easter-japanese

[127] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang melakukan perjalanan melewati Magadha bersama lima ratus bhikkhu, dan Beliau tiba di sebuah desa Brahmana bernama Khānumata. Dan di sana Beliau menetap di taman Ambalaṭṭhikā.1 Pada saat itu Brahmana Kūṭadanta sedang menetap di Khānumata, tempat yang ramai, banyak rumput, kayu, air dan jagung, yang dianugerahkan kepadanya oleh Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha sebagai anugerah kerajaan lengkap dengan kekuasaan kerajaan.

Dan Kūṭadanta merencanakan upacara pengorbanan besar: tujuh ratus ekor sapi, tujuh ratus kerbau, tujuh ratus anak sapi, tujuh ratus kambing jantan dan tujuh ratus domba yang semuanya diikat di tiang pengorbanan.2

2. Dan para Brahmana dan perumah tangga Khānumata mendengar berita: ‘Petapa Gotama … sedang menetap di Ambalaṭṭhikā. Dan sehubungan dengan Sang Bhagavā Gotama telah beredar berita baik: “Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Suci.” [128] Beliau menyatakan dunia ini dengan para dewa, māra dan Brahmā, para petapa dan Brahmana bersama dengan para raja dan umat manusia, setelah mengetahui dengan pengetahuanNya sendiri. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir, dalam makna dan kata, dan Beliau memperlihatkan kehidupan suci yang sempurna, murni sepenuhnya. Dan sesungguhnya adalah baik sekali menemui Arahant demikian.’ Dan mendengar berita itu, para Brahmana dan perumah tangga, berduyun-duyun meninggalkan Khānumata, berjumlah sangat besar, pergi menuju Ambalaṭṭhikā.

3. Pada saat itu, Kūtadanta baru saja naik ke teras rumahnya untuk istirahat siang. Melihat para Brahmana dan perumah tangga berjalan menuju Ambalaṭṭhikā, ia menanyakan alasannya kepada pelayannya. Si pelayan menjawab: ‘Tuan, ini karena Petapa Gotama, sehubungan dengannya berita baik telah beredar: “Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, … seorang Buddha, Yang Suci”. Itulah sebabnya mereka pergi menemuiNya.’

4. Kemudian Kūṭadanta berpikir: ‘Aku telah mendengar bahwa Pertapa Gotama memahami tentang bagaimana menyelenggarakan dengan baik upacara pengorbanan tiga tingkat dengan enam belas persyaratannya. Sekarang aku tidak memahami seluruhnya, namun aku ingin melakukan upacara pengorbanan besar. Bagaimana jika [129] aku menemui Petapa Gotama dan bertanya kepadaNya mengenai persoalan ini.’ Maka ia mengutus pelayannya untuk menemui para Brahmana dan perumah tangga Khānumata dan memohon agar mereka menunggunya.

5. Pada saat itu beberapa ratus Brahmana sedang berada di Khānumata bermaksud mengambil bagian dalam upacara pengorbanan Kūṭadanta. Mendengar niatnya untuk mengunjungi Petapa Gotama, mereka datang dan bertanya apakah hal itu benar. ‘Demikianlah, tuan-tuan, aku akan mengunjungi Pertapa Gotama.’

6. ‘Tuan, jangan mengunjungi Petapa Gotama … (argumentasi yang persis sama dengan Sutta 4, paragraf 5). [130-131] Oleh karena itu, adalah tidak pantas bagi Yang Mulia Kūṭadanta untuk mengunjungi Petapa Gotama, melainkan sebaliknya Petapa Gotama yang seharusnya mengunjunginya.’

7. Kemudian Kūṭadanta berkata kepada para Brahmana: ‘Sekarang dengarkan, tuan-tuan, mengapa kita pantas mengunjungi Yang Mulia Gotama, dan mengapa Beliau tidak pantas mengunjungi kita … (persis sama dengan Sutta 4, paragraf 6). [132-133] Petapa Gotama telah tiba di Khānumata dan sedang menetap di Ambalaṭṭhikā. Dan petapa atau Brahmana manapun yang datang ke wilayah kita adalah tamu kita … Beliau melampaui segala pujian.’

