easter-japanese

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Bārāṇasī di taman rusa di Isipatana. Pada saat itu, setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu senior berkumpul dan sedang duduk bersama di paviliun ketika pembicaraan ini terjadi: “Dikatakan, teman-teman, oleh Sang Bhagavā dalam Pārāyana, dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Metteyya’:1

“Setelah memahami kedua ujung, seorang bijaksana tidak melekat di tengah.2 Aku menyebutnya seorang besar: ia di sini telah melampaui perempuan penjahit.

“Apakah, teman-teman, ujung pertama? Apakah ujung ke dua? Apakah di tengah? Dan apakah perempuan penjahit?”

(1) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada para bhikkhu senior: “Kontak, teman-teman, adalah satu ujung; munculnya kontak adalah ujung [400] ke dua; lenyapnya kontak adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit. Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu.3 Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung; sepenuhnya memahami apa yang harus dipahami; dan dengan melakukan demikian, dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”4

(2) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu lainnya berkata kepada para bhikkhu senior: “Masa lalu, teman-teman, adalah satu ujung; masa depan adalah ujung ke dua; masa sekarang adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit. Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung … dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”

(3) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu lainnya berkata kepada para bhikkhu senior: “Perasaan menyenangkan, teman-teman, adalah satu ujung; perasaan menyakitkan adalah ujung ke dua; perasaan bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit. Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung … dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”

(4) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu lainnya berkata kepada para bhikkhu senior: “Nama, teman-teman, adalah satu ujung; bentuk adalah ujung ke dua; kesadaran adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit.5 Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung … dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”

(5) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu lainnya berkata kepada para bhikkhu senior: “Enam landasan indria internal, teman-teman, adalah satu ujung; enam landasan indria eksternal adalah ujung ke dua; kesadaran adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit.6 Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu [401] secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung … dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”

(6) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu lainnya berkata kepada para bhikkhu senior: “Eksistensi diri, teman-teman, adalah satu ujung; asal mula eksistensi diri adalah ujung ke dua; lenyapnya eksistensi diri adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit.7 Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung; sepenuhnya memahami apa yang harus dipahami; dan dengan melakukan demikian, dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”

Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada para bhikkhu senior: “Teman-teman, kita masing-masing telah menjelaskan menurut inspirasi kita. Ayo, marilah kita menemui Sang Bhagavā dan melaporkan persoalan ini kepada Beliau. Sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā kepada kita, demikianlah kita harus mengingatnya.”

“Baik, teman,” para bhikkhu senior itu menjawab. Kemudian para bhikkhu senior mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan keseluruhan pembicaraan yang telah terjadi, [dan bertanya:] “Bhante, yang manakah di antara kami yang telah mengatakan dengan baik?”

[Sang Bhagavā berkata:] “Dalam suatu cara, para bhikkhu, kalian semua telah mengatakan dengan baik, tetapi dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku beritahukan kepada kalian tentang apa yang Kumaksudkan dalam Pārāyana, dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Metteyya’:

“‘Setelah memahami kedua ujung, seorang bijaksana tidak melekat di tengah. Aku menyebutnya seorang besar: Ia di sini telah melampaui perempuan penjahit.’”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Kontak, para bhikkhu, adalah satu [402] ujung; munculnya kontak adalah ujung ke dua; lenyapnya kontak adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit. Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi penjelmaan ini atau itu. Dengan cara inilah seorang bhikkhu secara langsung mengetahui apa yang harus diketahui secara langsung; sepenuhnya memahami apa yang harus dipahami; dan dengan melakukan demikian, dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan.”8


Catatan Kaki
  1. Sn 1042. Nama dari murid brahmana ini adalah Tissa Metteyya. Tentang Pārāyana, baca Jilid 1 p.522, catatan 367. ↩︎

