easter-japanese

[194] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Puncak Hering. Dan Empat Raja Dewa,2 bersama serombongan besar yakkha, gandhabba, kumbhaṇḍa dan nāga,3 setelah membuat pengawalan, barisan pertahanan, panjagaan di empat penjuru,4 ketika malam hampir berlalu, pergi menjumpai Sang Bhagavā, menerangi seluruh Puncak Hering dengan cahaya tubuh mereka, memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi. Dan beberapa yakkha memberi hormat kepada Beliau dan duduk di satu sisi, beberapa saling bertukar sapa dengan Beliau sebelum duduk, beberapa memberi hormat dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan beberapa duduk berdiam diri.5

2. Kemudian setelah duduk di satu sisi, Raja Vessavaṇa6 berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Bhagavā, ada beberapa yakkha tingkat tinggi yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan; dan demikian pula [195] ada yakkha peringkat menengah dan rendah yang tidak berkeyakinan terhadap Sang Bhagavā, dan yang lainnya berkeyakinan. Tetapi, Bhagavā, sebagian besar yakkha tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Mengapakah? Sang Bhagavā mengajarkan menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari pelanggaran seksual, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras dan obar-obat yang menyebabkan kelambanan. Tetapi sebagian besar yakhha tidak menghindari hal-hal ini, dan melakukan hal-hal ini adalah tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi mereka. Sekarang, Bhagavā, ada para siswa Sang Bhagavā yang menetap di tengah hutan belantara yang jauh, dimana hanya ada sedikit suara atau teriakan, cocok untuk melatih diri. Dan ada yakkha tingkat tinggi yang menetap di sana yang tidak berkeyakinan kepada Sang Bhagavā. Dengan tujuan untuk memberikan kepercayaan diri kepada orang-orang ini, Sudilah Bhagavā mempelajari7 syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’ dan Sang Bhagavā menyetujuinya dengan berdiam diri.

3. Kemudian Raja Vessavaṇa, setelah memahami persetujuan Sang Bhagavā, segera membacakan syair-syair perlindungan Āṭānāṭā:

‘Terpujilah Vipassī,8 Yang megah berpenglihatan tajam. Terpujilah Sikhī juga, Yang penuh belas kasihan terhadap semua makhluk. Terpujilah Vessabhū, Yang mandi dalam pertapaan murni.9 [196] Terpujilah Kakusandha, Penakluk bala tentara Māra, Terpujilah juga Koṇāgamana Sang Brahmana sempurna. Terpujilah Kassapa, Terbebaskan dalam segala hal, Terpujilah Angīrasa, Putra Sakya yang bersinar,10 Sang Guru Dhamma Yang mengatasi segala penderitaan. Dan mereka yang terbebaskan dari dunia ini,11 Melihat jantung dari segala hal, Mereka yang lembut bahasanya, Perkasa dan juga bijaksana, Kepadanya yang membantu para dewa dan manusia, Kepada Gotama mereka memuja: Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Perkasa dan juga cerdik.

4. ‘Dari titik di mana matahari muncul, Anak Aditya, dalam pancaran gemilang, Yang kemunculannya menyebabkan malam yang menyelimuti Tersingkirkan dan lenyap, Sehingga dengan terbitnya matahari Muncullah apa yang mereka sebut Siang, Juga ada air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. [197] Arah ini adalah Timur, atau yang Pertama:12 Inilah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari semua gandhabba, Dhataraṭṭha adalah namanya, Dihormati oleh para gandhabba. Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putra perkasa Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka menyembah Kepada Raja Kebijaksanaan sejati: “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, yang pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab: ‘Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’”

5. ‘Tempat yang oleh manusia disebut tempat kediaman peta,13 Pengucap kata-kata kasar, dan pemfitnah, Pembunuh dan makhluk-makhluk serakah, Pencuri dan penipu licik semuanya, [198] Arah ini adalah Selatan, mereka berkata: Itulah orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemashyuran dan kekuasaan besar, Raja dari para kumbhaṇḍa, Virūḷhaka adalah namanya, Dihormati oleh para kumbhaṇḍa, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … (dilanjutkan seperti 4)