8. Mendengar hal ini, para Brahmana berkata : ‘Tuan, karena engkau begitu memuji Petapa Gotama, maka bahkan jika Beliau berada seratus yojana jauhnya dari sini, adalah pantas bagi mereka yang berkeyakinan untuk pergi dengan membawa tas bahu untuk mengunjungi Beliau, marilah kita semua pergi mengunjungi Petapa Gotama.’ Dan demikianlah Kūṭadanta pergi bersama sejumlah besar Brahmana menuju Ambalaṭṭhika. Ia mendekati Sang Bhagavā, [134] saling bertukar sapa dengan Beliau, dan duduk di satu sisi. Beberapa Brahmana dan perumah tangga Khānumata bersujud kepada Sang Bhagavā, beberapa memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangannya, beberapa menyebutkan nama dan suku mereka, dan beberapa duduk di satu sisi dan berdiam diri.

9. Sambil duduk di satu sisi, Kūṭadanta berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Yang Mulia Gotama, aku telah mendengar bahwa engkau memahami bagaimana menyelenggarakan dengan baik upacara pengorbanan tiga tingkat dengan enam belas persyaratannya. Sekarang aku tidak memahami seluruhnya, namun aku ingin melakukan upacara pengorbanan besar. Baik sekali jika Petapa Gotama sudi menjelaskannya kepadaku.’ ‘Dengarkanlah Brahmana, perhatikanlah dengan seksama dan Aku akan menjelaskan.’ ‘Baik, Yang Mulia’, Kūṭadanta berkata, dan Sang Bhagavā berkata:

10. ‘Brahmana, Pada suatu masa ada seorang raja yang bernama Mahāvijita.3 Ia kaya, memiliki banyak harta kekayaan, dengan emas dan perak yang berlimpah, harta benda dan barang-barang kebutuhan berlimpah, dan uang, dengan gudang harta dan lumbung yang penuh. Dan ketika Raja Mahāvijita sedang bersenang-senang sendirian, ia berpikir: “Aku memiliki sangat banyak kekayaan, aku memiliki tanah yang sangat luas yang kutaklukkan. Bagaimana jika sekarang aku menyelenggarakan upacara pengorbanan besaryang akan memberikan manfaat dan kebahagiaan bagiku untuk waktu yang lama?” Dan ia memanggil Brahmana-kerajaan,4 dan menceritakan pemikirannya. [135] “Aku ingin menyelenggarakan upacara pengorbanan besar. Ajari aku, Yang Mulia, bagaimana hal ini dapat memberi manfaat dan kebahagiaan bagiku untuk waktu yang lama.”

11. ‘Si Brahmana-kerajaan menjawab: “Negeri Baginda diserang oleh para pencuri, dirusak, desa-desa dan pemukiman-pemukiman sedang dihancurkan, perbatasan dikuasai oleh perampok. Jika Baginda mengutip pajak atas wilayah itu, itu adalah suatu kesalahan. Jika Baginda berpikir: ‘Aku akan melenyapkan gangguan para perampok ini dengan mengeksekusi dan hukuman penjara, atau dengan menyita, mengancam dan mengusir’, gangguan ini tidak akan berakhir. Mereka yang selamat kelak akan mengganggu negeri Baginda. Namun, dengan rencana ini engkau dapat secara total melenyapkan gangguan ini. Kepada mereka yang hidup di dalam kerajaan ini yang bermata pencaharian bertani dan beternak sapi, Baginda akan membagikan benih dan makanan ternak; kepada mereka yang berdagang, akan diberikan modal; yang bekerja melayani pemerintahan akan menerima upah yang sesuai. Maka orang-orang itu, karena tekun pada pekerjaan mereka, tidak akan mengganggu kerajaan ini. Penghasilan Baginda akan bertambah, negeri ini menjadi tenang dan tidak diserang oleh para pencuri, dan masyarakat, dengan hati yang gembira, akan bermain dengan anak-anak mereka, dan akan menetap di dalam rumah yang terbuka.”

‘Dan dengan mengatakan: “Jadilah demikian!” raja menerima nasihat si Brahmana-kerajaan: ia memberikan benih dan makanan ternak, memberikan modal kepada yang berdagang … upah yang sesuai … dan masyarakat dengan hati gembira … menetap di dalam rumah yang terbuka.

