easter-japanese

[55] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di tengah-tengah penduduk Kuru. Terdapat sebuah pemukiman pasar yang bernama Kammāsadhamma.2 Dan Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, memberi hormat, duduk di satu sisi, dan berkata: “Sungguh indah, Bhagavā, sungguh menakjubkan betapa dalamnya asal-mula yang bergantungan ini, dan betapa dalamnya ia terlihat! Namun bagiku terlihat sejernih-jernihnya!”

‘Jangan berkata begitu, Ānanda, jangan berkata begitu! Asal-mula yang bergantungan ini dalam dan terlihat dalam. Tanpa memahami, tanpa menembus ajaran ini maka generasi ini bagaikan segumpal benang kusut, tertutup oleh tanaman hama,3 kusut bagaikan rumput kasar, tidak mampu melewati alam sengsara, alam menderita, kehancuran dan lingkaran kelahiran-dan-kematian.4

2. ‘Jika, Ānanda, engkau ditanya: “Apakah penuaan-dan-kematian memiliki kondisi untuk keberadaannya?”5 Engkau harus menjawab; “Ya.” Jika ditanya: “Apakah yang mengkondisikan penuaan-dan-kematian?” Engkau harus menjawab: “penuaan-dan-kematian dikondisikan oleh kelahiran.” … [56] “Apakah yang mengkondisikan kelahiran?” … “Penjelmaan mengkondisikan kelahiran.” … “Kemelekatan mengkondisikan penjelmaan.” … “Ketagihan mengkondisikan kemelekatan.” “Perasaan mengkondisikan ketagihan.” … “Kontak mengkondisikan perasaan.” “Batin-dan-jasmani mengkondisikan kontak.”6 … “Kesadaran mengkondisikan batin-dan-jasmani.” … Jika ditanya: “Apakah kesadaran memiliki kondisi atas keberadaannya?” Engkau harus menjawab: “Ya.” Jika ditanya: “Apakah yang mengkondisikan kesadaran?” Engkau harus menjawab: “Batin-dan-jasmani mengkondisikan kesadaran.”7

3. ‘Demikianlah Ānanda, batin-dan-jasmani mengkondisikan kesadaran dan kesadaran mengkondisikan batin-dan-jasmani, batin-dan-jasmani mengkondisikan kontak, kontak mengkondisikan perasaan, perasaan mengkondisikan ketagihan, ketagihan mengkondisikan kemelekatan, kemelekatan mengkondisikan penjelmaan, penjelmaan mengkondisikan kelahiran, kelahiran mengkondisikan penuaan-dan-kematian, dukacita, [57] ratapan, kesakitan, kesedihan dan kesusahan.8 Demikianlah keseluruhan kumpulan penderitaan ini terjadi.

4. ‘Aku mengatakan: “Kelahiran mengkondisikan penuaan-dan-kematian”, dan ini adalah cara untuk memahaminya. Jika, Ānanda, tidak ada kelahiran sama sekali, di manapun, siapa pun, manusia atau bukan manusia: dewa, gandhabba …, yakkha …, hantu …,9 manusia …, binatang berkaki empat …, burung-burung …, reptil, jika tidak ada kelahiran sama sekali dari semua makhluk ini, maka, dengan tidak adanya kelahiran, lenyapnya kelahiran, dapatkah penuaan-dan-kematian muncul?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu Ānanda, ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi penuaan-dan-kematian – yaitu kelahiran.

5. ‘Aku mengatakan: “Penjelmaan mengkondisikan kelahiran.” … Jika sama sekali tidak ada penjelmaan di alam kenikmatan-indria, di alam berbentuk atau di alam tanpa bentuk … dapatkah kelahiran muncul?’

‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu ini adalah kondisi bagi kelahiran – yaitu penjelmaan.

6. ‘“Kemelekatan mengkondisikan penjelmaan.” … Jika sama sekali tidak ada kemelekatan: kemelekatan terhadap indria-indria [58], kemelekatan terhadap pandangan-pandangan, kemelekatan terhadap upacara dan ritual, terhadap kepercayaan akan diri … dapatkah penjelmaan muncul?

