easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Sang Bhagavā bertanya kepadanya:

“Apakah dana diberikan dalam keluargamu, perumah tangga?”

“Dana diberikan dalam keluargaku, Bhante, tetapi terdiri dari nasi basi disertai dengan bubur.”1

“Jika, perumah tangga, seseorang memberikan dana, yang kasar atau baik, dan ia memberikan dengan tidak hormat, memberikan tanpa pertimbangan, tidak memberikan dengan tangannya sendiri, memberikan apa yang seharusnya dibuang, memberi tanpa pandangan atas konsekuensi masa depan,2 maka apa pun akibat dari pemberian itu yang ia hasilkan, pikirannya tidak condong ke arah kenikmatan makanan lezat, juga tidak ke arah kenikmatan pakaian bagus, juga tidak ke arah kenikmatan kendaraan-kendaraan bagus, juga tidak ke arah kenikmatan apa pun yang baik di antara lima objek kenikmatan indria. Juga, anak-anaknya [393] dan istri-istrinya, dan budak-budaknya, pelayan-pelayannya, dan para pekerjanya, tidak ingin mendengarkannya, tidak menyimaknya, dan tidak mengarahkan pikirannya untuk memahami. Karena alasan apakah? Ini adalah akibat dari perbuatan yang dilakukan dengan tidak hormat.

“Jika, perumah tangga, seseorang memberikan dana, yang kasar atau baik, dan ia memberikan dengan hormat, memberikan dengan pertimbangan, memberikan dengan tangannya sendiri, memberikan apa yang seharusnya tidak dibuang, memberi dengan pandangan atas konsekuensi masa depan, maka apa pun akibat dari pemberian itu yang ia hasilkan, pikirannya condong ke arah kenikmatan makanan lezat, ke arah kenikmatan pakaian bagus, ke arah kenikmatan kendaraan-kendaraan bagus, ke arah kenikmatan apa pun yang baik di antara lima objek kenikmatan indria. Juga, anak-anaknya dan istri-istrinya, dan budak-budaknya, pelayan-pelayannya, dan para pekerjanya, ingin mendengarkannya, menyimaknya, dan mengarahkan pikirannya untuk memahami. Karena alasan apakah? Ini adalah akibat dari perbuatan yang dilakukan dengan hormat.

“Di masa lampau, perumah tangga, terdapat seorang brahmana bernama Velāma. Ia memberikan persembahan dana besar sebagai berikut:3 (1) delapan puluh empat ribu mangkuk emas penuh berisi perak; (2) delapan puluh empat ribu mangkuk perak penuh berisi emas; (3) delapan puluh empat ribu mangkuk perunggu penuh berisi kepingan uang; (4) delapan puluh empat ribu gajah dengan perhiasan emas, panji emas, diselimuti dengan jaring benang emas; (5) delapan puluh empat ribu kereta dengan penutup dari kulit singa, kulit harimau, kulit macan tutul, dan selimut jingga, dengan perhiasan emas, panji emas, diselimuti dengan jaring benang emas; (6) delapan puluh empat ribu sapi susu dengan tambatan tali rami4 dan ember perunggu;5 (7) delapan puluh empat ribu gadis berhiaskan anting-anting permata; (8) delapan puluh empat ribu dipan [394] dengan permadani, selimut, dan penutup, dengan penutup bagus dari kulit rusa, dengan kanopi dan bantal guling merah di kedua sisinya; (9) delapan puluh empat ribu koṭi6 kain terbuat dari linen halus, sutra halus, wol halus, dan katun halus. Apalagi makanan dan minuman, kudapan, santapan dan makanan ringan, dan minuman bukan air7 yang tampak mengalir seperti sungai.

“Engkau mungkin berpikir, perumah tangga: ‘Ia adalah seorang lain, Brahmana Velāma itu yang pada saat itu memberikan persembahan dana besar itu.’ Tetapi engkau jangan melihatnya demikian. Aku sendiri adalah Brahmana Velāma itu yang pada saat itu memberikan persembahan dana besar.

“Sekarang, perumah tangga, pada persembahan dana besar itu tidak ada seorang pun yang layak menerima persembahan, tidak ada seorang pun yang memurnikan persembahan itu. Bahkan yang lebih berbuah daripada persembahan besar yang diberikan oleh Brahmana Velāma adalah memberi makan satu orang yang sempurna dalam pandangan. Bahkan yang lebih berbuah daripada persembahan besar yang diberikan oleh Brahmana Velāma dan memberi makan seratus orang yang sempurna dalam pandangan adalah memberi makan satu orang yang-kembali-sekali. Bahkan yang lebih berbuah daripada persembahan besar yang diberikan oleh Brahmana Velāma dan memberi makan seratus orang yang-kembali-sekali adalah memberi makan satu orang yang-tidak-kembali. Bahkan yang lebih berbuah daripada … memberi makan seratus orang yang-tidak-kembali adalah memberi makan satu orang Arahant. Bahkan yang lebih berbuah daripada … memberi makan seratus orang Arahant adalah memberi makan satu orang paccekabuddha. [395] Bahkan yang lebih berbuah daripada … memberi makan seratus orang paccekabuddha adalah memberi makan Sang Tathāgata, Sang Arahant, yang tercerahkan sempurna … adalah memberi makan Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha … adalah membangun tempat tinggal yang didedikasikan kepada Saṅgha dari empat penjuru … adalah bagi seseorang yang dengan pikiran penuh keyakinan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha … adalah bagi seseorang yang dengan pikiran penuh keyakinan menjalankan kelima aturan latihan: menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Bahkan yang lebih berbuah … adalah mengembangkan pikiran cinta-kasih bahkan selama waktu yang diperlukan untuk menarik ambing susu sapi.