6. ‘Dari titik di mana matahari terbenam, Anak Aditya, dalam pancaran agung, Yang dengannya siang berakhir Dan malam, Sang Penyelimut, seperti orang-orang mengatakan, Muncul lagi menggantikan siang, Juga air yang banyak dan bergerak ini, Dalam dan lautan yang perkasa bergelombang, Orang-orang ini mengetahui, dan ini mereka sebut Samudra atau Lautan Bergelombang. Arah ini adalah Barat, atau yang Terakhir:14 demikianlah orang-orang menyebutnya. [199] Arah ini dijaga oleh seorang raja, Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para nāga Virūpakkha adalah namanya. Dihormati oleh naga, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati … (dilanjutkan seperti 4).

7. ‘Di mana negeri Kuru yang indah di Utara terletak, Di bawah Neru perkasa yang menarik, Di sana manusia berdiam, ras yang berbahagia,15 Tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki istri.16 Mereka tidak perlu menebar benih, Mereka tidak perlu menarik bajak: Dari hasil panen yang masak dengan sendirinya Memberikan dirinya untuk dimakan manusia. Bebas dari dedak dan dari sekam, Beraroma harum, beras terbaik, [200] Ditanak di atas tungku batu-panas,17 Makanan demikianlah yang mereka makan. Sapi dengan satu sadel terpasang,18 Demikianlah mereka menunggang berkeliling, Menggunakan perempuan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling;19 Menggunakan laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan gadis perawan sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Menggunakan anak-anak laki-laki sebagai tunggangan, Demikianlah mereka menunggang berkeliling; Dan demikianlah, dibawa oleh tunggangan demikian, Semua wilayah mereka lintasi Untuk melayani raja mereka. Gajah-gajah mereka tunggangi, kuda-kuda juga, Kereta-kereta yang layak untuk para dewa juga mereka miliki. Tandu megah tersedia Untuk para pengikut kerajaan. Kota-kota juga mereka miliki, dibangun dengan sempurna, Menjulang tinggi ke angkasa: Āṭānāṭā, Kusināṭā, Parakusināṭā, Nāṭapuriya adalah milik mereka, Dan Parakusināṭā. [201] Kapīvanta di utara, Janogha, kota-kota lainnya juga, Navanavatiya, Ambara- Ambaravatiya,20 Āḷakamandā, kota kerajaan, Tetapi di mana Kuvera berdiam, raja mereka Disebut Visāṇā, darimana sang raja Mendapatkan nama Vessavaṇa.21 Mereka yang melakukan tugas-tugasnya adalah Tatolā, Tattalā, Tototalā, kemudian Tejasi, Tatojasi, Sūra, Rājā, Ariṭṭha, Nemi. Terdapat Dharaṇī air yang perkasa, Sumber awan-hujan yang tumpah Ketika musim hujan tiba. Di sana ada Bhagalavati, sebuah aula Tempat pertemuan para yakkha, Dikelilingi pohon-pohon yang berbuah selamanya Dipenuhi banyak jenis burung, Di mana merak memekik dan bangau berkicau, Dan burung tekukur dengan lembut memanggil. Burung-jīva yang meneriakkan: “Hiduplah terus!”22 Dan ia yang menyanyikan: “Bergembiralah!23 [202] Ayam hutan, kulīraka,24 Bangau hutan, burung-padi juga, Dan burung-mynah yang menyerupai manusia, Dan mereka yang bernama “manusia jangkungan”. Dan di sana terletak yang selamanya indah Danau-seroja Kuvera yang indah. Arah ini adalah Utara, mereka berkata: Itu adalah bagaimana orang-orang menyebutnya. Arah ini dijaga oleh seorang raja. Memiliki kemasyhuran dan kekuasaan besar, Raja dari para yakkha, Dan Kuvera adalah namanya, Dihormati oleh para yakkha, Nyanyian dan tarian mereka ia nikmati. Ia memiliki banyak putera kuat Delapan puluh, sepuluh dan satu, kata mereka Dan semuanya memiliki satu nama, Dipanggil Indra, raja kekuatan, Dan ketika Sang Buddha menyapa tatapan mereka, Buddha, kerabat Matahari, Dari jauh mereka bersujud Kepada Raja Kebijaksanaan sejati: “Salam, o Manusia Mulia! Salam kepadaMu, Yang Pertama di antara manusia! Dalam kebaikan Engkau menatap kami, Siapakah, walaupun bukan manusia, yang menghormati Engkau! Sering ditanya, apakah kami menghormati Gotama Sang Penakluk? – Kami menjawab: ‘Kami memang menghormati Gotama, Sang Penakluk Agung, Terlatih dalam kebijaksanaan, juga dalam perilaku, Buddha Gotama kami menghormat!’”’ [203]