7. ‘“Ketagihan mengkondisikan kemelekatan.” … Jika sama sekali tidak ada ketagihan: terhadap pemandangan-pemandangan, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, objek-objek sentuhan, objek-objek pikiran … dapatkah kemelekatan muncul?

8. ‘“Perasaan mengkondisikan ketagihan.” … Jika sama sekali tidak ada perasaan: perasaan yang muncul dari kontak-mata, kontak-telinga, kontak-hidung, kontak-lidah, kontak-badan, kontak-pikiran – dengan tidak adanya semua perasaan, dengan lenyapnya perasaan, dapatkah ketagihan muncul?

‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu, Ānanda, ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi ketagihan – yaitu perasaan.

9. ‘Dan demikianlah, Ānanda, perasaan mengkondisikan ketagihan, ketagihan mengkondisikan pencarian,10 pencarian mengkondisikan perolehan,11 perolehan mengkondisikan pengambilan-keputusan,12 pengambilan-keputusan mengkondisikan nafsu-keinginan,13 nafsu-keinginan mengkondisikan keterikatan,14 keterikatan mengkondisikan peruntukan,15 peruntukan mengkondisikan ketamakan,16 ketamakan [59] mengkondisikan penjagaan kepemilikan,17 dan karena penjagaan kepemilikan maka muncullah pengambilan tongkat dan pedang, pertengkaran, perselisihan, perdebatan, percekcokan, caci-maki, kebohongan dan kejahatan tidak terampil lainnya.

10. ‘Aku mengatakan: “Semua kondisi buruk yang tidak terampil ini muncul karena penjagaan kepemilikan.” Karena jika sama sekali tidak ada penjagaan kepemilikan … apakah ada mengambil tongkat atau pedang …?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu, Ānanda, menjaga kepemilikan adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi semua kondisi buruk yang tidak terampil.

11. ‘Aku mengatakan: “Ketamakan mengkondisikan penjagaan kepemilikan …”

12-17. ‘“Peruntukan mengkondisikan keserakahan, … [60] keterikatan mengkondisikan peruntukan, … nafsu-keinginan mengkondisikan keterikatan, … pengambilan-keputusan mengkondisikan nafsu-keinginan, … perolehan mengkondisikan pengambilan-keputusan, … pencarian mengkondisikan perolehan …” [61]

18. ‘Aku mengatakan: “Ketagihan mengkondisikan pencarian.” … Jika tidak ada ketagihan … Apakah akan ada pencarian?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu, Ānanda, ketagihan adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi semua pencarian. Demikianlah kedua hal ini bergabung menjadi satu di dalam perasaan.18 [62]

19. ‘Aku mengatakan: “Kontak mengkondisikan perasaan.” … Oleh karena itu kontak adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi perasaan.

20. ‘“Batin-dan-jasmani mengkondisikan kontak.” Dengan sifat-sifat, ciri-ciri, tanda-tanda atau indikasi apapun faktor-batin19 terbentuk, akankah, dengan tidak adanya sifat-sifat … demikian yang berhubungan dengan faktor-batin, muncul genggaman pada gagasan faktor-jasmani?’20 ‘Tidak, Bhagavā.’

‘Atau dengan tidak adanya sifat-sifat demikian yang berhubungan dengan faktor-jasmani, akankah muncul genggaman pada reaksi sensor pada faktor batin?’ ‘Tidak, Bhagavā.’

‘Dengan sifat-sifat apapun faktor-batin dan faktor-jasmani terbentuk – dengan tidak adanya sifat-sifat tersebut, adakah manifestasi dari genggaman pada gagasan, atau pada reaksi sensor?’ ‘Tidak, Bhagavā.’

‘Dengan sifat-sifat, ciri-ciri, tanda-tanda atau indikasi apapun faktor-batin terbentuk, dengan tidak adanya sifat-sifat tersebut, adakah kontak apapun yang terjadi?’ ‘Tidak, Bhagavā.’

‘Maka, Ānanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi semua kontak.