“Bahkan yang lebih berbuah lagi, perumah tangga, daripada persembahan besar yang diberikan oleh Brahmana Velāma, dan memberi makan satu orang yang sempurna dalam pandangan, dan memberi makan seratus orang yang sempurna dalam pandangan; dan memberi makan satu orang yang-kembali-sekali; dan memberi makan seratus orang yang-kembali-sekali; dan memberi makan satu orang yang-tidak-kembali; dan memberi makan seratus orang yang-tidak-kembali; dan memberi makan satu orang Arahant; dan memberi makan seratus orang Arahant; dan memberi makan satu orang paccekabuddha; dan memberi makan seratus orang paccekabuddha; dan memberi makan Sang Tathāgata, Sang Arahant, yang tercerahkan sempurna; dan memberi makan Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha; dan membangun tempat tinggal yang didedikasikan kepada Saṅgha dari empat penjuru; dan bagi seseorang yang dengan pikiran penuh keyakinan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha; dan bagi seseorang yang dengan pikiran penuh keyakinan menjalankan kelima aturan latihan: menghindari pembunuhan … menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan; dan bagi seseorang yang mengembangkan pikiran cinta-kasih bahkan selama waktu yang diperlukan untuk menarik ambing susu sapi, [396] adalah mengembangkan persepsi ketidak-kekalan bahkan hanya selama waktu yang diperlukan untuk menjentikkan jari.”8


Catatan Kaki
  1. Mp: “Sang Bhagavā tidak menanyakan ini sehubungan dengan dana yang diberikan kepada Saṅgha para bhikkhu. Karena di rumah Anāthapiṇḍika makanan-makanan baik secara terus-menerus diberikan kepada para bhikkhu. Melainkan dana makanan yang diberikan kepada banyak orang adalah kasar, yang tidak menyenangkan Anāthapiṇḍika. Maka Sang Buddha menanyakan dengan niat demikian.” Penjelasan Mp terkesan direkayasa, karena ungkapan yang digunakan oleh Sang Buddha dalam jawabannya menyiratkan bahwa yang dimaksudkan adalah dana kepada mereka yang meninggalkan keduniawian. Adalah mungkin bahwa sutta ini dibabarkan pada masa ketika keuangan Anāthapiṇḍika dalam keadaan sulit. Kemungkinan lain, melihat karakter legenda, sutta ini mungkin sebagian adalah fiksi yang disusun untuk tujuan mendidik. Sebuah paralel China, MĀ 155, memiliki perbincangan yang pada dasarnya sama seperti Pāli terdapat pada T I 677a12-13. Dalam paralel China lainnya, EĀ 27.3, Anāthapiṇḍika mengatakan (pada T II 644b22): “Keluargaku yang miskin selalu mempraktikkan memberi, tetapi makanannya kasar dan kami tidak selalu memberikan yang sama” (質家恒行布施。又飲食麄弊。不與常同). ↩︎

  2. Ini adalah lima cara seorang yang tidak baik memberikan suatu pemberian, seperti disebutkan pada 5:147. Persis di bawah teks akan menyebutkan lima cara orang baik memberikan pemberian, juga terdapat pada 5:147↩︎

  3. Diduga ini adalah sembilan jenis pemberian yang membenarkan dimasukkannya sutta ini dalam Kelompok Sembilan. Tampaknya tidak ada skema sembilan lainnya yang menjelaskan penempatannya dalam nipāta ini. ↩︎

  4. Ce sandassanāni; Be sandhanāni; Ee santhanāni. Mp tidak memberikan kemasan dan PED tidak memberikan definisi yang berguna untuk tulisan-tulisan itu. Tetapi dalam PED sandāna didefinisikan sebagai “tali, tambatan, ikatan.” ↩︎

  5. Mp mengemas kaṃsūpadhāraṇāni sebagai rajatamayakhīrapaṭicchakāni, “wadah perak untuk susu.” Saya tidak memahami bagaimana kaṃsa dapat berarti perak. DOP sv kaṃsa mengatakan bahwa kaṃsūpadhāraṇa dapat berarti “menghasilkan seember susu, atau dengan ember susu dari logam.” Mp menambahkan bahwa tanduk-tanduk dari sapi-sapi susu itu ditutupi dengan selongsong emas; orang-orang mengikatkan kalung bunga melati di leher mereka, mengikatkan perhiasan-perhiasan di keempat kaki mereka, menghamparkan kain rami yang bagus di atas punggung mereka, dan mengikatkan lonceng emas di leher mereka. Cara-cara menghias sapi demikian, walaupun tidak terlalu mahal, masih dipraktikkan di India masa kini. ↩︎

  6. Mp mengatakan bahwa secara konvensi satu koṭi adalah dua puluh pasang kain, tetapi di sini yang dimaksudkan adalah sepuluh pakaian. ↩︎

  7. Annassa pānassa khajjassa bhojjassa leyyassa peyyassa. Leyya, dari lihati, menjilat, dapat berarti sesuatu yang dijilat, mungkin benda-benda seperti madu, sirup, dan gula aren. ↩︎

  8. Mp: “Persepsi ketidak-kekalan adalah pandangan terang kuat yang telah mencapai puncaknya dan merupakan kondisi terdekat bagi sang jalan” (aniccasaññan ti maggassa anantarapaccayabhāvena sikhāpattabalavavipassanaṃ). ↩︎