah sesuatu hal telah dinyatakan dengan benar atau salah; atau … (i) tidak ada Tathāgata yang telah muncul … dan orang itu terlahir di Negeri Tengah dan cerdas, tidak bodoh, dan tidak bisu-tuli, dan mengetahui dengan baik apakah sesuatu hal telah dinyatakan dengan benar atau salah.[266]
‘Ini adalah [kelompok] sembilan hal …’
3.3.
‘Ada [kelompok] sepuluh hal yang dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā …
[267]
(b) ia telah banyak belajar, dan mengingat dan menguasai apa yang ia pelajari. Di dalam ajaran ini, yang indah di awal, di pertengahan dan di akhir, dalam makna dan kata-katanya yang menyatakan kehidupan suci yang murni dan sempurna sepenuhnya, ia sangat terpelajar, ia mengingatnya, mengulangi dan mengulanginya, merenungkannya dan menembusnya dengan penglihatan;(c) ia adalah seorang teman, rekan dan sahabat baik bagi orang-orang berbudi; (d) ia ramah, memiliki kelembutan dan kesabaran, cepat menangkap pengajaran; (e) berbagai pekerjaan apapun yang harus dilakukan oleh bhikkhu lainnya, ia terampil, tidak mengendur, dengan pandangan ke depan dalam melakukan tugas tersebut, dan juga terampil dalam melakukan dan merencanakan; (f) ia menyukai Dhamma dan gembira dalam mendengarkannya, ia khususnya menyukai ajaran dan disiplin yang lebih tinggi (abhidhamme abhivinaye);114 [268]
(g) ia puas dengan barang-barang kebutuhan apapun juga: jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan jika sakit; (h) ia senantiasa berusaha untuk meningkatkan usahanya, untuk menyingkirkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat, untuk memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat, tanpa lelah dan penuh semangat berusaha untuk mempertahankan kondisi baik itu dan tidak pernah menolak beban itu; (i) ia penuh perhatian, dengan kemampuan besar untuk mengingat dengan jelas hal-hal yang dilakukan dan diucapkan di masa yang telah lama berlalu;115 (j) ia bijaksana, dengan persepsi bijaksana mengenai muncul dan lenyapnya, persepsi Ariya itu yang mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.[269]
[271]
‘Ini adalah [kelompok] sepuluh hal yang telah dengan sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagavā yang mengetahu dan melihat, Sang Buddha yang mencapai penerangan sempurna. Maka kita semua harus mengulanginya bersama tanpa perbedaan, agar kehidupan suci ini dapat bertahan dan kokoh dalam waktu yang lama ke depan, demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasihan kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia.’
3.4.
Dan ketika Sang Bhagavā telah berdiri, Beliau berkata kepada Yang Mulia Sàriputta: ‘Bagus, bagus, Sāriputta! Baik sekali engkau menyatakan cara mengulangi bersama ini kepada para bhikkhu!’
Hal-hal itu dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta, dan Sang Guru menyetujuinya. Para bhikkhu senang dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Sāriputta.
Ini tidak diragukan adalah Sutta pada masa belakangan. RD dengan hati-hati mengatakan tentang Sutta ini dan DN 34: ‘Kedua Sutta ini berisikan tentang hal-hal yang menyiratkan bahwa Sutta-sutta ini menjadi seperti ini pada masa-masa belakangan dibandingkan Suta-sutta lainnya dalam Dīgha Nikaya’. Sutta ini dihubungkan, seperti halnya DN 29, dengan masa segera setelah kematian Nigaṇṭha Nātaputta, pemimpin Jain, dan berlokasi ‘di hutan mangga milik Cunda si pandai besi’, yang kita kenal dalam DN 16.4.14ff. Jika kita membandingkan dengan DN 29, kita melihat bahwa khotbah itu dibabarkan kepada ‘Sāmaṇera Cunda’, yang adalah orang yang berbeda – tetapi kita mungkin bertanya-tanya apakah kedua Sutta ini tidak membingungkan. Sebagian inspirasi dari DN 34 mungkin berasal dari kata-kata Sang Buddha dalam DN 29.17. Mungkinkah keseluruhan Sutta itu adalah perluasan dari topik itu? Bagaimanapun juga, metode pengelompokan numerik seperti ini digunakan (baik pada masa awal maupun masa belakangan) secara luas dalam Anguttara Nikāya, dan sesungguhnya banyak bagian dalam daftar yang terdapat di sini juga muncul dalam Anguttara Nikāya.
