D iii 80
Tentang Pengetahuan tentang Asal-usul
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Maurice Walshe
ShortUrl:
Edisi lain:
Pāḷi (vri)
[80]
1.
DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di istana ibunya Migāra2 di Taman Timur. Dan pada saat itu Vāseṭṭha dan Bhāradvāja3 sedang menetap bersama para bhikkhu, berharap dapat menjadi bhikkhu. Dan di sore harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan meditasiNya dan keluar dari istana, dan mulai berjalan mondar-mandir di bawah bayang-bayang istana itu.
2.
Vāseṭṭha melihat hal itu, dan ia berkata kepada Bhāradvāja: “Sahabat Bhāradvāja, Sang Bhagavā sedang keluar dan berjalan mondar-mandir. Mari kita mendekatiNya. Kita mungkin beruntung dapat mendengarkan khotbah Dhamma dari Sang Bhagavā langsung.’ ‘Ya, benar sekali’, jawab Bhāradvāja, maka mereka mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, dan berjalan beriringan dengan Beliau.
3.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Vāseṭṭha: [81]
‘Vāseṭṭha,4 kalian berdua adalah keturunan Brahmana, dan kalian telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dari keluarga Brahmana untuk menjalani kehidupan tanpa rumah. Tidakkah para Brahmana mencela dan mengecam kalian?’ ‘Benar, Bhagavā, para Brahmana mencela dan mengecam kami. Mereka tidak menahan diri dengan banjir celaan biasa mereka.’ ‘Vāseṭṭha, celaan apakah yang mereka lontarkan kepada kalian?’ ‘Bhagavā, apa yang dikatakan para Brahmana adalah seperti ini: “Kasta Brahmana5 adalah kasta tertinggi, kasta lainnya adalah rendah; kasta Brahmana cerah, kasta lainnya gelap; Brahmana murni, bukan-Brahmana tidak murni, Brahmana adalah anak-anak Brahmā yang sejati,6 lahir dari mulut Brahmā, dilahirkan dari Brahmā, diciptakan oleh Brahmā, keturunan Brahmā. Dan kalian, kalian telah meninggalkan kelompok tertinggi dan mendatangi kelompok rendah para petapa hina, para pelayan, orang-orang gelap yang lahir dari kaki Brahmā! 7 Tidaklah benar, tidaklah layak bagi kalian bergaul dengan orang-orang seperti itu!” Demikianlah para Brahmana menghina kami, Bhagavā.’
4.
‘Kalau begitu, Vāseṭṭha, para Brahmana telah melupakan tradisi kuno mereka ketika mereka mengatakan hal itu. Karena kita melihat bahwa para Brahmana perempuan, istri-istri Brahmana, yang mengalami menstruasi dan hamil, [82]
melahirkan bayi dan menyusui. Dan para Brahmana yang terlahir dari rahim ini mengatakan tentang terlahir dari mulut Brahmā … para Brahmana ini secara keliru mewakili Brahmā, mengucapkan kebohongan dan menimbun keburukan.
5.
‘Ada, Vāseṭṭha, empat kasta ini: Khattiya, Brahmana, pedagang dan pekerja.8 Dan kadang-kadang seorang Khattiya membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan pelanggaran seksual, mengucapkan kebohongan, memfitnah, berkata-kata kasar, atau terlibat percakapan yang tidak berguna, serakah, jahat, atau berpandangan salah. Dengan demikian hal-hal tersebut adalah tidak bermoral dan dianggap demikian, tercela dan dianggap demikian, harus dihindari dan dianggap demikian, jalan yang tidak layak bagi seorang Ariya dan dianggap demikian, gelap dengan akibat gelap9 dan dicela oleh para bijaksana, kadang-kadang ini ditemukan di antara para Khattiya, dan hal yang sama terjadi pada para Brahmana, para pedagang dan para pekerja.
6.
‘Kadang-kadang, juga, seorang Khattiya menghindari pembunuhan, … tidak serakah, tidak jahat dan tidak berpandangan salah. Dengan demikian hal-hal tersebut adalah bermoral dan dianggap demikian, tidak tercela dan dianggap demikian, harus diikuti dan dianggap demikian, jalan layak bagi seorang Ariya dan dianggap demikian, cerah dengan akibat cerah dan dipuji oleh para bijaksana, kadang-kadang ini ditemukan di antara para Khattiya, dan [83]
demikian pula pada para Brahmana, para pedagang dan para pekerja.