21. ‘Aku mengatakan: “Kesadaran mengkondisikan batin-dan-jasmani.” …[63] Jika kesadaran tidak masuk ke dalam rahim ibu, akankah batin-dan-jasmani berkembang di sana?’ ‘Tidak, Bhagavā.’

‘Atau jika kesadaran, setelah memasuki rahim ibu, kemudian dibelokkan, akankah batin-dan-jasmani itu dilahirkan dalam kehidupan ini?’ ‘Tidak Bhagavā.’ ‘Dan jika kesadaran dari makhluk muda tersebut, laki-laki atau perempuan, dipotong, akankah batin-dan-jasmani tumbuh, berkembang dan dewasa?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu Ānanda, kesadaran ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi batin-dan-jasmani.

22. ‘Aku mengatakan: “Batin-dan-jasmani mengkondisikan kesadaran.” … Jika kesadaran tidak menemukan tempat bersandar dalam batin-dan-jasmani, akankah selanjutnya ada kelahiran, kematian dan penderitaan?’ ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Oleh karena itu, Ānanda, batin-dan-jasmani ini adalah akar, penyebab, asal-mula, kondisi bagi kesadaran. Sejauh itulah, Ānanda, kita dapat menelusuri21 kelahiran dan kerusakan, kematian dan kejatuhan ke alam-alam lain dan terlahir kembali,22 sedemikian jauhlah jalan penyebutan, konsep, sedemikian jauhlah, bidang pemahaman, sedemikian jauhlah lingkaran berputar [64] sejauh yang bisa dilihat dalam kehidupan ini,23 yaitu batin-dan-jasmani bersama dengan kesadaran.

23. ‘Dalam cara bagaimanakah, Ānanda, orang-orang menjelaskan sifat dari diri? Beberapa menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas,24 mengatakan: “Diriku adalah bermateri dan terbatas; beberapa menyatakannya sebagai bermateri dan tidak terbatas …; beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan terbatas …; beberapa menyatakannya sebagai tanpa materi dan tidak terbatas, dengan mengatakan: “Diriku adalah tanpa materi dan tidak terbatas.”

24. ‘Siapa pun yang menyatakan diri sebagai bermateri dan terbatas, menganggapnya sebagai demikian saat ini, atau di alam berikutnya, berpikir: “Meskipun tidak demikian saat ini, aku akan mendapatkannya di sana.”25 Karena itu, itulah yang perlu dikatakan mengenai pandangan bahwa diri adalah bermateri dan terbatas, dan hal yang sama berlaku untuk teori-teori [65] lainnya. Demikianlah, Ānanda, bagi mereka yang mengajukan penjelasan tentang diri.

25-26. ‘Bagaimanakah dengan mereka yang tidak menjelaskan sifat dari diri? … (seperti paragraf 23-24 tetapi kebalikannya.) [66]

27. ‘Dengan cara bagaimanakah, Ānanda, orang-orang menganggap diri? Mereka menyamakannya dengan perasaan: “Perasaan adalah diriku”,26 atau: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak perseptif”,27 atau: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak perseptif, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”28

28. Sekarang, Ānanda, seorang yang mengatakan: “Perasaan adalah diriku” harus diberitahu: “Ada tiga jenis perasaan, teman: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Yang manakah di antara ketiga itu yang engkau anggap dirimu?” Ketika perasaan menyenangkan dirasakan, perasaan menyakitkan atau netral tidak dirasakan, tetapi hanya perasaan menyenangkan. Ketika perasaan menyakitkan dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau netral yang dirasakan. Dan ketika perasaan netral dirasakan, tidak ada perasaan menyenangkan atau menyakitkan dirasakan, melainkan hanya perasaan netral.