12. ‘Kemudian Raja Mahāvijita memanggil si Brahmana dan berkata: “Aku telah melenyapkan gangguan para perampok; menuruti rencanamu pendapatanku bertambah, negeri ini tenang dan tidak diserang oleh para pencuri, dan masyarakat dengan hati yang gembira bermain dengan anak-anak mereka dan menetap di dalam rumah yang terbuka. Sekarang aku ingin menyelenggarakan upacara pengorbanan besar. Instruksikan aku bagaimana cara menyelenggarakannya agar memberikan manfaat dan kebahagiaan kepadaku untuk waktu yang lama.” “Untuk hal ini, Baginda, engkau harus memanggil para Khattiya dari kota-kota dan desa-desa, para penasihatmu, para Brahmana yang paling berpengaruh dan para perumah tangga kaya di negerimu ini, dan katakan pada mereka: ‘Aku ingin menyelenggarakan upacara pengorbanan besar. Bantu aku, tuan-tuan, agar ini memberikan manfaat dan kebahagiaan kepadaku untuk waktu yang lama.’”

‘Raja menyetujui, dan [137] melakukan instruksi tersebut. “Baginda, pengorbanan dapat dimulai, sekarang adalah waktunya. Empat kelompok penerima ini5 akan menjadi pelengkap dalam pengorbanan ini.

13. ‘“”Raja Mahāvijita memiliki delapan hal. Ia terlahir mulia dari kedua belah pihak, … (seperti Sutta 4, paragraf 5), kelahiran yang tanpa cela. Ia tampan … tidak ada bagian yang berpenampilan rendah. Ia kaya … dengan gudang harta dan lumbung yang penuh. Ia kuat, memiliki empat kesatuan bala tentara6 yang setia, dapat diandalkan, meningkatkan reputasinya di antara musuh-musuhnya. Ia adalah seorang pemberi dan tuan rumah yang bertanggung jawab, tidak menutup pintu terhadap para pertapa, Brahmana dan pengembara, para pengemis dan mereka yang membutuhkan – sebuah mata air kebajikan. Ia sangat terpelajar dalam hal apa yang harus dipelajari. Ia memahami makna dari apapun yang dikatakan, dengan mengatakan: ‘Ini adalah apa yang dimaksudkan.’ Ia terpelajar, sempurna, bijaksana, kompeten untuk menikmati manfaat-manfaat di masa lampau, masa depan dan masa sekarang.7 Raja Mahāvijita memiliki kedelapan hal ini. Ini merupakan perlengkapan untuk upacara pengorbanan.

[138] 14. ‘“”Brahmana kerajaan memiliki empat hal. Ia terlahir mulia … Ia terpelajar, ahli dalam mantra-mantra … Ia berbudi, moralitasnya meningkat, memiliki moralitas yang meningkat. Ia terpelajar, sempurna dan bijaksana dan merupakan yang pertama atau kedua dalam memegang sendok pengorbanan. Ia memiliki keempat hal ini. Ini merupakan perlengkapan untuk upacara pengorbanan.”

15. ‘Kemudian, sebelum pengorbanan, si Brahmana mengajarkan tiga syarat kepada Sang Raja. “Mungkin Baginda merasa menyesal akan upacara pengorbanan ini: ‘Aku akan kehilangan banyak kekayaan’, atau selama upacara: ‘Aku sedang kehilangan banyak kekayaan’, atau setelah upacara: ‘Aku telah kehilangan banyak kekayaan.’ Jika demikian, maka Baginda tidak boleh merasa menyesal.”