  2. Majjhe mantā na lippati. Mp mengemas mantā sebagai paññā, menganggapnya sebagai bentuk kata benda berjenis perempuan. Dalam hal ini Mp mengikuti Nidd II 10,12, yang mengemas mantā seolah-olah kata bantu berjenis perempuan yang terpotong: majjhe mantāya na lippati. Akan tetapi, saya pikir, mantā adalah bentuk kata benda pelaku mantar, “seorang pemikir, seorang bijaksana.” Tentang bentuk ini, baca Norman 2006b: 190-91. ↩︎

  3. Mp menjelaskan: “Kontak (phassa) pada ujung pertama adalah penjelmaan individu seseorang (attabhāva), yang dihasilkan melalui kontak. Asal-mula kontak (phassasamudaya), ujung ke dua, adalah penjelmaan masa depan, yang dihasilkan dengan kontak kamma yang dilakukan dalam penjelmaan sekarang sebagai kondisinya. Lenyapnya kontak (phassanirodha) adalah nibbāna. Nibbāna dikatakan sebagai di tengah karena memotong ketagihan, si perempuan penjahit, menjadi dua.” Pendapat saya, akan lebih masuk akal untuk melihat phassanirodha di sini, bukan sebagai nibbāna, melainkan sebagai lenyapnya kontak di ujung penjelmaan pertama. Kemudian ketagihan menjadi perempuan penjahit karena menghubungkan kontak dari penjelmaan sebelumnya dengan munculnya kontak awal pada permulaan penjelmaan baru. ↩︎

  4. Mp: “Apa yang harus diketahui secara langsung (abhiññeyyaṃ) adalah empat kebenaran mulia; apa yang harus dipahami sepenuhnya (pariññeyyaṃ) adalah pasangan kebenaran-kebenaran duniawi (penderitaan dan asal-mulanya). Dalam kehidupan ini, ia mengakhiri penderitaan lingkaran; ia menghentikannya dan melenyapkannya.” ↩︎

  5. Mp: “Kesadaran – baik kesadaran kelahiran kembali maupun jenis lainnya – dikatakan sebagai di tengah karena muncul sebagai kondisi bagi nama dan bentuk.” ↩︎

  6. Mp: “Kesadaran kamma adalah di tengah; atau di sini, karena kamma dimasukkan oleh landasan pikiran di antara landasan-landasan internal, segala jenis kesadaran adalah di tengah; atau kesadaran javana adalah bergantung pada landasan internal – karena [bergantung pada] pengalihan di pintu-pikiran – karenanya maka dikatakan sebagai di tengah.” ↩︎

  7. Mp: “Eksistensi diri (sakkāya) adalah lingkaran penjelmaan dengan tiga alamnya. Asal-mula eksistensi diri adalah kebenaran asal-mula; lenyapnya eksistensi diri adalah kebenaran lenyapnya.” Sekali lagi, saya menginterpretasikan hal ini seperti yang saya lakukan pada penyajian pertama: eksistensi diri adalah penjelmaan sekarang; asal-mula eksistensi diri adalah munculnya penjelmaan berikutnya; lenyapnya eksistensi diri adalah lenyapnya penjelmaan sekarang. Dan ketagihan, karena menghasilkan kelahiran kembali, menjahit penjelmaan masa depan pada penjelmaan sekarang. ↩︎

  8. Dalam paralel China atas sutta ini, SĀ 1164 (T II 310b20-311a2), para bhikkhu mengusulkan hanya lima interpretasi atas syair ini: (1) enam landasan internal, enam landasan eksternal, dan perasaan; (2) masa lalu, masa depan, dan masa sekarang; (3) kenikmatan, kesakitan, dan bukan kesakitan juga bukan kenikmatan; (4) penjelmaan, asal-mulanya, dan perasaan; (5) identitas dan asal-mulanya (kata pertengahan tidak ada). Ketika mereka bertanya kepada Sang Buddha, Beliau menjelaskan syair ini dalam hal kontak, asal-mulanya, dan perasaan. Syair dalam China tidak memiliki kata yang bersesuaian dengan mantā dalam Pāli. ↩︎