8. ‘Ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan jika bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun juga mempelajari syair-syair ini dengan baik dan menghapalkannya dalam hati, maka jika makhluk bukan manusia mana pun juga, yakkha laki-laki atau perempuan atau anak-anak yakkha, atau pemimpin pelayan atau pelayan yakkha, gandhabba laki-laki atau perempuan, …kumbhaṇḍa, … nāga, … mendatangi orang itu dengan niat jahat ketika ia sedang berjalan atau hendak berjalan, berdiri atau hendak berdiri, duduk atau hendak duduk, berbaring atau hendak berbaring, maka makhluk bukan manusia itu tidak akan dihormati dan disembah di desa atau pemukiman. Makhluk itu tidak akan mendapatkan tempat tinggal di ibukotaku Āḷakamandā, ia tidak akan diizinkan menghadiri pertemuan para yakkha, juga tidak diterima dalam suatu pernikahan. Dan semua makhluk bukan manusia, dengan kemarahan, akan mengecamnya. Kemudian mereka akan membungkukkan kepalanya seperti mangkuk kosong, dan mereka akan memecahkan kepalanya menjadi tujuh keping.25

9. ‘Ada, Yang Mulia, beberapa makhluk bukan manusia, yang ganas, liar dan mengerikan. Mereka tidak mematuhi Raja-rajanya, juga tidak kepada para menterinya, juga tidak kepada para pelayannya. Mereka dikatakan [204] memberontak melawan Raja-raja Dewa. Bagaikan pemimpin-penjahat yang ditaklukkan oleh Raja Magadha tidak mematuhi Raja Magadha, atau menterinya atau pelayannya, demikian pula mereka bersikap. Sekarang jika ada yakkha atau anak-anak yakkha yang manapun, … gandhabba, … mendatangi bhikkhu atau bhikkhunī, umat awam laki-laki atau perempuan mana pun dengan niat jahat, maka orang itu harus waspada, memanggil dan meneriakkan nama para yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal mereka, dengan mengatakan: “Yakkha ini telah menangkapku, menyakitiku, mencelakaiku, melukaiku dan tidak melepaskan aku!”

10. ‘Yang manakah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha itu? Mereka adalah:

Inda, Soma, Varuṇa, Bhāradvāja, Pajāpati, Candana, Kāmaseṭṭha, Kinnughaṇḍu dan Nighaṇḍu, Panāda, Opamañña, Devasutta, Mātali, Cittasena Sang Gandhabba, Naḷa, Rājā, Janesabha, Sātāgira, Hemavata, Puṇṇaka, Karatiya, Gula, [205] Sīvaka, Mucalinda juga, Vessāmitta, Yugandhara, Gopāla, Suppagedha juga, Hirī, Netti dan Mandiya, Pañcālacaṇḍa, Āḷavaka, Pajunna, Sumana, Sumukha, Dadimukha, Maṇi juga, Kemudian Mānicara, Dīgha, Dan, yang terakhir, Serissaka.26

Ini adalah yakkha, yakkha tinggi, para pemimpin dan jenderal yakkha yang harus dipanggil jika terjadi serangan demikian.

11. ‘Dan ini, Yang Mulia, adalah syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, yang dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman. Dan sekarang, Yang Mulia, kami harus pergi: kami mempunyai banyak tugas, banyak hal yang harus dikerjakan.’ ‘Lakukanlah Raja, apa yang kalian anggap baik.’