Daftar numerik demikian, juga dibandingkan oleh beberapa penulis sejak RD dan seterusnya dengan apa yang disebut ‘matriks’ (mātikā) Abhidhamma – sebagian dengan implikasi bahwa jenis penyajian seperti ini selalu menyatakan lapisan yang diduga muncul setelah masa Sang Buddha. Sesungguhnya kita tidak mengetahui sampai sejauh apa Sang Buddha menggunakan alat pedagogis ‘dengan angka’ dalam mengajar. Dalam banyak kasus, ketika daftar penomoran demikian muncul, seringkali daftar tersebut diperluas, dan kemungkinan besar materi Sutta ini berasal dari berbagai periode, dan karena beberapa di antaranya jelas berasal dari masa belakangan, ini tidak berarti bahwa bagian lainnya bukan dari masa awal. Terdapat versi Tibet dan versi lainnya dari Sutta ini. Harus ditekankan bahwa, keringnya Sutta jenis semacam ini bagi banyak orang masa kini, namun dari sudut pandang monastik justru berharga untuk tujuan pengulangan (seolah-olah – dan mungkin sebenarnya – adalah tujuan sebenarnya), menggabungkan bukan hanya kategori-kategori doktrin utama secara ringkas, tetapi juga banyak hal sehubungan dngan perilaku dan disiplin yang harus senantiasa diingat oleh para bhikkhu.
NB: Karena daftar dalam Sutta ini dan DN 34 mengandung banyak istilah-istilah teknis, maka kata-kata Pali juga diberikan untuk menghindari keraguan atau kebingungan. ↩︎
Yang agung (‘Diagungkan’, RD). ↩︎
Cf. n.441. Orang-orang Malla dari Pāvā, tentu saja, berhubungan dekat dengan oang-orang Malla dari Kusinārā. ↩︎
Bukan ‘malam yang indah’ (suatu terjemahan yang janggal oleh RD). ↩︎
Ketiga dari lima rintangan ( di bawah, 2.1 (6)). ↩︎
Seperti dalam DN 16.4.40. ↩︎
Seperti yang diusulkan dalam DN 29.17 (baca n.1012). ↩︎
Atau sebenarnya, seperti kelompok-kelompok berikutnya ‘kelompok satu hal’. ↩︎
Kelompok ‘satu hal’ yang kedua tidak ditemukan dalam keseluruhan naskah, atau dalam kalimat yang sama dalam AN, mungkin karena kesalah-pahaman atas ‘satu hal’. ↩︎
Hubungan di sini dengan (8) sepertinya hanyalah permainan kata: āpatti ‘pelanggaran’, dan samāpatti ‘pencapaian’. Meskipun berbeda dalam makna, kedua kata ini memiliki akar kata yang sama. ↩︎
Ini adalah enam indria (pikiran sebagai yang keenam), objek-objeknya dan kesadaran masing-masing, yaitu, ‘mata, objek penglihatan, kesadaran-mata’, seperti dalam MN 115. Baca BDic pada bagian Dhātu. ↩︎
Perhatikan lagi permainan kata: cara mengingat yang sangat berguna. ↩︎
‘Kemurnian cinta kasih sesama saudara’ adalah penafsirann bebas atas DA dari RD. ↩︎
‘Kelengahan’ oleh RD sepertinya cukup untuk ini, tetapi ‘menginginkan kecerdasan’ adalah keliru untuk asampajañña, yang gagal dalam memenuhi keselarasan dengan DN 22.4 (baca n.646 di sana). ↩︎
Bala: ‘kekuatan’ digunakan di sini dalam pengertian yang tidak biasa. ↩︎
