easter-japanese

1

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? Pandangan Benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.”

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? (1) Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah menguasainya, ia menyadari sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (2) Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah menguasainya, ia menyadari sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (3) Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah menguasainya, ia menyadari sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (4) Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah menguasainya, ia menyadari sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ [349] (5) Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru … (6) … yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning … (7) … yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah … (8) … yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih.. Setelah menguasainya, ia menyadari sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.”

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? (1) Seorang yang memiliki bentuk melihat bentuk-bentuk. (2) Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal. (3) Seseorang berfokus hanya pada ‘yang indah.’ (4) Dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, [dengan menyadari] ‘ruang adalah tanpa batas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. (5) Dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, [dengan menyadari] ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. (6) Dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, [dengan menyadari] ‘tidak ada apa-apa,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. (7) dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. (8) Dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, seseorang masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan. demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.

“Para bhikkhu, demi pemahaman penuh pada nafsu … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi berhentinya … demi terlepasnya nafsu … maka kedelapan hal harus dikembangkan.”

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman penuh … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi berhentinya … demi terlepasnya kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang ajar … iri … kekikiran [350] … kecurangan … muslihat … kekeras-kepalaan … sikap berapi-api … keangkuhan … kesombongan … kemabukan … kelengahan … maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Dengan gembira, para bhikkhu itu puas mendengar pernyataan Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Ee tidak menomori vagga ini. Ce dan Be menomorinya XI (atau 11), melanjutkan skema penomoran berurutan. Seperti juga pada Buku Kelompok Tujuh, saya telah menomorinya seolah-olah bab ini adalah bab ke enam dalam kelompok lima puluh ini. Ce menomori sutta-sutta dalam rangkaian ini dari 1-510. Be menomori sutta-sutta ini secara berkelanjutan dengan sutta-sutta dalam keseluruhan nipāta, dari 117 hingga 626. Saya mengikuti penomoran sutta dari Be, walaupun penomoran saya diawali dan diakhiri satu nomor lebih tinggi karena penambahan umat awam perempuan dalam vagga berikutnya (yang tidak ada dalam Be). ↩︎