easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Gayā di Gayāsīsa. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Para bhikkhu, sebelum pencerahanKu, sewaktu Aku masih menjadi seorang bodhisatta, masih belum tercerahkan sempurna, Aku hanya mempersepsikan cahaya, tetapi tidak melihat bentuk-bentuk.1

(2) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika Aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’2 Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk. Namun Aku tidak bergaul dengan para dewata itu, tidak berbincang-bincang dengan mereka, dan tidak terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka.

(3) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika Aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dan juga bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’ Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan melihat bentuk-bentuk, dan Aku juga bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka. Namun Aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu.’ [303]

(4) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika Aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dan bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka, dan juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini dan itu.’ dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’ Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan melihat bentuk-bentuk, dan bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka, dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini dan itu.’ Namun Aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma apa.’

(5) “… dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini.’ Namun Aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan apa dan mengalami kenikmatan dan kesakitan apa.’

(6) “… dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan ini dan mengalami kenikmatan dan kesakitan ini.’ Namun Aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan berapa lama.’

(7) “… dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan selama itu.’ Namun Aku tidak mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak.

(8) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika (i) Aku mempersepsikan cahaya dan (ii) melihat bentuk-bentuk; dan (iii) Aku bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka [304] ; dan (iv) Aku mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu’; dan (v) ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini’; dan (vi) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan ini dan mengalami kenikmatan ini dan kesakitan ini’; dan (vii) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan selama itu’; dan (viii) Aku juga mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’

“Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh: (i) Aku mempersepsikan cahaya; dan (ii) melihat bentuk-bentuk; dan (iii) Aku bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka; dan (iv) Aku mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu’; dan (v) ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini’; dan (vi) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan ini dan mengalami kenikmatan ini dan kesakitan ini’; dan (vii) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan selama itu; dan (viii) Aku juga mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak.3

“Selama, para bhikkhu, pengetahuan dan penglihatanKu tentang para dewa dengan delapan seginya tidak murni sempurna, maka Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tidak terlampaui dalam dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika pengetahuan dan penglihatanKu tentang para dewa dengan delapan seginya telah murni sempurna, maka Aku [305] mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tidak terlampaui dalam dunia ini bersama dengan … para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: ‘Kebebasan pikiranKu tidak tergoyahkan; ini adalah kelahiranKu yang terakhir; sekarang tidak ada lagi penjelmaan baru.’”


Catatan Kaki
  1. Obhāsaññeva kho sañjānāmi, no ca rūpāni passāmi. Mp mengemas obhāsaṃ sebagai “cahaya pengetahuan mata dewa” (dibbacakkhuñāṇobhāsaṃ). ↩︎

  2. Mp: “Di sini, pengetahuan dan penglihatan (ñāṇadassana) adalah mata dewa (dibbacakkhubhūtaṃ).” ↩︎

  3. Mp menghubungkan kedelapan segi ini berturut-turut dengan delapan jenis pengetahuan yang lebih tinggi berikut ini: (1) pengetahuan mata dewa, (2) pengetahuan kekuatan spiritual, (3) pengetahuan melingkupi pikiran makhluk lain, (4) pengetahuan bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, (5) pengetahuan masa depan, (6) pengetahuan masa sekarang, (7) pengetahuan masa lalu, dan (8) pengetahuan kehidupan lampau. Mp melanjutkan: “Ini adalah delapan pengetahuan yang telah diturunkan dalam teks. Tetapi sutta ini harus dijelaskan dengan menghubungkan hal-hal ini dengan pengetahuan pandangan terang, empat pengetahuan sang jalan, empat pengetahuan buah, empat pengetahuan peninjauan kembali, empat pengetahuan analitis, dan enam pengetahuan khas seorang Buddha.” ↩︎