16. ‘Kemudian, sebelum pengorbanan, si Brahmana melenyapkan kecemasan Sang Raja dalam sepuluh kondisi untuk si penerima: “Yang Mulia, akan tiba dalam upacara pengorbanan ini mereka yang melakukan pembunuhan dan mereka yang menghindari pembunuhan. Kepada mereka yang melakukan pembunuhan, biarkanlah mereka; tetapi kepada mereka yang menghindari pembunuhan akan mendapatkan pengorbanan yang berhasil dan akan bergembira dalam pengorbanan ini, dan hati mereka akan tenang. Akan tiba dalam upacara pengorbanan ini mereka yang mengambil apa yang tidak diberikan dan mereka yang menghindari …, mereka yang menikmati hubungan seksual yang salah dan mereka yang menghindari …, mereka yang mengucapkan kebohongan …, mengucapkan kata-kata fitnah, kasar dan kata yang tidak berguna …, [139] mereka yang serakah dan yang tidak, mereka yang menyimpan rasa benci dan yang tidak, mereka yang berpandangan salah dan yang tidak. Kepada mereka yang berpandangan salah, maka biarkanlah mereka; tetapi kepada mereka yang berpandangan benar akan mendapatkan pengorbanan yang berhasil dan akan bergembira dalam pengorbanan ini, dan hati mereka akan tenang.” Demikianlah sang Brahmana melenyapkan keraguan Raja dalam sepuluh kondisi.

17. ‘Demikianlah sang Brahmana menginstruksikan Raja yang menyelenggarakan upacara pengorbanan besar dengan enam belas alasan, mendorongnya, menginspirasinya dan menggembirakan hatinya. “Orang-orang akan berkata: ‘Raja Mahāvijita sedang menyelenggarakan upacara pengorbanan besar, tetapi ia tidak mengundang para Khattiya-nya …, para penasihatnya, para Brahmana yang paling berpengaruh dan para perumah tangga kaya …’ Tetapi kata-kata tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya, karana Raja telah mengundang mereka. Dengan demikian Raja akan mengetahui bahwa ia akan mendapatkan upacara pengorbanan yang berhasil dan bergembira karenanya, dan hatinya menjadi tenang. Atau seseorang akan berkata: ‘Raja Mahāvijita sedang menyelenggarakan upacara pengorbanan besar, tetapi ia tidak terlahir mulia dari kedua pihak …’ [140] Tetapi kata-kata tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya … Atau seseorang akan berkata: ‘Sang Brahmana kerajaan tidak terlahir mulia …’ [141] Tetapi kata-kata tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya.” Demikianlah sang Brahmana menginstruksikan Sang Raja dalam enam belas alasan …

18. ‘Dalam upacara pengorbanan ini, Brahmana, tidak ada kerbau yang disembelih, tidak ada kambing atau domba, tidak ada ayam dan babi, tidak juga berbagai makhluk hidup yang dibunuh, juga tidak ada pohon yang ditebang sebagai tiang pengorbanan, juga tidak ada rumput yang dipotong sebagai rumput pengorbanan, dan mereka yang disebut budak atau pelayan atau pekerja tidak bekerja karena takut akan pukulan atau ancaman, mereka tidak menangis atau bersedih. Tetapi mereka yang ingin melakukan sesuatu akan melakukannya, dan mereka yang tidak ingin melakukan tidak melakukannya; mereka melakukan apa yang mereka inginkan; dan tidak melakukan apa yang tidak mereka inginkan. Pengorbanan itu diselenggarakan dengan ghee, minyak, mentega, dadih, madu dan sirup. [142]

19. ‘Kemudian, Brahmana, para Khattiya …, para menteri dan penasihat, para Brahmana berpengaruh, para perumah tangga dari desa dan kota, setelah menerima cukup penghasilan, mendatangi Raja Mahāvijita dan berkata: “Kami membawa cukup banyak harta kekayaan, Baginda, terimalah.” “Tetapi, tuan-tuan, aku telah mengumpulkan cukup banyak kekayaan. Apapun yang tersisa boleh kalian ambil.”

“Atas penolakan raja itu, mereka pergi ke satu sisi dan berdiskusi: “Tidaklah pantas bagi kita untuk membawa pulang harta ini ke rumah kita. Raja sedang menyelenggarakan upacara pengorbanan besar. Marilah kita mengikuti teladannya.”

20. ‘Kemudian para Khattiya meletakkan persembahan mereka di sebelah timur dari ceruk pengorbanan, para penasihat meletakkan di sebelah selatan, para Brahmana di sebelah timur dan para perumah tangga kaya di sebelah utara. Dan dalam pengorbanan ini tidak ada kerbau yang disembelih, … juga tidak ada makhluk hidup apapun yang dibunuh … Mereka yang ingin melakukan sesuatu akan melakukannya, dan mereka yang tidak ingin melakukan tidak melakukannya … Pengorbanan itu diselenggarakan dengan ghee, minyak, mentega, dadih, madu dan sirup. [143] Demikianlah ada empat kelompok penerima, dan Raja Mahāvijita memiliki delapan hal, dan Brahmana kerajaan memiliki empat hal dalam tiga syarat. Ini, Brahmana, disebut pengorbanan besar yang berhasil dalam enam belas tingkat dan tiga syarat.’

