A iv 89
Jangan Takut pada Jasa
Di terjemahkan dari pāḷi oleh
Bhikkhu Bodhi
ShortUrl:
“Para bhikkhu, jangan takut pada jasa. Ini adalah sebuah sebutan bagi kebahagiaan, [89]
yaitu, jasa.
“Aku ingat bahwa selama waktu yang lama Aku mengalami akibat jasa yang menyenangkan, indah, disukai yang telah dilakukan selama waktu yang lama. Selama tujuh tahun Aku mengembangkan pikiran cinta-kasih. Sebagai akibatnya, selama tujuh kappa penghancuran dan pengembangan Aku tidak kembali ke dunia ini. Ketika dunia sedang hancur Aku mengembara di [alam] cahaya gemerlap. Ketika dunia sedang mengembang, Aku terlahir kembali di dalam sebuah istana Brahmā yang kosong.2 Di sana Aku adalah Brahmā,3 Brahmā yang Agung, penakluk, yang tidak tertaklukkan, maha melihat, maha kuasa. Aku menjadi Sakka, penguasa para deva, sebanyak tiga puluh enam kali. Ratusan kali Aku menjadi raja pemutar-roda, seorang raja yang baik yang memerintah sesuai Dhamma, seorang penakluk yang kekuasaannya merentang hingga empat penjuru, seorang yang telah mencapai stabilitas dalam negerinya, yang memiliki tujuh pusaka. Aku memiliki ketujuh pusaka ini, yaitu: pusaka-roda, pusaka-gajah, pusaka-kuda, pusaka-permata, pusaka-perempuan, pusaka-bendahara, dan pusaka-penasihat sebagai yang ke tujuh. Aku memiliki lebih dari seribu putra yang merupakan pahlawan-pahlawan, perkasa, mampu menggilas bala tentara musuh-musuh mereka. Aku menguasai setelah menaklukkan bumi ini hingga sejauh batas samudra, bukan dengan kekuatan dan senjata melainkan dengan Dhamma.4
“Jika seseorang mencari kebahagiaan, mengharapkan akibat jasa, [akibat dari] perbuatan-perbuatan bermanfaat. Selama tujuh tahun, Aku mengembangkan pikiran cinta-kasih,
[90]
O para bhikkhu, dan selama tujuh kappa penghancuran dan pengembangan, Aku tidak kembali lagi ke dunia ini.
“Ketika dunia sedang hancur, Aku mengembara di [alam] cahaya gemerlap. Ketika dunia sedang mengembang, Aku mengembara di sebuah [istana] Brahmā yang kosong.
“Tujuh kali Aku menjadi Brahmā yang Agung, Sang Maha Kuasa; tiga puluh enam kali Aku menjadi penguasa para deva, berkuasa atas para deva.
“Aku adalah raja pemutar-roda, Raja Jambudīpa,5 Khattiya yang sah, penguasa di antara manusia.
“Tanpa kekuatan, tanpa senjata, Aku menaklukkan bumi ini. Aku memerintah dengan kebaikan, tanpa kekerasan, dengan Dhamma,6 menjalankan pemerintahan dengan Dhamma atas bidang bumi ini.
“Aku terlahir dalam keluarga kaya, dengan harta dan kekayaan berlimpah, [keluarga] yang memiliki semua kenikmatan indria, dan memiliki tujuh pusaka. Ini telah diajarkan dengan baik oleh para Buddha, penyelamat dunia: ini adalah penyebab kemuliaan yang karenanya seseorang disebut seorang raja di bumi.7
“Aku adalah8 seorang raja yang cemerlang dengan kemegahan, seorang dengan kekayaan dan komoditi berlimpah. Aku adalah seorang raja di Jambudīpa, berkuasa dan agung. Siapakah, yang walaupun berkelahiran rendah, tidak menjadi percaya setelah mendengar ini?
[91]
“Oleh karena itu seseorang yang menginginkan kebaikan, bercita-cita untuk mencapai kemuliaan, harus bersungguh-sungguh menghormati Dhamma sejati, mengingat ajaran para Buddha.”9
Ee tidak menghitung ini sebagai sutta terpisah, walaupun mengapit keseluruhan sutta dalam tanda kurung. Syair uddāna dalam Ee tidak mencantumkan kata yang membantu ingatan untuk sutta ini, yang dapat menjelaskan kesalahan ini. Ce menggunakan mā puñña sebagai kata yang membantu ingatan; Be menuliskan mettā dan memberi judul “Metta-sutta.” ↩︎
Tentang pengembangan sistem dunia baru setelah periode penghancuran, baca DN 1.2.2-4, I 17,24-18,4. ↩︎
Ce menuliskan dalam tanda kurung sattakkhattuṃ, “tujuh kali,” yang tidak terdapat pada Be atau Ee. Penambahan ini mungkin dimaksudkan untuk menyesuaikan prosa dengan syairnya. ↩︎
Ini adalah penggambaran umum atas raja pemutar-roda. Tentang tujuh pusaka, baca MN 129.34-41, III 172-76. ↩︎
Ee menuliskan Jambusaṇḍassa, Ce Jambudīpassa (mungkin proses menormalkan), Be Jambumaṇḍassa. Jambusaṇḍassa terdapat pada Sn 552 = Th 822. Saya menggunakan nama Jambudīpa yang lebih akrab, “Pulau Jambu,” sub-benua India yang besar. ↩︎
Bersama Ce dan Ee saya membaca asāhasena dhammena, bukan seperti Be asāhasena kammena. ↩︎
Ce pathavyo [Ee pathabyo] yena vuccati. Be kurang meyakinkan: pathabyo me na vipajjati. ↩︎
Bersama Ce dan Ee saya membaca homi di sini dan di baris pertama syair berikutnya. Be menuliskan hoti di kedua tempat. ↩︎
Syair ini juga terdapat pada 4:21. ↩︎