29. ‘Perasaan menyenangkan adalah tidak kekal, terkondisi,29 muncul-bergantungan, mengalami kerusakan, mengalami pelenyapan, memudar, padam – dan demikian pula perasaan menyakitkan [67] dan perasaan netral. Maka siapapun yang, ketika mengalami suatu perasaan menyenangkan, berpikir: “Ini adalah diriku”, akan, saat lenyapnya perasaan menyenangkan itu, berpikir: “Diriku telah lenyap!” dan demikian pula dengan perasaan menyakitkan dan perasaan netral. Karena itu siapapun yang berpikir: “Perasaan adalah diriku” merenungkan sesuatu dalam kehidupan ini yang tidak kekal, campuran antara kebahagiaan dan ketidak-bahagiaan, tunduk pada kemunculan dan pelenyapan. Oleh karena itu tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan adalah diriku.”

30. ‘Tetapi siapa pun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak perseptif”, harus ditanya: “Jika, teman, tidak ada perasaan sama sekali yang dialami, akankah ada pikiran: ‘Aku’?” [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavā”30 Oleh karena itu tidaklah tepat mempertahankan: “Perasaan bukanlah diriku, diriku tidak perseptif.”

31. ‘Dan siapapun yang mengatakan: “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak perseptif, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan” harus ditanya: “Baiklah, teman, jika semua perasaan lenyap, akankah ada pikiran: ‘Aku adalah ini?’”31 [dan ia akan menjawab:] “Tidak, Bhagavā” Oleh karena itu tidaklah tepat mempertahankan: [68] “Perasaan bukanlah diriku, tetapi diriku bukan tidak perseptif, ini adalah suatu sifat yang hanya dapat dirasakan.”

32. ‘Sejak saat, Ānanda, ketika seorang bhikkhu tidak lagi menganggap perasaan sebagai diri, atau diri yang tidak perseptif, atau sebagai yang perseptif dan sebagai sifat yang hanya bisa dirasakan, dengan tidak menganggap demikian, ia tidak melekat pada apapun di dunia ini; karena tidak melekat, ia tidak bergairah oleh apapun juga, dan karena tidak bergairah ia memperoleh pembebasan diri,32 dan ia mengetahui: “Kelahiran telah selesai, kehidupan suci telah dijalani, telah dilakukan apa yang harus dilakukan, tidak ada apa-apa lagi di sini.”

‘Dan jika seseorang berkata kepada bhikkhu yang pikirannya terbebaskan demikian: “Tathāgata ada setelah kematian”,33 itu akan [terlihat olehnya sebagai] suatu pendapat salah dan tidak tepat, demikian pula: “Tathāgata tidak ada setelah kematian …, ada dan tidak ada …, bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian.” Mengapa demikian? Sejauh, Ānanda, penyebutan dan rentang penyebutan, sejauh bahasa dan rentang bahasa, sejauh konsep dan rentang konsep, sejauh pemahaman dan rentang pemahaman, sejauh yang dicapai dan diputar oleh lingkaran – bhikkhu itu terbebaskan dari semuanya melalui pengetahuan-super,34 dan berpendapat bahwa bhikkhu yang terbebaskan demikian itu tidak mengetahui dan tidak melihat adalah pandangan salah dan tidak benar.

33. ‘Ānanda, ada tujuh stasiun kesadaran35 dan dua alam.36 Apakah tujuh ini? Ada makhluk-makhluk yang berbeda dalam [69] jasmani dan berbeda dalam persepsi, seperti manusia, beberapa dewa dan beberapa yang berada di alam sengsara. Ini adalah stasiun pertama kesadaran. Ada makhluk-makhluk yang berbeda dalam jasmani dan sama dalam persepsi, seperti para dewa pengikut Brahmā, terlahir di sana [karena telah mencapai] jhāna pertama. Ini adalah jenis kedua. Ada makhluk-makhluk yang sama dalam jasmani dan berbeda alam persepsi, seperti para dewa Ābhassara.37 Ini adalah jenis ketiga. Ada makhluk-makhluk yang sama dalam jasmani dan sama dalam persepsi, seperti para dewa Subhakiṇṇa. Ini adalah jenis keempat. Ada makhluk-makhluk yang telah melampaui secara total semua persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi sensor dan dengan tanpa-perhatian terhadap persepsi yang beraneka ragam; berpikir: “Ruang adalah tanpa batas”, mereka telah mencapai Alam Ruang Tanpa Batas. Ini adalah jenis kelima. Ada makhluk-makhluk yang, dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas”, telah mencapai alam Kesadaran Tanpa Batas. Ini adalah jenis keenam. Ada makhluk-makhluk yang, dengan melampaui alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apa pun”, telah mencapai alam Kekosongan. Ini adalah jenis ketujuh. [Dua alam adalah:] Alam makhluk-makhluk tanpa persepsi, dan, kedua, Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi.