Dan Empat Raja Dewa berdiri, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana. Dan para yakkha berdiri, dan beberapa memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berbalik dengan sisi kanan menghadap Sang Bhagavā, dan lenyap dari sana, dan beberapa saling bertukar sapa dengan Sang Bhagavā, [206] beberapa memberi hormat kepada Beliau dengan merangkapkan tangan, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan mereka semuanya lenyap.

12. Dan ketika malam berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, tadi malam Empat Raja Dewa … mendatangiKu … (ulangi seluruh paragraf 1-11).

13. ‘Para bhikkhu, kalian harus mempelajari syair-syair perlindungan Āṭānāṭā, menguasainya dan menghapalkannya. Itu adalah untuk keuntungan kalian, dan dengannya para bhikkhu dan bhikkhunī, para umat awam laki-laki dan perempuan akan dikawal, dilindungi, tidak dicelakai dan merasa nyaman.’

Demikianlah Sang Bhagavā berbicara dan para bhikkhu senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.


Catatan Kaki
  1. Ini adalah Paritta (Sinhala pirit), sekumpulan syair-syair perlindungan (‘mantra penangkal’ oleh RD). Penganut keaslian mungkin terkejut mengetahui bahwa ini bukan saja terdapat dalam ‘Buddhisme populer’ tetapi juga dianggap suci di dalam Kanon; tetapi Mrs Rhys Davids memberikan pembelaan atas hal ini dalam pendahuluan atas terjemahannya dari Sutta ini. Ia mengutip daftar kanonis dari paritta, dan daftar yang sama juga terdapat dalam VM 13.31: Ratana Sutta (Sn 222ff, Khp 6), Khandha Paritta (AN 4.67), Dhajagga Paritta (SN 11.1.3), dan Mora Paritta (Ja 159), di samping Sutta ini. Sutta-sutta ini dikatakan efektif di seluruh sepuluh ribu alam semesta. Akan tetapi, DA, menasehatkan penggunaan Metta Sutta dalam urutan pertama, kemudian Dhajagga dan Ratana Sutta. Hanya jika, setelah seminggu, Sutta-sutta ini tidak bekerja, maka Āṭānāṭiya boleh digunakan – yang tidak akan berguna dalam kasus darurat yang berlawanan dengan apa yang terdapat dalam naskah ini! Tetapi disebutkannya Metta Sutta menjadi menarik karena Khandha Sutta (dibabarkan setelah seorang bhikkhu tewas karena gigitan ular) mengajarkan praktik cinta kasih kepada semua makhluk sebagai suatu bentuk perlindungan-diri. Seperti halnya pernyataan benar tertentu, Sutta ini dapat memberikan hasil yang berkekuatan. Baca Piyadassi Thera, The Book of Protection (BPS 1975).

    Versi Tibet dari Sutta ini juga ada, dan potongan versi Sanskrit telah ditemukan di Asia Tengah, namun agak berbeda dengan Pali. Dikutip dengan terjemahan oleh K. Saha, Buddhism in Central Asia (Calcutta 1970), 47-49. Ini mengandung rujukan pada ‘Āṭānāṭī yang sangat terkenal’, dan ‘inti dari Āṭānāṭi dalam mendukung segala tindakan …’ seolah-olah ini adalah suatu individu, walaupun menurut naskah ini dan DA, Āṭānāṭā adalah sebuah kota.

    Sutta ini digunakan dalam siatusi-situasi khusus di negera-negara penganut Buddhisme Theravada. Seperti di Thailand, dibacakan pada Tahun Baru, bersama dengan Mahāsamaya Sutta (DN 20, yang memiliki banyak kemiripan) dan Dhammacakkappavattana Sutta (SN 56.12.2, Khotbah Pertama Sang Buddha). Versi Thai juga mengandung bagian pendahuluan non-kanonis yang berisi pujian kepada dua puluh satu Buddha sebelumVipassī, mundur hingga Dīpankara, yang darinya Calon Buddha Gotama pertama kali meninggalkan keduniawian, dan bahkan hingga tiga Buddha sebelumnya. Baca juga K.R. Norman, Pali Literature (Wiesbaden 1983), 173ff. ↩︎