7.
‘Sekarang karena kualitas-kualitas cerah dan gelap, yang dicela dan dipuji oleh para bijaksana, keduanya tersebar tanpa membeda-bedakan di seluruh empat kasta, para bijaksana tidak mengakui anggapan bahwa kata Brahmana adalah yang tertinggi. Mengapa demikian? Karena, Vāseṭṭha, siapapun di antara empat kasta yang menjadi seorang bhikkhu, seorang Arahant yang telah menghancurkan kekotoran, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban,10 telah mencapai tujuan tertinggi, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pengetahuan-super – ia dinyatakan tertinggi oleh keluhuran Dhamma dan bukan oleh non-Dhamma.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
8.
‘Ilustrasi ini akan menjelaskan kepadamu bagaimana Dhamma adalah yang terbaik dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya. Raja Pasenadi dari Kosala mengetahui: “Petapa Gotama telah meninggalkan suku kerajaan tetangga, suku Sakya.” Sekarang suku Sakya adalah pelayan Raja Kosala. Mereka memberikan pelayanan, dan memberikan penghormatan kepadanya, bangkit dan menyembah dan memberikan layanan selayaknya. Dan, seperti halnya para Sakya memberikan pelayanan kepada Raja …, [84]
demikian pula Raja memberikan pelayanan kepada Sang Tathāgata,11 berpikir: “Jika Petapa Gotama terlahir mulia, maka aku terlahir hina; jika Petapa Gotama kuat, maka aku lemah; jika Petapa Gotama menyenangkan dilihat, maka aku buruk rupa; jika Petapa Gotama berpengaruh besar, maka aku berpengaruh kecil.” Sekarang, karena menghormati Dhamma, mementingkan Dhamma, menghargai Dhamma, menyembah Dhamma maka Raja Pasenadi merendahkan diri kepada Sang Tathāgata dan memberikan pelayanan kepada Beliau:
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
9.
‘Vāseṭṭha, kalian semua, walaupun berasal dari kelahiran, nama, suku dan keluarga yang berbeda, yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, jika kalian ditanya siapakah kalian, maka kalian harus menjawab: “Kami adalah petapa, pengikut Sakya.”12 Ia yang keyakinannya pada Sang Tathāgata teguh, berakar, kokoh, padat, tidak tergoyahkan oleh petapa dan Brahmana mana pun, dewa atau māra atau Brahmā atau siapapun di dunia ini, dapat dengan benar mengatakan: “Aku adalah putra sejati Sang Bhagavā, lahir dari mulutNya, lahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma, seorang keturunan Dhamma.” Mengapa demikian? Karena, Vāseṭṭha, ini menunjuk pada Sang Tathāgata: “Tubuh Dhamma”,13 yaitu, “Tubuh Brahmā”,14 atau “Menjadi Dhamma”, yaitu “Menjadi Brahmā”.15
10.
‘Akan tiba waktunya, Vāseṭṭha, cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, ketika dunia ini menyusut.16 Pada saat penyusutan, makhluk-makhluk sebagian besar terlahir di alam Brahmā Ābhassara. Dan di sana mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung – dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama. Tetapi cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, dunia ini mulai mengembang lagi. Pada saat mengembang ini, makhluk-makhluk dari alam Brahmā Ābhassara, [85]
setelah meninggal dunia dari sana, sebagian besar terlahir kembali di alam ini. Di sini mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung17 – dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama.
11.
‘Pada masa itu, Vāseṭṭha, hanya ada air, dan diselimuti kegelapan, kegelapan yang membutakan, tidak ada bulan dan tidak ada matahari yang muncul, tidak ada bintang, siang dan malam tidak dapat dibedakan, tidak juga bulan dan dwi-mingguan, tidak juga tahun atau musim, dan tidak ada laki-laki dan perempuan, makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk.18 Dan cepat atau lambat, setelah waktu yang sangat lama, tanah yang lezat19 muncul dengan sendirinya di atas permukaan air di mana makhluk-makhluk itu berada. Terlihat seperti lapisan yang terbentuk sendiri di atas susu panas ketika mendingin. Tanah ini memiliki warna, bau dan rasa. Seperti warna ghee atau mentega kualitas terbaik, dan sangat manis bagaikan madu murni.
12.