34. ‘Sekarang, Ānanda, sehubungan dengan stasiun pertama kesadaran, dengan jasmani yang berbeda dan persepsi yang berbeda, seperti manusia dan seterusnya, jika seseorang memahaminya, asal-mulanya, lenyapnya, kemenarikan dan bahayanya, dan pembebasan darinya, pantaskah baginya untuk bersenang-senang di dalamnya?’ [70] ‘Tidak, Bhagavā.’ ‘Dan demikian pula sehubungan dengan jenis-jenis lainnya, dan dua alam?’ ‘Tidak Bhagavā.’

‘Ānanda, sejauh sebagai seorang bhikkhu, setelah mengatahui sebagaimana adanya ketujuh jenis kesadaran ini dan dua alam ini, asal-mulanya dan lenyapnya, kemenarikan dan bahayanya, terbebaskan tanpa keterikatan, bhikkhu itu, Ānanda, disebut seorang yang terbebaskan oleh kebijaksanaan.38

35. ‘Ada, Ānanda, delapan pembebasan ini.39 Apakah itu?

(1) Dengan memiliki bentuk, seseorang melihat bentuk.40 Ini adalah pembebasan pertama. (2) Tanpa melihat bentuk materi dalam diri seseorang, ia melihatnya di luar.41 Ini adalah pembebasan kedua. [71] (3) Dengan berpikir: “Ini indah”, seseorang menekuninya.42 Ini adalah yang ketiga. (4) Dengan sepenuhnya melampaui segala persepsi materi, dengan melenyapkan persepsi reaksi-sensor dan dengan ke-tidak-tertarikan pada persepsi yang beraneka-ragam, berpikir: “Ruang adalah tanpa batas”, seseorang masuk dan berdiam dalam alam Ruang Tanpa Batas, ini adalah yang keempat. (5) Dengan melampaui Alam Ruang Tanpa Batas, berpikir: “Kesadaran adalah tanpa batas”, seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Kesadaran Tanpa Batas, ini adalah yang kelima. (6) Dengan melampaui Alam Kesadaran Tanpa Batas, berpikir: “Tidak ada apapun”, seseorang masuk dan berdiam dalam Alam Kekosongan, ini adalah yang keenam. (7) Dengan melampaui alam Kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi, ini adalah yang ketujuh. (8) Dengan melampaui Alam Bukan Persepsi Juga Bukan Bukan-Persepsi seseorang masuk dan berdiam dalam Lenyapnya Persepsi dan Perasaan.43 Ini adalah pembebasan kedelapan.

36. ‘Ānanda, ketika seorang bhikkhu mencapai delapan pembebasan ini dalam urutan maju, dalam urutan mundur, dan dalam urutan maju-dan-mundur, masuk dan keluar dari dalamnya kapanpun ia inginkan, selama yang ia inginkan, dan telah mencapai dengan pengetahuan-super-nya sendiri di sini dan saat ini baik kehancuran kekotoran-kekotoran dan kebebasan pikiran yang tanpa kekotoran dan kebebasan melalui kebijaksanaan,44 maka bhikkhu itu disebut “Terbebaskan dalam kedua-cara,”45 dan, Ānanda, tidak ada jalan lain selain “pembebasan dalam kedua-cara” yang lebih mulia atau sempurna daripada yang ini.

Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Dan Yang Mulia Ānanda senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.