Ini adalah dua bentuk dasar yang menjadi sumber bagi meditasi Buddhis. ↩︎
Terjemahan Ñaṇamoli atas kata yang sulit ini. ↩︎
Atau ‘pikiran’, seperti faktor kedua dari Jalan Mulia Berfaktor Delapan. ↩︎
Di sini, Alam Keinginan-Indria (kāma-loka). ↩︎
Perhatikan tumpang tindih dengan tiga sebelumnya, yang mewakili ‘Tiga Alam’. Di sini kita memiliki dua ‘alam yang lebih tinggi’ dan adi-duniawi (lokuttara), dirujuk di sini sebagai ‘lenyapnya’ (seperti yang Ke tiga dalam Empat Kebenaran Mulia). ↩︎
Ketagihan pada kehidupan yang terus berlanjut. ↩︎
Ketagihan, bukan terhadap ‘lenyapnya’ (n.1031) tetapi terhadap padamnya (jasmani). Hanya mereka yang memiliki Mata-Dhamma (n.140) yang dapat dengan jelas membedakan hal ini, walaupun secara samar-samar dapat juga dipahami melalui logika dan/atau keyakinan. Baca n.703. ↩︎
Secara harfiah ‘jasmani sendiri’, ini adalah kekeliruan dalam gagasan-diri. Kehancuran belenggu ini (bersama dua lainnya) berarti terbukanya Mata-Dhamma (n.1033) atau ‘Memasuki-Arus’. ↩︎
Kejahatan tertentu (seperti membunuh ayah, cf. DN 2.100) memiliki akibat pasti yang tidak dapat dihindari. ↩︎
Pada saat momen-jalan pertama (atau Memasuki-Arus, n.1034) telah tercapai, kemajuan tidak dapat dihindari, dan kemunduran ke ‘alam sengsara’ adalah tidak mungkin. ↩︎
RD menuliskan kankhā ‘keraguan’. ↩︎
Secara harfiah ‘sesuatu’, dikemas oleh DA sebagai ‘rintangan’. ↩︎
Yaitu, guru-guru spiritual (cf. DN 31.29). ↩︎
Ini merujuk pada ‘hal-hal yang sangat halus’. ↩︎
‘Membentuk kondisi yang muncul berdampingan dan kondisi buah di masa depan’ (DA). ↩︎
Ini merujuk pada kelahiran kembali di Alam Tanpa Bentuk. ↩︎
Cf. n.542. ↩︎
Yang terakhir menerima gelar ‘senior’ oleh para junior tanpa benar-benar berhak untuk itu. ↩︎
Semua ini adalah alam-alam dimulai dari neraka hingga alam surga para dewa Paranimmita-vasavatti. (baca Pendahuluan, p.40). ↩︎
Semua ini adalah di Alam Berbentuk. ↩︎
Cara-cara di mana seseorang ‘dijaga’. ↩︎
Indria-indria lebih tinggi dari Pemenang-Arus, dan seterusnya. ↩︎
Cf. n.140. ↩︎
Dari Pemenang-Arus. ↩︎
Kāya di sini bukan berarti (seperti RD) ‘mekanisme batin-jasmani’, melainkan ‘tubuh pikiran (yaitu, secara lebih luas, ‘emosi’). ↩︎
Perbedaan tingkatan jhāna. Perbedaan antara dua yang pertama sepertinya berperan dalam pembagian (belakangan) Abhidhamma dari jhana pertama menjadi dua. ↩︎
Moneyya diturunkan dari muni ‘yang bijaksana’ (atau ‘petapa’, RD). ↩︎
Perhatikan permainan kata di sini: tiga turunan dari akar i ‘pergi’. Âya juga dapat, dalam konteks duniawi, berarti ‘mencari uang’ (seperti yang dengan lucu diusulkan untuk kalimat ini dalam PED!). Apāya biasanya merujuk pada ‘kondisi sengsara’ (kelahiran kembali yang menderita), sedangkan upāya berarti ‘alat yang terampil’, dan demikianlah yang sering digunakan oleh Bodhisatva dalam tradisi Mahāyāna. ↩︎