‘Kemudian beberapa makhluk yang bersifat serakah berkata: “Aku mengatakan, apakah ini?” dan mengecap tanah lezat itu dengan jarinya. Karena melakukan hal itu, ia menjadi menyukai rasa itu, dan ketagihan muncul dalam dirinya.20 Kemudian makhluk-makhluk lain, mengambil contoh dari makhluk pertama itu, juga mengecap benda itu dengan jari mereka. Mereka juga menyukai rasa itu, dan ketagihan muncul dalam diri mereka. Maka mereka mulai dengan tangan mereka, memecahkan potongan-potongan benda itu untuk dapat memakannya. Dan [86]
akibat dari perbuatan ini adalah cahaya tubuh mereka lenyap. Dan sebagai akibat dari lenyapnya cahaya tubuh mereka, bulan dan matahari muncul, malam dan siang dapat dibedakan, bulan dan dwi-mingguan muncul, dan tahun dan musim-musimnya. Sampai sejauh itu dunia berevolusi.
13.
‘Dan makhluk-makhluk itu terus berpesta tanah lezat dalam waktu yang lama, memakan tanah dan mendapatkan nutrisi dari tanah. Dan karena melakukan hal itu, jasmani mereka menjadi lebih kasar,21 dan perbedaan penampilan mulai terbentuk di antara mereka. Beberapa makhluk terlihat lebih rupawan, sedangkan yang lain terlihat buruk-rupa. Dan yang rupawan merendahkan yang lainnya, berkata: “Kami lebih rupawan daripada mereka.” Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, tanah yang lezat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Oh rasa itu! Oh rasa itu!” Dan masa kini ketika orang mengucapkan: “Oh rasa itu!” ketika mereka mendapatkan sesuatu yang menarik, mereka mengulangi kalimat kuno tanpa menyadarinya.
14.
‘Dan kemudian, ketika tanah yang lezat lenyap, [87]
jamur22 tumbuh, sejenis cendawan. Jamur ini memiliki warna, bau dan rasa. Seperti warna ghee atau mentega kualitas terbaik, dan sangat manis bagaikan madu murni. Dan makhluk-makhluk itu mulai memakan jamur itu. Dan hal ini berlangsung selama waktu yang sangat lama. Dan karena mereka terus-menerus memakan jamur, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih nyata lagi. Dan mereka yang rupawan merendahkan yang buruk rupa … Dan karena mereka menjadi sombong dan angkuh akan penampilan mereka, jamur manis itu lenyap. Berikutnya, tanaman merambat muncul, menjulur bagaikan bambu …, dan tanaman itu juga sangat manis, bagaikan madu murni.
15.
‘Dan makhluk-makhluk itu mulai memakan tanaman rambat itu. Dan karena mereka terus-menerus memakan tanaman rambat itu, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih meningkat lagi … [88]
Dan mereka menjadi semakin sombong, dan karena itu tanaman rambat itu lenyap. Mengetahui hal ini, mereka berkumpul dan meratap: “Aduh, tanaman rambat kita lenyap! Apakah yang telah kita hilangkan!” Dan masa kini ketika orang-orang ditanya mengapa mereka bersedih, mereka mengucapkan: “Oh, apakah yang telah kita hilangkan!” mereka mengulangi kalimat kuno tanpa menyadarinya.
16.
‘Dan kemudian, setelah tanaman merambat lenyap, beras muncul di ruang terbuka,23 bebas dari dedak dan sekam, harum dan berbutiran bersih.24 Dan apa yang mereka ambil untuk makan malam akan tumbuh lagi dan masak di pagi harinya, dan apa yang mereka ambil untuk sarapan pagi akan masak lagi di malam hari, tidak ada tanda-tanda telah dipanen. Dan makhluk-makhluk ini mulai memakan beras ini, dan hal ini berlangsung selama waktu yang sangat lama. Dan karena mereka melakukan hal itu, maka tubuh mereka menjadi lebih kasar lagi, dan perbedaan dalam penampilan mereka lebih meningkat lagi. Dan yang perempuan menumbuhkan alat kelamin perempuan,25 dan yang laki-laki menumbuhkan alat kelamin laki-laki. Dan yang perempuan menjadi tertarik dengan laki-laki, dan yang laki-laki tertarik dengan perempuan, nafsu tumbuh, dan tubuh mereka terbakar oleh nafsu. Dan kemudian, karena terbakar oleh nafsu, mereka terlibat dalam aktivitas seksual.26 Tetapi mereka yang melihat perbuatan itu melemparkan debu, abu atau [89]
kotoran sapi kepada mereka, meneriakkan: “Matilah, engkau binatang kotor! Bagaimana mungkin seseorang melakukan hal demikian terhadap orang lain!” seperti di masa kini, ketika seorang menantu perempuan di bawa keluar, beberapa orang melemparkan kotoran padanya, beberapa melemparkan abu, dan beberapa melemparkan kotoran-sapi, tanpa menyadari bahwa mereka mengulangi perilaku kuno. Apa yang dianggap buruk di masa itu sekarang dianggap baik.27
17.
