easter-japanese

“Para bhikkhu, ada enam prinsip kerukunan ini.1 Apakah enam ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan cinta kasih melalui jasmani terhadap teman-temannya para bhikkhu baik secara terbuka maupun secara pribadi. Ini adalah satu prinsip kerukunan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan cinta kasih melalui ucapan terhadap teman-temannya para bhikkhu baik secara terbuka maupun secara pribadi. Ini juga adalah satu prinsip kerukunan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan cinta kasih melalui pikiran terhadap teman-temannya para bhikkhu baik secara terbuka maupun secara pribadi. Ini juga adalah satu prinsip kerukunan. [289]

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu berbagi tanpa merasa enggan2 segala perolehan yang baik yang diperoleh dengan baik, termasuk bahkan isi mangkuknya sendiri, dan menggunakan benda-benda itu secara bersama dengan teman-temannya para bhikkhu yang bermoral. Ini juga adalah satu prinsip kerukunan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam baik secara terbuka maupun secara pribadi dengan memiliki perilaku bermoral yang sama dengan teman-temannya para bhikkhu, yang tidak rusak, tidak cacat, tanpa noda, tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak digenggam, mengarah pada konsentrasi. Ini juga adalah satu prinsip kerukunan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu berdiam baik secara terbuka maupun secara pribadi dengan memiliki pandangan yang sama dengan teman-temannya para bhikkhu, pandangan yang mulia dan membebaskan, yang mengarahkan, seseorang yang bertindak berdasarkan atas pandangan itu, menuju kehancuran sepenuhnya penderitaan. Ini juga adalah satu prinsip kerukunan.

“Ini, para bhikkhu adalah keenam prinsip kerukunan itu.”


Catatan Kaki
  1. Dhammā sāraṇīyā. Mp menjelaskan sāraṇīyā seolah-olah bermakna “layak diingat” (saritabbayuttakā), tetapi Edgerton, dalam BHSD (p.593), menganggap saṃrañjana, saṃrañjanīya, “ramah, menyenangkan, sopan, bersahabat,” sebagai padanan Skt yang benar. Lima di antara hal-hal ini terdapat pada 5:105, di mana hal-hal itu disebut “cara-cara berdiam dengan nyaman” (phāsuvihārā). ↩︎

  2. Appaṭivibhattabhogī. Mp menjelaskan bahwa ada dua jenis keengganan (dve paṭivibhattāni), sehubungan dengan benda-benda dan sehubungan dengan orang-orang. Keengganan sehubungan dengan benda-benda berarti bahwa seseorang memutuskan untuk memberikan sejumlah tertentu dan menyimpan sejumlah lainnya untuk dirinya sendiri. Keengganan sehubungan dengan orang-orang berarti bahwa ia memutuskan untuk memberikan kepada seseorang tetapi tidak kepada orang lainnya. Bhikkhu yang digambarkan di sini tidak memiliki salah satu atau kedua keengganan ini. ↩︎