Catatan Kaki
  1. Baca The Great Discourse on Causation: The Mahānidāna Sutta and its Commentaries, diterjemahkan dari Pali oleh Bhikkhu Bodhi, (BPS 1984). ↩︎

  2. Tidak ada tempat di dalam kota bagi Sang Buddha untuk menetap, maka Beliau menetap di luar kota, di dalam hutan: karena itulah bentukan ‘Terdapat sebuah pemukiman pasar’ (DA). ↩︎

  3. Guḷāguṇṭhika-jāta: atau ‘kusut seperti sarang burung’ ↩︎

  4. Saṁsāra↩︎

  5. Idapaccayā. Cf. n.291. ↩︎

  6. Enam landasan indria dihilangkan, karena alasan tertentu, dalam Sutta ini. ↩︎

  7. Cf. n.286. ↩︎

  8. Terjemahan yang lebih harfiah adalah: ‘dengan x sebagai kondisi, maka muncullah y’. ↩︎

  9. Bhūtanaṁ: ‘makhluk-makhluk’, tetapi istilah ini kadang-kadang digunakan dalam makna ‘hantu’. Sub-Komentar mengidentifikasinya sebagai Kunbhaṇḍa yang disebutkan dalam DN 32.5 (q.v). ↩︎

  10. Pariyesanā. Paragraf 9-18 merupakan penjelasan terperinci. ↩︎

  11. Lābha. ↩︎

  12. Vinicchaya. ↩︎

  13. Chanda-rāga. ↩︎

  14. Ajjhosāna (= adhi-ava-sāna ‘makhluk yang condong pada sesuatu’). ↩︎

  15. Pariggaha: ‘rasa kepemilikan’ (BB). ↩︎

  16. Macchariya. ↩︎

  17. Ārakkha: ‘perhatikan dan hindari’ (RD) ‘perlindungan’ (Bennet) ‘penjagaan’ (BB). ↩︎

  18. Dua aspek dari ketagihan: 1. sebagai ketagihan utama, dasar bagi kelahiran kembali, dan 2. ketagihan-dalam-perbuatan (samudācāra-taṇhā) (DA). Baca catatan RD. ↩︎

  19. Nāma-kāya: komponen batin dari pasangan nāma-rūpa ‘nama-dan-bentuk’ atau batin-dan-jasmani’. Baca catatan berikutnya. ↩︎

  20. Rūpa-kāya: komponen fisik dari pasangan nāma-rūpa. Baik rūpa maupun kāya dapat diterjemahkan sebagai ‘jasmani’, namun ada perbedaan. Rūpa adalah jasmani sebagai materi, khususnya yang terlihat, berbentuk, sedangkan kāya adalah jasmani sebagai kelompok unsur seperti dalam ‘jasmani materi, jasmani manusia’. ↩︎

  21. ‘Kita dapat menelusuri’ disisipkan untuk memperjelas. ↩︎

  22. Kata-kata yang sama seperti dalam DN 14.18: baca n.286 di sana. ↩︎

  23. Ini mengkonfirmasi pernyataan DA yang disebutkan dalam DN 14, n.286 (cf. n.324) ↩︎

  24. Empat deklarasi dalam Pali: 1. ‘Rūpī me paritto attā’, 2. ‘Rūpī me ananto attā’, 3. ‘Arūpī me paritto attā’, 4. ‘Arūpī me ananto attā’. Rūpi adalah bentuk kata sifat dari rūpa (baca n.337) dan dapat berarti ‘materi’, walaupun DA menganggapnya merujuk pada Alam Berbentuk (rūpaloka) seperti yang dialami pada jhāna yang lebih rendah, arūpī dengan demikian merujuk pada Alam Tanpa Bentuk dari jhāna yang lebih tinggi. Cf. DN 1.3.1ff. ↩︎

  25. Upakappessāmi: diterjemahkan oleh DA sebagai sampādessāmi ‘Aku akan berusaha untuk, mencapai’. ↩︎

  26. Mengidentifikasikan diri (yang dimaksud) sebagai kelompok unsur perasaan (vedanā-kkhandha). ↩︎

  27. Mengidentifikasikan diri sebagai kelompok unsur jasmani. ↩︎

  28. Mengidentifikasikan diri sebagai kelompok unsur persepsi, bentukan-pikiran dan kesadaran. Demikianlah penjelasan komentar. ↩︎