‘Dan makhluk-makhluk yang pada masa itu melakukan hubungan seksual tidak diperbolehkan memasuki desa atau kota selama satu atau dua bulan. Oleh sebab itu, mereka yang melakukan perbuatan itu secara berlebihan dalam waktu yang lama mulai membangun rumah agar perbuatan mereka tidak terlihat.28
‘Kemudian pikiran ini muncul dalam salah satu dari makhluk itu yang cenderung malas: “Mengapa aku harus bersusah payah mengumpulkan beras di malam hari untuk makan malam dan di pagi hari untuk makan pagi. Mengapa aku tidak mengumpulkan sekaligus untuk dua kali makan?” Dan ia melakukan hal itu. Kemudian makhluk lain mendatanginya dan berkata: “Ayo, mari kita mengumpulkan beras.” “Tidak perlu, temanku, aku telah mengumpulkan cukup untuk dua kali makan.” Kemudian makhluk lain, mengikuti teladannya, mengumpulkan cukup beras untuk dua hari sekaligus, berkata: “Ini cukup.” Kemudian makhluk lain mendatangi makhluk kedua dan berkata: “Ayo, mari kita mengumpulkan beras.” “Tidak perlu, temanku, aku telah mengumpulkan cukup untuk dua hari.” (hal yang sama untuk 4, kemudian 8 hari). Akan tetapi, ketika makhluk-makhluk itu membuat lumbung beras dan hidup dari lumbung itu, dedak dan sekam mulai membungkus beras itu, dan ketika dipanen, tidak tumbuh lagi, dan tempat panen mulai terlihat, dan beras tumbuh dalam rumpun-rumpun terpisah.
18.
‘Dan kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul dan meratap: “Cara-cara jahat meliputi kita: pada mulanya kita adalah ciptaan-pikiran, makan dari kegembiraan … (semua kejadian diulangi hingga yang terakhir, setiap perubahan dikatakan disebabkan oleh ‘cara jahat dan tidak bermanfaat’) … [91]
[92]
dan beras tumbuh di rumpun-rumpun terpisah. Mari kita membagi beras ini menjadi lahan-lahan dengan perbatasan.” Dan mereka melakukan hal itu.
19.
‘Kemudian, Vāseṭṭha, satu makhluk yang memiliki sifat serakah, sewaktu melihat lahannya sendiri, mengambil lahan lain yang tidak diberikan kepadanya, dan menikmati buahnya juga. Maka mereka menangkapnya dan berkata: “Engkau telah melakukan kejahatan, mengambil lahan makhluk lain seperti itu! Jangan pernah melakukan hal itu lagi!” “Aku tidak akan melakukan hal itu lagi”, ia berkata, tetapi ia melakukan hal yang sama untuk kedua kali dan ketiga kalinya. Sekali lagi mereka menangkapnya dan memarahinya, dan beberapa memukulnya dengan tinju mereka, beberapa menggunakan batu, dan beberapa menggunakan tongkat. Dan demikianlah, Vāseṭṭha, mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, dan hukuman berasal-mula.
20.
‘Dan kemudian makhluk-makhluk itu berkumpul dan meratapi munculnya hal-hal jahat di tengah-tengah mereka: mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, dan hukuman. Dan mereka berpikir: “Bagaimana jika kita menunjuk satu makhluk tertentu, yang menunjukkan kemarahan ketika kemarahan diperlukan, mencela mereka yang patut dicela, dan mengusir mereka yang patut diusir! Dan sebagai imbalannya, kita akan menyerahkan sebagian dari beras kita.” [93]
Maka mereka mendatangi salah satu di antara mereka yang paling tampan, paling menarik, paling menyenangkan dan memiliki kemampuan, dan memintanya untuk melakukan hal itu untuk mereka dan sebagai imbalannya mereka akan memberikan kepadanya sebagian beras mereka, dan ia menyetujuinya.
