easter-japanese

“Para bhikkhu, ketika pikiran seorang bhikkhu dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan, maka ia mampu menyatakan: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi menjadi makhluk apa pun.’

“Dan bagaimanakah pikiran seorang bhikkhu dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan? (1) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tanpa nafsu.’ (2) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tanpa kebencian.’ (3) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tanpa delusi.’ (4) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada ketergila-gilaan.’ (5) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada permusuhan.’ (6) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada kebingungan.’ (7) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada penjelmaan alam-indria.’ (8) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada penjelmaan alam-berbentuk.’ (9) Pikirannya dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan [ketika ia mengetahui]: ‘Pikiranku tidak tunduk pada penjelmaan alam-tanpa-bentuk.’

“Ketika, para bhikkhu, pikiran seorang bhikkhu dikokohkan dengan baik melalui kebijaksanaan, maka ia mampu menyatakan: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi menjadi makhluk apa pun.’”