21. Mendengar kata-kata ini para Brahmana berteriak keras dan berisik: ‘Sungguh suatu pengorbanan yang megah! Sungguh suatu cara yang megah dalam melakukan pengorbanan!’ Tetapi Kūṭadanta tetap duduk diam. Dan para Brahmana menanyakan kepadanya mengapa ia tidak bersorak mendengar kata-kata indah dari Pertapa Gotama. Ia menjawab: ‘Bukannya aku tidak gembira mendengarnya. Kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping jika aku tidak gembira mendengarnya.8 Tetapi aku heran bahwa Petapa Gotama tidak mengatakan: “Aku mengdengar bahwa”, atau “Ini pasti seperti ini”, tetapi Beliau mengatakan: “Kejadiannya seperti ini atau seperti itu pada waktu itu.” Dan karena itu, aku merasa bahwa Petapa Gotama pada waktu itu adalah mungkin Raja Mahāvijita, yang menyelenggarakan pengorbanan, atau si Brahmana kerajaan yang memimpin upacara pengorbanan itu untuknya. Apakah Yang Mulia Gotama mengakui bahwa Beliau menyelenggarakan, atau memimpin upacara pengorbanan besar itu, dan sebagai akibatnya, setelah kematiannya, setelah hancurnya jasmani, Beliau terlahir di alam yang baik, alam surgawi?’ ‘Aku mengakuinya, Brahmana. Aku adalah Brahmana kerajaan yang memimpin upcara pengorbanan.’

22. ‘Dan, Yang Mulia Gotama, adakah pengorbanan yang lain yang lebih sederhana, yang lebih mudah, lebih berbuah dan lebih bermanfaat daripada tiga tingkat pengorbanan dengan enam belas perlengkapannya tersebut?’ [144] ‘Ada, Brahmana’.

‘Apakah itu, Yang Mulia Gotama?’ ‘Dimanapun pemberian rutin dari suatu keluarga yang diberikan kepada para pertapa yang berbudi, ini merupakan pengorbanan yang lebih berbuah dan lebih bermanfaat daripada itu.’

23. ‘Mengapa, Yang Mulia Gotama, dan karena alasan apakah itu lebih baik?’

‘Brahmana, tidak ada Arahant atau mereka yang telah mencapai Jalan Arahant akan menerima pengorbanan ini. Mengapa? Karena melihat penganiayaan dan pembunuhan, maka mereka tidak menerima. Tetapi mereka akan menerima pengorbanan berupa pemberian rutin dari suatu keluarga yang diberikan kepada para pertapa yang berbudi, karena tidak ada penganiayaan dan pembunuhan. Itulah sebabnya jenis pengorbanan ini lebih berbuah dan lebih bermanfaat.’

24. ‘Tetapi, Yang Mulia Gotama, adakah pengorbanan lain yang lebih bermanfaat daripada [145] yang sebelumnya itu?’ ‘Ada, Brahmana’.

‘Apakah itu, Yang Mulia Gotama?’ ‘Brahmana, jika siapa saja yang menyediakan tempat tinggal bagi Sangha yang datang dari empat penjuru, itu merupakan pengorbanan yang lebih bermanfaat.’

25. ‘Tetapi, Yang Mulia Gotama, adakah pengorbanan lain yang lebih bermanfaat daripada tiga ini?’ ‘Ada, Brahmana’.

‘Apakah itu, Yang Mulia Gotama?’ ‘Brahmana, jika siapa saja dengan hati yang tulus berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha, itu merupakan pengorbanan yang lebih bermanfaat daripada [146] tiga yang sebelumnya.’

26. ‘Tetapi, Yang Mulia Gotama, adakah pengorbanan lain yang lebih bermanfaat daripada empat ini?’ ‘Ada, Brahmana’.