21.
‘”Pilihan Penduduk” adalah arti dari Mahā-Sammata,29 yang merupakan gelar pertama30 yang diperkenalkan. “Tuan Tanah” adalah arti dari Khattiya,31 gelar kedua. Dan “Ia Menggembirakan Orang Lain dengan Dhamma” adalah arti dari Rājā,32 gelar ketiga yang diperkenalkan. Inilah kemudian, Vāseṭṭha, yang menjadi asal-usul dari kasta Khattiya, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama, seperti kita juga, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
23.
‘Kemudian beberapa makhluk ini berpikir: “Hal-hal jahat telah muncul di tengah-tengah para makhluk, seperti mengambil apa yang tidak diberikan, dan mencela, dan berbohong, hukuman dan pengusiran. Kita harus menyingkirkan hal-hal jahat dan tidak bermanfaat.” Dan mereka melakukan [94]
hal itu. “Mereka Menyingkirkan33 Hal-hal Jahat dan Tidak Bermanfaat” adalah arti dari Brahmana,34 yang merupakan gelar pertama yang diperkenalkan untuk orang-orang demikian. Mereka mendirikan gubuk-gubuk daun di tempat-tempat di dalam hutan dan bermeditasi di dalamnya. Dengan api dipadamkan, dengan penumbuk padi disingkirkan, mengumpulkan dana makanan untuk makan malam dan pagi, mereka pergi ke desa, pemukiman atau ibukota untuk mencari makanan, dan kemudian kembali ke gubuk daun mereka untuk bermeditasi. Orang-orang melihat hal ini dan memperhatikan bagaimana mereka bermeditasi. “Mereka Bermeditasi”35 adalah arti dari Jhāyaka,36 yang adalah gelar ke dua yang diperkenalkan.
23.
‘Akan tetapi, beberapa makhluk, tidak mampu bermeditasi di gubuk daun, mereka bertempat tinggal di dekat desa dan pemukiman dan menyusun buku.37 Orang-orang melihat mereka melihat hal ini dan tidak bermeditasi. “Sekarang Orang-orang Ini Tidak Bermeditasi”38 adalah arti dari Ajjhāyaka,39 yang adalah gelar ketiga yang diperkenalkan. Pada masa itu, ini dianggap sebutan yang rendah, tetapi sekarang sebutan ini menjadi lebih tinggi. Inilah kemudian, Vāseṭṭha, yang menjadi asal-usul dari kasta Brahmana, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. [95]
Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama seperti mereka, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
24.
‘Dan kemudian, Vāseṭṭha, beberapa dari makhluk-makhluk itu, setelah berpasangan,40 melakukan berbagai jenis perdagangan, dan kata “Berbagai”41 ini adalah arti dari Vessa, yang menjadi gelar biasa bagi orang-orang demikian. Inilah kemudian, yang menjadi asal-usul dari kasta Vessa, sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama …
25.
‘Dan kemudain, Vāseṭṭha, makhluk-makhluk itu yang tetap melakukan perburuan. “Mereka Yang Rendah Yang Hidup Dari Perburuan”, dan ini adalah arti dari Sudda,42 yang menjadi gelar biasa bagi orang-orang demikian. Inilah kemudian, yang menjadi asal-usul dari kasta Sudda43 sesuai dengan gelar masa lampau yang diperkenalkan untuk menyebut mereka. Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama …
26.
‘Dan kemudian, Vāseṭṭha, beberapa Khattiya tidak puas dengan Dhamma-nya sendiri,44 meninggalkan kehidupan rumah tangga untuk menjalani kehidupan tanpa rumah, berpikir: “Aku akan menjadi seorang petapa.” Dan seorang Brahmana melakukan hal yang sama, seorang Vessa juga melakukan [96]
hal yang sama, dan juga seorang Sudda. Dari empat kasta ini, muncullah kasta petapa.
Mereka berasal dari makhluk-makhluk yang sama seperti mereka, tidak ada perbedaan, dan sesuai dengan Dhamma, bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
27.