  29. Sankhata: sebagai lawan dari ‘unsur tidak terkondisi’, yaitu Nibbāna. ↩︎

  30. MSS sepertinya menganggap jawaban-jawaban ini berasal dari Ānanda sendiri daripada dugaan lawan bicara. ↩︎

  31. Yaitu, perasaan. ↩︎

  32. Ia mencapai Nibbāna bagi dirinya sendiri (secara individual: paccattaṁ↩︎

  33. Cf. DN 1.2.27. ↩︎

  34. Abhiññā. ↩︎

  35. RD membuat masalah besar tentang ini dalam catatannya. Ini adalah ‘tempat’ atau ‘kondisi’ yang mana kelahiran kembali kesadaran terjadi. Stasiun-stasiun ini juga muncul dalam AN 7.41 (bukan 39, 40, seperti yang disebutkan RD). ↩︎

  36. Ayatanāni: di sini diterjemahkan ‘alam-alam’ untuk menghindari kebingungan dengan ‘alam-alam’ Ruang Tanpa Batas, dan lain-lain, yang termasuk di antara tujuh ‘stasiun’. Dikatakan sebagai nivāsanaṭṭhānāni ‘alam-alam kediaman’, yang dengan jelas dibedakan dari stasiun di mana makhluk-makhluk tanpa kesadaran (atau tidak memiliki kesadaran sepenuhnya) terlahir kembali di sana. ↩︎

  37. Cf. DN 1.2.1 ↩︎

  38. Paññā-vimutto: terjemahan Mrs. RD ‘Terbebaskan-oleh-Alasan’ tentu saja menyesatkan, bahkan jika didukung oleh rujukan pada Vernunft oleh Kant! Terjemahan biasa dari paññā adalah ‘kebijaksanaan’, walaupun Ven. Ñānamoli lebih menyukai ‘pemahaman’. Ini adalah kebijaksanaan sejati yang muncul dari pandangan terang. Hal yang penting adalah pernyataan komentar bahwa ini berarti: ‘kebebasan tanpa bantuan dari delapan “kebebasan” berikutnya’. Akan terlihat bahwa ‘stasiun-stasiun’ 5-7 berhubungan dengan ‘kebebasan-kebebasan’ 4-6. Perbedaannya adalah bahwa dengan cara yang pertama ‘‘stasiun-stasiun’ ini terlihat melalui pandangan terang dan ditolak, sedangkan cara kedua, kebebasan itu digunakan sebagai alat untuk mencapai kebebasan. ↩︎

  39. Ini sebenarnya hanyalah ‘kebebasan’ relatif, karena seseorang harus melewatinya berturut-turut untuk mencapai kebebasan sejati. ↩︎

  40. Merujuk, seperti dalam paragraf 23, pada Alam Berbentuk. Jhāna di sini dicapai dengan memperhatikan tanda-tanda pada tubuh seseorang. ↩︎

  41. Di sini, kasina (piringan, dan lain-lain, digunakan sebagai objek-meditasi) adalah eksternal bagi seseorang. ↩︎

  42. Dengan berkonsentrasi pada warna-warna kasina yang murni dan cerah sempurna. ↩︎

  43. Saññā-vedayita-nirodha atau nirodha-samāpatti: suatu kondisi penghentian-pergerakan, yang mungkin untuk menembus kondisi Yang-Tidak-Kembali atau Arahant. Sebagai penjelasan yang mencerahkan tentang hal ini – bagi orang biasa – kondisi misterius, baca Nyāṇaponika Abhidhamma Studies (2nd ed.), 113ff. ↩︎

  44. Ceto-vimutti paññā-vimutti: (cf. DN 6.12) ‘kebebasan pikiran dan melalui kebijaksanaan’, yaitu, dalam dua cara yang telah disebutkan. ↩︎

  45. Ini juga merujuk pada dua cara yang telah disebutkan. Berbagai jenis ‘yang terbebaskan’ terdapat dalam DN 28.8. ↩︎