‘Apakah itu, Yang Mulia Gotama?’ ‘Brahmana, jika siapa saja dengan hati yang tulus melaksanakan sila – menghindari membunuh makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, hubungan seksual yang salah, kebohongan dan meminum minuman keras dan obat-obatan yang mengakibatkan lemahnya kesadaran - itu merupakan pengorbanan yang lebih bermanfaat daripada empat yang sebelumya.’

27. ‘Tetapi, Yang Mulia Gotama, adakah pengorbanan lain yang lebih bermanfaat daripada lima ini?’ ‘Ada, Brahmana’.

‘Apakah itu, Yang Mulia Gotama?’ ‘Brahmana, seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Yang Tercerahkan dan Yang Suci. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuanNya sendiri, menyatakan dunia ini dengan para dewa, māra dan Brahmā, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas, dan seterusnya (Sutta 2, paragraf 41-74). Demikianlah seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas. Ia mencapai empat jhāna (Sutta 2, paragraf 75-82). Itu, Brahmana, adalah suatu pengorbanan … lebih bermanfaat. Ia mencapai berbagai pandangan terang (Sutta 2, paragraf 97). Ia mengetahui: “Tidak ada lagi yang lebih jauh di dunia ini.” Itu, Brahmana, adalah suatu pengorbanan yang lebih sederhana, lebih mudah, lebih berbuah, dan lebih bermanfaat dari semua lainnya. Dan lebih dari ini, tidak ada lagi pengorbanan yang lebih mulia dan lebih sempurna.’

28. ‘Sungguh indah, Yang Mulia Gotama, sungguh menakjubkan! Bagaikan seseorang yang menegakkan apa yang terbalik, atau menunjukkan jalan bagi ia yang tersesat, atau menyalakan pelita di dalam gelap, sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat apa yang ada di sana. Demikian pula Yang Mulia Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara. Semoga Yang Mulia Gotama menerimaku sebagai siswa awam sejak hari ini hingga akhir hidupku! Dan, [148] Yang Mulia Gotama, aku membebaskan tujuh ratus sapi, tujuh ratus kerbau, tujuh ratus anak sapi, tujuh ratus kambing jantan dan tujuh ratus domba. Aku memberikan kehidupan kepada mereka, memberi mereka makanan berupa rumput hijau dan air sejuk untuk diminum, dan biarlah angina sejuk bermain bersama mereka.’

29. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan ceramah bertingkat kepada Kūṭadanta, tentang kedermawanan, tentang moralitas dan tentang alam surga, menunjukkan bahaya, penurunan dan kekotoran dari kenikmatan-indria, dan manfaat dari meninggalkan keduniawian. Dan ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiran Kūṭadanta telah siap, lunak, bebas dari rintangan, gembira dan tenang, maka ia membabarkan ceramah Dhamma secara singkat: tentang penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Dan bagaikan sehelai kain bersih yang noda-nodanya telah dihilangkan dapat diwarnai dengan sempurna, demikian pula Brahmana Kūṭadanta, selagi ia duduk di sana, muncul Mata-Dhamma yang murni dan tanpa noda, dan ia mengetahui: ‘Segala sesuatu yang memiliki asal-mula pasti akan lenyap.’

30. Kemudian Kūṭadanta, setelah melihat, mencapai, mengalami dan menembus Dhamma, setelah melampaui keragu-raguan, melampaui ketidak-pastian, setelah mencapai keyakinan sempurna dalam Ajaran Sang Guru tanpa bergantung pada yang lainnya, berkata: ‘Sudilah Yang Mulia Gotama dan para bhikkhu menerima makanan dariku besok!’

Sang Bhagavā menerimanya dengan berdiam diri. Kemudian Kūṭadanta, mengetahui penerimaan Beliau, bangkit, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berjalan dengan sisi kanannya menghadap Sang Bhagavā dan pergi. Pagi harinya, ia mempersiapkan makanan keras dan lunak di tempat pengorbanan, dan ketika persiapan selesai, ia mengumumkan: ‘Yang Mulia Gotama, sudah waktunya; makanan telah siap.’