‘Dan, Vāseṭṭha, seorang Khattiya yang menjalani kehidupan yang buruk dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan salah akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan salah itu, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam sengsara, bertakdir buruk, mengalami kejatuhan, di neraka. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
28.
‘Sebaliknya, seorang Khattiya yang menjalani kehidupan yang baik dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan benar akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan benar itu, saat hancurnya jasmani, terlahir kembali di alam bahagia, di alam surga. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
29.
‘Dan seorang Khattiya yang telah melakukan kedua jenis perbuatan itu, dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang memiliki pandangan campuran akan, sebagai akibat dari pandangan dan perbuatan campuran itu, saat hancurnya jasmani setelah kematian, mengalami kesenangan dan kesakitan. Demikian pula dengan seorang Brahmana, [97]
Vessa atau Sudda.
30.
‘Dan seorang Khattiya yang terkendali dalam jasmani, ucapan dan pikiran, dan yang mengembangkan tujuh prasyarat pencerahan,45 akan mencapai Parinibbāna46 dalam kehidupan ini juga. Demikian pula dengan seorang Brahmana, Vessa atau Sudda.
31.
‘Dan, Vāseṭṭha, siapapun di antara empat kasta, sebagai seorang bhikkhu, menjadi seorang Arahant yang telah menghancurkan kekotoran, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan tertinggi, telah menghancurkan belenggu penjelmaan, dan menjadi terbebaskan melalui pandangan terang tertinggi – ia dinyatakan sebagai yang tertinggi di antara mereka sesuai Dhamma dan bukan sebaliknya.
Dhamma adalah yang terbaik baik bagi manusia Dalam kehidupan ini maupun kehidupan berikutnya.
32.
‘Vāseṭṭha, adalah Brahmā Sanankumāra yang mengucapkan syair ini:
“Khattiya adalah yang terbaik di antara semua kasta; Ia dengan pengetahuan dan perilaku yang baik adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”
Syair ini dinyanyikan dengan benar, tidak salah, diucapkan dengan benar, tidak salah, berhubungan dengan manfaat, bukan tidak berhubungan. Dan Aku juga mengatakan hal ini, Vāseṭṭha:
[98]
“Khattiya adalah yang terbaik di antara semua kasta; Ia dengan pengetahuan dan perilaku yang baik adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia.”
Demikianlah Sang Bhagavā berbicara, dan Vāseṭṭha dan Bhāradvāja senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.
Ini adalah dongeng yang paralel dengan Sutta sebelumnya, memberikan sedikit perbedaan pada ‘asal-usul’, dan mengandung serangan terhadap Brahmana. Ini berhubungan erat dengan Sutta 3, dan RD merujuk kepadanya dalam beberapa hal dalam pendahuluan Sutta itu. Ia menyebutnya sejenis Kitab Kejadian Buddhis, yang cukup masuk akal jika seseorang memperhatikan perbedaannya. Di sini tidak ada tuhan pencipta, dan walaupun kita memulai (pada paragraf 10) dengan sesuatu yang menyerupai ‘pada mulanya’, ini tentu saja bukan asal-mula yang mutlak, namun salah satu ‘permulaan baru’ yang selalu berulang dalam saṁsāra. ↩︎
Ia bernama Visākhā, dan istananya adalah bangunan yang megah, walaupun masih lebih kecil jika dibandingkan dengan pemikiran modern. ↩︎
Baca juga DN 13.3. ↩︎
Atau Vāseṭṭhā (jamak dalam ucapan) dalam beberapa naskah, adalah cara menyapa dua orang. ↩︎
Cf. DN 3.1.14, dan juga MN 84 dan 93. ↩︎
Mereka tentu saja adalah para pendeta Brahmā. ↩︎
DN 3.1.14. ↩︎