  2. Cf. DN 18.11. ↩︎

  3. Baca Pendahuluan p.45. . Empat kelompok yang disebutkan beserta para pengikutnya. ↩︎

  4. Pertahanan atas empat penjuru adalah tugas khusus dari Empat Raja Dewa. Akan tetapi, kita dapat melihat dari lawannya ‘perlindungan empat penjuru’, dan asosiasi dari empat penjuru itu dalam DN 31. ↩︎

  5. Seperti dalam DN 4.9 dan di tempat lainnya, menunjukkan berbagai tingkai komitmen atau sebaliknya dari mereka yang tunduk kepada Sang Buddha. Dalam hal para yakkha, posisi ini dijelaskan dalam paragraf 2. ↩︎

  6. Raja Dewa dari Utara (cf. DN 18.11ff.). ↩︎

  7. DA dengan hati-hati menjelaskan bahwa Sang Buddha tidak benar-benar perlu mempelajarinya, namun sekedar menerimanya untuk alasan pengajaran. ↩︎

  8. Naskah kanonis dimulai dari Vipasī, tujuh Buddha dan sembilan puluh satu kappa sebelum Buddha Gotama. Bagian pendahuluan versi Thai, mundur jauh sebelumnya, tentu saja berasal dari sumber yang lebih baru. ↩︎

  9. Ini lebih harfiah daripada versi RD ‘petapa, murni sepenuhnya’. ↩︎

  10. Istilah angīrasa ‘bersinar’ berlaku untuk semua Buddha yang disebutkan. ↩︎

  11. DA jelas tidak dapat memastikan, apakah hanya para Buddha, atau semua Arahant yang dimaksudkan. ↩︎

  12. Purima dapat berarti ‘pertama’ (atau ‘yang lebih dulu’) dan juga ‘timur’. ↩︎

  13. Ini sering disebut ‘hantu kelaparan’. Keseluruhan buku Khuddaka Nikāya, Petavatthu, menjelaskan tentang mereka. Tiga baris berikutnya merujuk pada karakter kehidupan mereka, yang mengakibatkan kondisi kesengsaraan mereka sekarang. Mereka berada di selatan karena mereka dibawa keluar melalui gerbang selatan kota (seperti DN 23.7). ↩︎

  14. Pacchima dapat berarti ‘terakhir’ (atau ‘yang belakangan’) dan juga ‘barat’. ↩︎

  15. Terlihat aneh bagi kita bahwa wilayah mitos yang sempurna ini (dianggap masih ada, walaupun hampir tidak dapat dijangkau) sepertinya terletak di utara, di segala arah, namun di daerah Tropis hal ini sangat normal. Belakangan, dengan kemajuan pengetahuan geografis, wilayah ini terletak di tempat yang sebaliknya. Keseluruhan mitos ini, tentu saja, telah ada pada masa sebelum Buddhisme. ↩︎

  16. Penghuni wilayah ini, walaupun jelas belum tercerahkan, namun memiliki moral yang baik. ↩︎

  17. Tuṇḍikīre: dijelaskan demikian oleh DA (yang sekarang lebih dikenal dengan ‘tandoori’?) ↩︎

  18. Tidak jelas dalam DA. ↩︎

  19. Satu-satunya komentar relevan DA adalah bahwa ‘orang yang berpikiran benar tidak akan melakukan hal ini’. Ciri ini, yang mengacaukan gambaran idealis, tetap menjadi bahan pertanyaan yang tidak terjelaskan. ↩︎

  20. DA memaksa bahwa Ambara-Ambaravatiya adalah satu nama. ↩︎

  21. Dengan demikian ia memiliki dua nama, Kuvera dan Vessavaṇa. ↩︎

  22. Jīva berarti ‘hidup!’ sejenis ayam hutan. ↩︎

  23. Burung ini menyerukan ‘Uṭṭhehi citte!’ ‘bergembiralah!’ ↩︎

  24. Meragukan: arti biasa dari kata ini adalah ‘kepiting’. ↩︎

  25. Seperti dalam DN 3.1.20. ↩︎

  26. Daftar heterogen yang aneh, mengandung beberapa dewa dan para bijaksana terkenal – jelas dimaksudkan untuk memperlihatkan pengaruh Sang Buddha. RD memberikan referensi lengkap. ↩︎