easter-japanese

Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu [293] menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, seorang bhikkhu melewatkan waktunya1 sedemikian sehingga ia tidak mendapatkan kematian yang baik.2 Dan bagaimanakah seorang bhikkhu melewatkan waktunya sedemikian sehingga ia tidak mendapatkan kematian yang baik?

“Di sini, (1) seorang bhikkhu bersenang-senang dalam pekerjaan, bergembira dalam pekerjaan, menikmati kesenangan dalam pekerjaan;3 (2) ia bersenang-senang dalam berbicara, bergembira dalam berbicara, menikmati kesenangan dalam berbicara; (3) ia bersenang-senang dalam tidur, bergembira dalam tidur, menikmati kesenangan dalam tidur; (4) ia bersenang-senang dalam kumpulan, bergembira dalam kumpulan, menikmati kesenangan dalam kumpulan; (5) ia bersenang-senang dalam ikatan, bergembira dalam ikatan, menikmati kesenangan dalam ikatan; (6) ia bersenang-senang dalam proliferasi, bergembira dalam proliferasi, menikmati kesenangan dalam proliferasi.4 Ketika seorang bhikkhu melewatkan waktunya sedemikian maka ia tidak mendapatkan kematian yang baik. Ini disebut seorang bhikkhu yang bersenang-senang dalam eksistensi diri,5 yang belum meninggalkan eksistensi diri untuk sepenuhnya mengakhiri penderitaan.

“Teman-teman, seorang bhikkhu melewatkan waktunya sedemikian sehingga ia mendapatkan kematian yang baik. Dan bagaimanakah seorang bhikkhu melewatkan waktunya sedemikian sehingga ia mendapatkan kematian yang baik?

“Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak bersenang-senang dalam pekerjaan, tidak bergembira dalam pekerjaan, tidak menikmati kesenangan dalam pekerjaan; (2) ia tidak bersenang-senang dalam berbicara, tidak bergembira dalam berbicara, tidak menikmati kesenangan dalam berbicara; (3) ia tidak bersenang-senang dalam tidur, tidak bergembira dalam tidur, tidak menikmati kesenangan dalam tidur; (4) ia tidak bersenang-senang dalam kumpulan, tidak bergembira dalam kumpulan, tidak menikmati kesenangan dalam kumpulan; (5) ia tidak bersenang-senang dalam ikatan, tidak bergembira dalam ikatan, tidak menikmati kesenangan dalam ikatan; (6) ia tidak bersenang-senang dalam proliferasi, tidak bergembira dalam proliferasi, tidak menikmati kesenangan dalam proliferasi. Ketika seorang bhikkhu [294] melewatkan waktunya sedemikian maka ia mendapatkan kematian yang baik. Ini disebut seorang bhikkhu yang bersenang-senang dalam nibbāna, yang telah meninggalkan eksistensi diri untuk sepenuhnya mengakhiri penderitaan.”

Makhluk-makhluk6 yang menikmati proliferasi, yang bersenang-senang pada proliferasi, telah gagal mencapai nibbāna, keamanan tertinggi dari keterikatan.

Tetapi seseorang yang telah meninggalkan proliferasi, yang bersenang-senang dalam tanpa-proliferasi, telah mencapai nibbāna, keamanan tertinggi dari keterikatan.


Catatan Kaki
  1. Vihāraṃ kappeti. Lit., “mengatur kediamannya.” Kappeti, sebagai menyiratkan suatu cara untuk melewatkan waktu, muncul dalam ungkapan-ungkapan seperti jīvitaṃ kappeti, “mencari penghidupan,” vāsaṃ kappeti, “membuat tempat kediaman, berdiam,” nisajjaṃ kappeti, “mengambil tempat duduk, duduk,” dan sebagainya. ↩︎

  2. Na bhaddakaṃ maranaṃ hoti, no bhaddikā kālakiriyā. Pāli sering kali memasangkan dua kata untuk kematian, maraṇa dan kālakiriyā. Karena cara pengungkapan demikian terdengar ganjil dalam Bahasa Inggris, maka saya menggunakan satu kata. Mp mengatakan bahwa apa yang dimaksudkan dengan “bukan kematian yang baik” adalah kelahiran kembali di alam sengsara (apāye paṭisandhiṃ gaṇhāti). ↩︎

  3. Kammārāmo hoti kammarato kammārāmataṃ anuyutto. Dalam konteks ini, kamma berarti pekerjaan konstruksi, yang biasa terdapat di vihara-vihara, seperti membangun gedung baru dan merenovasi fasilitas-fasilitas yang telah ada. ↩︎

  4. Papañcārāmo hoti papañcarato papañcārāmataṃ anuyutto. Mp mengatakan: “Proliferasi adalah proliferasi kekotoran, yang muncul melalui ketagihan, pandangan, dan keangkuhan dan memicu kemabukan” (papañco ti taṇhādiṭṭhimānavasena pavatto madanākārasaṇṭhito kilesapapañco). Untuk penjelasan tentang papañca, baca Jilid 2 pp. 352-353, catatan 264. ↩︎

  5. Sakkāya. Mp: “Lingkaran penjelmaan dengan ketiga alamnya” (tebhūmakavaṭṭaṃ). ↩︎

  6. Mago. Lit., “makhluk buas.” Mp: “Seorang yang menyerupai makhluk buas” (magasadiso). ↩︎