easter-japanese

1

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Nandaka sedang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma di aula pertemuan. Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan. Beliau berdiri di luar pintu menunggu hingga khotbah itu berakhir. Ketika Beliau mengetahui bahwa khotbah itu telah berakhir, Beliau berdehem [359] dan mengetuk gerendel pintu. Para bhikkhu membukakan pintu untuk Beliau. Sang Bhagavā memasuki aula pertemuan, duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau, dan berkata kepada Yang Mulia Nandaka: “Engkau memberikan pembabaran Dhamma yang panjang kepada para bhikkhu. PunggungKu sakit sewaktu berdiri di luar pintu menunggu khotbah itu selesai.”

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Nandaka, dengan merasa malu, berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, aku tidak tahu bahwa Sang Bhagavā sedang berdiri di luar pintu. Jika aku tahu, aku tidak akan berbicara selama itu.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami bahwa Yang Mulia Nandaka merasa malu, berkata kepadanya: “Bagus, bagus, Nandaka! Adalah selayaknya bagi kalian yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk duduk bersama demi membicarakan Dhamma. Ketika kalian berkumpul, Nandaka, kalian harus melakukan salah satu dari dua hal: apakah membicarakan Dhamma atau mempertahankan keheningan mulia.

(1) “Nandaka, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu.2 Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan [360] dan juga menjadi bermoral?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan juga bermoral, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(2) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak memperoleh ketenangan pikiran internal;3 dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan, bermoral, dan juga memperoleh ketenangan pikiran internal?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan, bermoral, dan juga memperoleh ketenangan pikiran internal, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(3) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, dan ia dapat memperoleh ketenangan pikiran internal, tetapi ia tidak memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi yaitu pandangan terang ke dalam fenomena-fenomena;4 dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Seperti halnya seekor binatang berkaki empat dengan satu kakinya cacat atau timpang akan menjadi tidak lengkap sehubungan dengan bagian yang cacat itu; demikian pula, ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan bermoral, dan memperoleh ketenangan pikiran internal, tetapi ia tidak memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi yaitu pandangan terang ke dalam fenomena-fenomena, maka ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan dan bermoral, memperoleh ketenangan pikiran internal, dan juga memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi yaitu pandangan terang ke dalam fenomena-fenomena?’

(4) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan dan (ii) bermoral, (iii) dan ia memperoleh ketenangan pikiran internal dan (iv) juga memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi yaitu pandangan terang ke dalam fenomena-fenomena, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya. Kemudian, tidak lama setelah Sang Bhagavā pergi, Yang Mulia Nandaka berkata kepada para bhikkhu: “Baru saja, teman-teman, sebelum bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya, Sang Bhagavā mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna dalam empat hal: [361] ‘Nandaka, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral … [di sini Nandaka mengulangi keseluruhan khotbah Sang Buddha hingga:] … Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan bermoral, dan ia memperoleh ketenangan pikiran internal dan juga memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi yaitu pandangan terang ke dalam fenomena-fenomena, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.’

“Ada, teman-teman, lima manfaat ini yang dihasilkan dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma pada waktu yang tepat. Apakah lima ini?

(5) “Di sini, teman-teman, seorang bhikkhu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna. Dalam cara bagaimana pun bhikkhu itu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna, dalam cara itulah Sang Guru menjadi menyenangkan dan disukai olehnya, dihormati dan dihargai olehnya.5 Ini adalah manfaat pertama dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna. Dalam cara bagaimana pun bhikkhu itu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna, dalam cara itulah, sehubungan dengan Dhamma, ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma.6 Ini adalah manfaat ke dua dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna. Dalam cara bagaimana pun bhikkhu itu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan [362] murni sempurna, dalam cara itulah ia melihat dalam Dhamma itu suatu hal yang mendalam dan penuh makna setelah menembusnya melalui kebijaksanaan.7 Ini adalah manfaat ke tiga dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat.

(8) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna. Dalam cara bagaimana pun bhikkhu itu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna, dalam cara itulah teman-temannya menjadi lebih menghargainya, [dengan berpikir]: ‘Yang mulia ini pasti telah mencapai, atau akan mencapai.’ Ini adalah manfaat ke empat dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar; ia mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna. Dalam cara bagaimana pun bhikkhu itu mengajarkan kepada para bhikkhu Dhamma yang baik di awal … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna, ketika mendengar Dhamma itu para bhikkhu itu yang masih berlatih, yang belum mencapai cita-cita mereka, yang berdiam dengan bercita-cita untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu, akan membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Tetapi setelah mendengar Dhamma itu, para bhikkhu itu yang adalah para Arahant, yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan spiritual, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan mereka, telah sepenuhnya menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan telah sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir, [363] akan sekedar menekuni keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini. Ini adalah manfaat ke lima dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat.”

“Ini adalah kelima manfaat dari mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat, dari mendiskusikan Dhamma dalam waktu yang tepat itu.”


Catatan Kaki
  1. Ini adalah sembilan campuran lainnya lagi, yang diperoleh dengan menggabungkan empat atribut yang dijelaskan oleh Sang Buddha dan lima manfaat dalam mendengarkan Dhamma pada waktu yang tepat. ↩︎

  2. Ini dimulai seperti pada 8:71 tetapi berlanjut secara berbeda. ↩︎

  3. Be menuliskan cetosamādhissa di seluruh sutta, bukan seperti Ce dan Ee cetosamathassa. ↩︎

  4. Adhipaññādhammavipassanā, dikemas sebagai “pengetahuan pandangan terang yang memahami fenomena-fenomena terkondisi” (saṅkhārapariggāhakavipassanāñāṇa). ↩︎

  5. Di sini saya bersama dengan Ee membaca: tathā tathā’ssa satihā piyo ca hoti manāpo ca garu ca bhāvanīyo ca. Ce dan Be menuliskan tathā tathā so satthu … garu ca bhāvanīyo ca, yang berarti bahwa bhikkhu itu menjadi dihormati dan dihargai oleh Sang Buddha. ↩︎

  6. Tathā tathā so tasmiṃ dhamme atthapaṭisaṃvedī ca hoti dhammapaṭisaṃvedī ca; seperti pada 5:26, III 21-23. Baca Jilid 3 pp.471-72, catatan 990. Anehnya, walaupun tema paragraf ini adalah manfaat mendengarkan dan mendiskusikan Dhamma, tetapi manfaat ke dua, ke tiga, dan ke empat (dan mungkin yang pertama juga) diperoleh oleh bhikkhu yang mengajarkan Dhamma. ↩︎

  7. Tathā tathā so tasmiṃ dhamme gambhīraṃ atthapadaṃ paññāya ativijjha passati. Baca Jilid 3 p.520, catatan 373. ↩︎