Dan Sang Bhagavā, setelah bangun pagi, pergi dengan membawa jubah dan mangkuknya dan disertai oleh para bhikkhu menuju tempat pengorbanan Kūṭadanta dan duduk di tempat yang telah disediakan. Dan Kūṭadanta [149] melayani Sang Buddha dan para bhikkhu dengan makanan-makanan terbaik dengan tangannya sendiri hingga mereka puas. Dan ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan menarik tanganNya dari mangkuk, Kūṭadanta mengambil bangku kecil dan duduk di satu sisi.

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memberikan instruksi kepada Kūṭadanta dalam suatu ceramah Dhamma, menginspirasinya, memicu semangatnya dan menggembirakannya, bangkit dari dudukNya dan pergi.9


Catatan Kaki
  1. Bukan tempat yang sama dengan yang disebutkan dalam DN 1.2, tetapi suatu tempat yang mirip dengannya (DA). ↩︎

  2. Namanya berarti ‘Gigi yang tajam’, dan RD hampir benar dalam mempertimbangkan bahwa ini adalah kisah rekaan. Terlepas dari segalanya, tidak mungkin Brahmana berkonsultasi dengan Sang Buddha, di antara semua orang, tentang bagaimana menyelenggarakan suatu pengorbanan, yang merupakan keterampilan mereka. Tetapi dalam SN 3.1.9 kita memiliki kisah dugaan tentang bagaimana Raja Pasenadi dari Kosala merencanakan suatu pengorbanan besar (meskipun hanya 500 bukan 700, sapi, dan lain-lain), dengan komentar Sang Buddha. Dari kitab komentar, walaupun tidak ada dalam Teks, kita mengetahui bahwa akhirnya raja menghentikan rencananya. Mungkin Sang Buddha menceritakan kisah ini pada kesempatan itu, dan belakangan diceritakan kembali oleh Raja Kosala kepada seorang Brahmana ‘yang memiliki kekuasaan kerajaan’ yang menetap di sekitar Kerajaan Magadha. ↩︎

  3. ‘Lord Broadacres’ (RD) ↩︎

  4. Purohitaṁ. ‘Kepala-brahmana raja (brahmanis), atau Brahmana-kerajaan domestik, bertindak seperti seorang Perdana Menteri’ (PED). ↩︎

  5. Khattiya, penasihat, Brahmana dan perumah tangga ↩︎

  6. Pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan kereta, dan pasukan berjalan kaki ↩︎

  7. Dengan mengetahui cara kerja kamma: nasib baik saat ini disebabkan oleh kamma masa lampau, dan perbuatan baik yang dilakukan saat ini akan menghasilkan akibat yang sama di masa depan (DA) ↩︎

  8. Cf. DN 3.20 dan n.150. ↩︎

  9. Dalam bukunya yang penting Lima Tingkat Agama Yunani (London, Watts & Co., 1935, p.38) Gilbert Murray menuliskan kalimat indah dalam memuji setan Yunani. Ia menulis:

    Ketika benar-benar takut sang peramal biasanya menggunakan suatu penawar yang penuh kesakitan dan darah. Metode abad pertengahan mmbakar hidup-hidup para penganut sesat belum dikenal. Tetapi sejarah orang tidak beradab, jika dituliskan, akan menyajikan daftar panjang korban, yang semuanya tidak bersalah, yang meninggal dunia untuk mengakhiri suatu pertanda buruk atau monster … yang mana mereka sama sekali tidak berhubungan … Dosa dunia modern dalam menghadapi para penganut sesat dan penyihir mungkin jauh lebih besar daripada para manusia primitif, tetapi sesorang hampir tidak mungkin dapat keluar dari catatan pengamatan kuno ini tanpa dihantui oleh penilaian penyair romawi: ‘Tantum religio potuit suadere malorum’ [‘Bagi begitu banyak kejahatan adalah agama yang mampu membujuk manusia’], dan merasakan dengan mereka bahaw penerangan awam ini, penjinakan naga buta ini, pasti termasuk dalam pelayanan tertinggi yang dilakukan oleh Hellenisme untuk umat manusia.

    Murray tampaknya hanya memikirkan korban manusia, dan sama sekali lupa pada fakta bahwa Buddhisme telah, satu abad sebelum Socrates, jauh lebih radikal dalam penghapusan kekejaman terhadap manusia dan binatang, dan dengan hasil yang bertahan lebih lama, setidaknya sejauh wilayah India dan negara tetangganya. ↩︎