Buddhisme selalu menempatkan Khattiya dalam posisi pertama. Ini adalah posisi aslinya, dan masih berlaku dalam wilayah pengajaran Sang Buddha. ↩︎
Cf. DN 33.11 (29), juga MN 57. ↩︎
Ohita-bhāro ↩︎
Cf. DN 2.35 dalam hal yang layak bagi para petapa secara umum. ↩︎
Sakyaputta: “Putra Sakya”. ↩︎
Dhamma-kāya: istilah yang, seperti Dharmakāya, memainkan peran penting dalam Buddhisme Mahāyāna. ↩︎
Brahmā di sini berarti ‘yang tertinggi’ tetapi digunakan di sini karena Sang Buddha sedang berbicara dengan para Brahmana. ↩︎
Sang Tathāgata, yang mencapai penerangan sempurna dengan usahaNya sendiri, telah menjadi ‘Yang Tertinggi’. ↩︎
Cf. DN 1.2.2. ↩︎
Meskipun terlahir di bumi, mereka tetap dewa, bukan manusia. ↩︎
Seperti para dewa di alam Brahmā, mereka tidak berjenis kelamin. ↩︎
Rasa-paṭhavī: Semua bentuk makanan yang disebutkan adalah vegetarian. ↩︎
Dalam hal ‘Kitab Kejadian Buddhis’ kata ini serupa dengan memakan buah – tetapi tanpa pengetahuan. ↩︎
Karena makhluk-makhluk ini, betapapun agungnya, adalah masih belum tercerahkan, maka mereka menjadi korban ketagihan (taṇhā) dan perlahan-lahan kehilangan kualitas kehalusan mereka. ↩︎
Bhūmi-pappaṭaka: makna tepatnya tidak diketahui. RD mengartikan ‘tumbuh dengan cepat’. ↩︎
Di tanah yang bebas dari hutan (DA). ↩︎
Frasa ini mungkin penggalan dari syair. ↩︎
Seperti di atas, makhluk-makhluk ini pada mulanya tidak berjenis kelamin. DA mengatakan ‘mereka yang adalah perempuan pada kehidupan sebelumnya.’ ↩︎
Sampai sekarang mereka adalah ‘yang terlahir secara spontan’, suatu proses yang masih terus berlanjut (baca n.849). ↩︎
RD salah di sini, menerjemahkan: ‘Yang dianggap tidak bermoral …’ tidak merujuk pada aktivitas seksual, melainkan pada melempar debu, dan sebagainya. Karena itu saya terpaksa mengembalikan kalimat ini dari paragraf 17. ↩︎
Rumah itu dibangun bukan untuk menutupi (seperti yang dimaksud RD) tetapi sebagai naungan. ↩︎
Nama dari raja pertama dari ras matahari dan leluhur, di antara yang lainnya, dari para raja Sakya (dan itulah asal nama Gotama). ↩︎
Akkhara: belakangan berarti huruf (dari daftar suku-kata): baca n.30. ↩︎
Berhubungan dengan khetta ‘lahan’, suatu etimologi yang mungkin tidak sama sekali salah. ↩︎
Rājā: berkaitan dengan Latin Rex, Regis ‘raja’, di sini dihubungkan dengan akar kata rāga ‘keinginan, nafsu’ ↩︎
Bāhenti ↩︎
Etimologi yang aneh tetapi menerangkan apa merupakan suatu hal yang dianggap ideal bagi seorang Brahmana. ↩︎
Jhāyanti: dari akar yang sama dengan jhāna, jenis meditasi sebelum masa Buddha. ↩︎
‘Meditator’ ↩︎
Ganthe: menganggap menulis buku sepertinya tidak sesuai. DA mengatakan menyusun Veda dan mengajarkannya. ↩︎
Na dān’ ime jhāyanti. ↩︎
Ajjhāyaka: ‘pengulang’ adalah untuk adhy-āyaka, namun juga dapat dianggap sebagai a-jhāyaka ‘bukan-meditator’. ↩︎
‘Melakukan praktik hubungan seksual’ (methuna-dhamma), dengan demikian menyiratkan bahwa yang lainnya adalah selibat. ↩︎
Vissa: ‘berbagai’, asal kata vessa ‘pedagang’ diduga berasal dari kata ini. ↩︎
Permainan kata pada ludda ‘berburu’, khudda ‘orang rendah’, sudda ‘tingkat rendah’ (Terjemahan RD). RD mengatakan: ‘para mulia modern akan menaikkan alisnya melihat begitu banyaknya gelar campuran’. Sekarang ini banyak yang setuju dengan penilaian ini. ↩︎
Pekerja. ↩︎
Saya mempertahankan kata ‘Dhamma’ di sini (RD, seperti biasanya, mengartikan ‘kebiasaan’), walaupun jelas bukan Dhamma Sang Buddha – itulah apa yang ia cari. ↩︎
Baca DN 22.16 dan catatan di sana. ↩︎
Parinibbāna adalah pencapaian Nibbāna akhir, seperti dalam DN 16. ↩︎