Yang kedua merujuk pada Brahmavihāra (DN 13), yang ketiga merujuk pada Kearahattaan. ↩︎
Cf. DN 11.3 dan nn.231-3. ↩︎
Ini adalah kemunculan pikiran apapun yang terjadi. ↩︎
‘Landasan-landasan Perilaku’ (RD). ↩︎
Telepati. ↩︎
Pengetahuan dalam arti kebenaran konvensional. Cf. n.224. ↩︎
Biasanya ini berarti makanan manusia biasa, tetapi baca n.1062. ↩︎
Ini merujuk pada makanan para dewa, kadang-kadang juga disebut kabalinkāra (cf. n.74). Baca BDic pada kata Āhāra. ↩︎
Kehendak ini =kamma. ↩︎
Chanda adalah kata yang sangat umum untuk ‘keinginan, niat’: baca BDic. ↩︎
Cf. DN 1.1.17. DA di sini mengemas: ‘minyak, madu, ghee’, dan sebagainya, yang sepertinya misterius, dan tidak didukung oleh Sub Komentar. ↩︎
Baca DN 28.10. ↩︎
Dengan mengembangkan samādhi. ↩︎
Dhamma-padāni. Secara formal ini adalah bentuk jamak dari Dhamma-pada, judul yang mungkin merupakan naskah Buddhis yang paling terkenal, tetapi dikemas sebagai ‘pengelompokan Dhamma’. ↩︎
Menghilangkan ‘keyakinan’ sebagai yang pertama dalam kelompok ini, biasanya ada lima. ↩︎
Kebenaran, yaitu penembusan ‘segala sesuatu sebagaimana adanya’. ↩︎
Tidak ‘menguasai diri’ (RD). ↩︎
Kamma yang mengarah menuju penerangan sempurna, ketika tidak ada lagi kamma yang akan terbentuk. ↩︎
‘Dimunculkan di depan mata’. ↩︎
Di sini sati mungkin digunakan dalam pengertian yang lebih tua dan jarang digunakan sebagai ‘ingatan’ bukannya perhatian: baca n.629. ↩︎
Baca n.140. ↩︎
Faktor-faktor yang muncul dalam ‘kelompok batin’ pada saat kapanpun. ↩︎
Baca n.913 ↩︎
Yang mengikat batin (nāma) dan jasmani (rūpa) bersama-sama. Gantha juga berarti ‘buku’ dalam bahasa belakangan (baca n.846). ↩︎
Kāya di sini berarti nāma-kāya ‘tubuh batin’. ↩︎
Yoniyo: ‘rahim’. Penjelasan lebih jauh terdapat dalam MN 12. ↩︎
‘Seperti dari ikan yang membusuk, dan sebagainya’ (MN 12). ↩︎
Kelahiran kembali di alam dewa (juga kelahiran kembali sebagai Yang–Tidak-Kembali). ↩︎
‘Diri’ yang baru dalam kehidupan lain. Cf. n.220. ↩︎
Baca n.933. ↩︎
Cf. n.823. ↩︎
Seperti Upananda, yang walaupun perilakunya tidak baik, namun masih mampu membantu orang lain (DA). ↩︎
Sebutan mengherankan ini dimaksudkan untuk merujuk pada Pemenang-Arus, Yang-Kembali-Sekali, Yang-Tidak-Kembali dan Arahant. ↩︎
Cf. n. 244. ↩︎
Cf. n. 244. ↩︎
Pelanggaran karena kecemburuan dalam diri seorang bhikkhu. ↩︎
Kecemburuan pada orang lain karena sokongan dari keluarga tertentu. ↩︎
Alam yang dihuni oleh Yang-Tidak-Kembali, yang mencapai Nibbāna secara langsung dari sana. ↩︎
Arti dari nama ini mungkin ‘tidak jatuh dari kemakmuran’ (baca EB). ↩︎
Untuk pembedaan kemajuan pencapaian ini baca BDic atau EB. ↩︎
Baca juga MN 12. ↩︎
Ini, walaupun di sini digunakan secara metafora, adalah kata untuk ‘kehausan’ dalam pengertian harafiah. Di sini berarti sesuatu yang kurang kuat daripada taṇhā. ↩︎
Vimuccati, jelas berarti ‘terbebaskan’, tetapi dikemas oleh DA sebagai adhimuccati, diartikan oleh RD sebagai ‘memilih’. Kata kerja yang sama digunakan dalam kalimat berikutnya sehubungan dengan pelepasan keduniawian. Sebagai pengganti saya menggunakan ‘sesuka hati’, sebuah terjemahan bebas, dan mencurigai adanya kesalahan tekstual. ↩︎
Rūpa di sini mungkin berarti ‘objek yang terlihat’. ↩︎
‘Dengan samādhi dari Buah Kearahattaan’ (DA). Dalam konteks ini, mungkin perlu diperhatikan bahwa di dalam Buddhisme, kebalikan dari beberapa penggunaan Non-Buddhis, samādhi sendiri tidak pernah berarti ‘terbebaskan’ atau ‘pencerahan’ (baca b.225). ↩︎
‘Penyelidikan yang dihubungkan dengan kenikmatan’ (DA). ↩︎
Makna dari sārāṇīyà dhamma tidak dapat dipastikan. Dalam DN 16.1.11, RN mengartikan ‘kondisi-kondisi kesejahteraan’, yang adalah pelesetan dari aparihāniyā dhammā. ↩︎
Empat unsur utama (n.70), dengan dua tambahan yang kadang-kadang dicantumkan bersamaan (seperti dalam MN 140). Untuk lima yang pertama dalam Buddhisme belakangan, cf. Lama Anagarika Govinda, Foundations of Tibetan Mysticism (London 1959), 183ff. ↩︎
Cf. VM 21.66. ↩︎
Koleksi lain-lain dari hal-hal ‘tidak terlampui’, yang terakhir, misalnya, adalah perenungan (bukan ‘ingatan’, RD!) Buddha, Dhamma dan Sangha. ↩︎
RD dengan cerdas menerjemahkan ini sebagai ‘kondisi-kondisi yang bertahan lama’. ↩︎
Seolah-olah keseluruhan Jalan Delapan bertujuan untuk mencapai Konsentrasi Benar! (cf. n.1099). Baca DN 18.27. ↩︎
Manusia ideal (Buddha atau Arahant). ↩︎
Biasanya dalam pengertian relatif: tidak ada pembenaran atas tulisan apapun atas gagasan ‘Diri Besar’ dalam penggunaan ini (yang pada dasarnya hanya merupakan kata ganti)! Perhatikan karakteristik permainan kata: attha, attā, mattā. ↩︎
Tertulis niddasa. ‘Landasan-landasan Kearahattaan’ oleh RD sangat bebas. ↩︎
Diṭṭhi-paṭivedhe. ‘intuisi kebenaran’ oleh RD tidak cukup mengena. ↩︎
Secara harfiah ‘beriringan’. ↩︎
Ini membentuk bagian akhir (peraturan 221-227) dari Pātimokkha atau aturan disiplin. ↩︎
Seperti n.1039. ↩︎
RD mengartikan ‘seperti sejumlah kacang basah’, mengikuti DA, tetapi arti ‘hamil’ sepertinya cocok. Mungkin suatu kasus kesopanan Buddhaghosa, yang diulangi oleh Mrs Rhys Davids. ↩︎
Dalam mempraktikkan (bukan ‘mempelajari’: RD) ketenangan dan pandangan terang. Memberi (RD mengartikan ‘forgiving’ (memaafkan) – kesalahan cetak dari ‘for giving’ (memberi)!) melunakkan pikiran pemberi dan penerima. DA mengutip syair yang terdapat dalam VM 9.39:
↩︎Suatu pemberian untuk menjinakkan mereka yang belum dijinakkan, Suatu pemberian untuk segala jenis kebaikan; Melalui memberikan pemberian mereka tidak terbelokkan Dan menurun pada ucapan yang baik. (Terjemahan Ñāṇamoli)
‘Meluas’ (RD). Tetapi ini adalah kata kerja biasa untuk ‘pengembangan’ dalam meditasi. ↩︎
‘Yaitu, tidak campuran, berpikiran tunggal’ (RD). DA tidak berkomentar, tetapi gagasan cita-cita ‘berpikiran murni’ demikian adalah mirip dengan yang berhubungan dengan efektifitas dari ‘pernyataan kebenaran’. ↩︎
Brahmā dalam Buddhisme bukanlah makhluk abadi dan bukan tuhan pencipta. Kebijaksanaannya, walaupun cukup tinggi, namun terbatas, dan ia juga dapat membual (Baca DN 11!), tetapi ia bebas dari nafsu indriawi, dan demikian pula mereka yang terlahir kembali di alamnya (walaupun nafsu itu mungkin hanya ditekan oleh jhāna – yang adalah cetovimutti ‘kebebasan pikiran’ – dan belum tentu oleh pandangan terang, yang adalah paññāvimutti ‘kebebasan melalui kebijaksanaan’: cf. nn.355, 868) Tetapi mereka yang terlahir kembali di sana belum, menurut Sub Komentar, melenyapkan keinginan pada kehidupan yang terus berlanjut (bhavataṇhā: n.1032). ↩︎
Seperti n.244. ↩︎
Yaitu, kelahiran kembali di tengah-tengah para dewa yang umur kehidupannya sangat panjang sehingga mereka melewatkan kelahiran di alam manusia pada masa yang menguntungkan. Cf. n.888. ↩︎
Pusat, wilayah ‘beradab’ di India (termasuk sepanjang Sungai Gangga) berlawanan dengan wilayah yang kurang menguntungkan. Cgf. N.72 ↩︎
Kata-kata dari Ajita Kesakambalī (DN 2.23). ↩︎
Yaitu, menjadi halus sehingga tidak terlihat. ↩︎
Dhammà di sini jelas bermakna ‘hal-hal, faktor-faktor’, bukan ‘ajaran’ (RD). ↩︎
DA meragukan apakah abhidhamma di sini berarti ‘tujuh Pakaraṇa’, yaitu Abhidhamma Piṭaka seperti yang kita ketahui, atau bukan. Jawaban singkatnya adalah bahwa jika naskah ini berasal dari masa Sang Buddha (yang mungkin saja namun sangat tidak dapat dipastikan), maka kata abhidhamma hanya mungkin berarti umum ‘ajaran yang lebih tinggi’ atau sejenisnya. Pertimbangan yang sama berlaku untuk kata abhivinaya. ↩︎
Cf. n.1074. ↩︎
Bukan ‘objek untuk hipnotis diri’ (RD). Jhāna tidak sama dengan hipnotis dalam hal bahwa seseorang memiliki kendali penuh dan tidak dapat dipengaruhi. Saya berhutang pada Dr.Nick Ribush untuk klarifikasi berharga ini. (cf. n.211). ↩︎
Ada beberapa hal yang membingungkan dalam dua terakhir dari daftar ini. Di tempat lain kita menemukan āloka ‘cahaya’ dan bukan kesadaran (kesadaran agak sulit dianggap sebagai suatu kasiṇa). Baca VM 5.26 dan n.5 di sana. ↩︎
Atau ‘pendapat-pendapat sektarian’ (RD). Penyimpangan pandangan. ↩︎
Passaddha-kāya-sankhāro, di mana kāya berarti tubuh batin. ↩︎
Cf. 1.10 (22). Terlibat dalam permasalahan mengenai ‘diri’, dan sebagainya. ↩︎
Cf. n.542. ↩︎