easter-japanese

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, ada lima hal ini yang diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini. Apakah lima ini? Umur panjang, perumah tangga, adalah diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini. Kecantikan … Kebahagiaan … Kemasyhuran … Alam surga adalah diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini. Ini adalah kelima hal yang diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini.1

“Kelima hal ini, perumah tangga, yang diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini, Aku katakan, tidak dapat diperoleh melalui doa-doa atau aspirasi-aspirasi. Jika kelima hal ini yang diharapkan, diinginkan, disukai, dan jarang diperoleh di dunia ini dapat diperoleh melalui doa-doa [48] atau aspirasi-aspirasi, siapakah yang akan kekurangan sesuatu?

(1) “Perumah tangga, siswa mulia yang menginginkan umur panjang seharusnya tidak berdoa demi umur panjang atau bersenang-senang di dalamnya atau [secara pasif] merindukannya.2 Seorang siswa mulia yang menginginkan umur panjang harus mempraktikkan jalan yang mengarah pada umur panjang.3 Karena ketika ia mempraktikkan jalan yang mengarah pada umur panjang, maka hal itu akan mengarah pada diperolehnya umur panjang, dan ia memperoleh umur panjang apakah surgawi atau pun manusiawi.

(2) “Perumah tangga, siswa mulia yang menginginkan kecantikan … (3) … yang menginginkan kebahagiaan … (4) … yang menginginkan kemasyhuran seharusnya tidak berdoa demi kemasyhuran atau bersenang-senang di dalamnya atau [secara pasif] merindukannya. Seorang siswa mulia yang menginginkan kemasyhuran harus mempraktikkan jalan yang mengarah pada kemasyhuran. Karena ketika ia mempraktikkan jalan yang mengarah pada kemasyhuran, maka hal itu akan mengarah pada diperolehnya kemasyhuran, dan ia memperoleh kemasyhuran apakah surgawi atau pun manusiawi.

(5) “Perumah tangga, siswa mulia yang menginginkan surga seharusnya tidak berdoa demi surga atau bersenang-senang di dalamnya atau [secara pasif] merindukannya. Seorang siswa mulia yang menginginkan surga harus mempraktikkan jalan yang mengarah menuju surga. Karena ketika ia mempraktikkan jalan yang mengarah menuju surga, maka hal itu akan mengarah pada diperolehnya surga, dan ia memperoleh surga.”4

Bagi seseorang yang menginginkan umur panjang, kecantikan, kemasyhuran,5 pengakuan, surga, keluarga-keluarga mulia, dan kesenangan luhur secara berturut-turut, para bijaksana memuji kewaspadaan dalam melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. [49]

Dengan menjadi waspada, orang-orang bijaksana aman dalam kedua jenis kebaikan: kebaikan dalam kehidupan ini, dan kebaikan dalam kehidupan mendatang.

Dengan memperoleh kebaikan,6 yang teguh disebut seorang yang memiliki kebijaksanaan.


Catatan Kaki
  1. Bandingkan dengan pembukaan pada 4:61. ↩︎

  2. Pada tiap-tiap paragraf, saya bersama Ce membaca vā pihetuṃ, bukan seperti Be vāpi hetu, Ee vā pi hetuṃ. Kata kerja piheti (bentuk infinitif dari pihetuṃ) berarti “merindukan.” Gagasan secara pasif merindukan tampaknya disiratkan oleh perlawanan dengan mempraktikkan jalan sebagai cara untuk memenuhi keinginan seseorang. ↩︎

  3. Ayusaṃvattanikā paṭipadā. Mp: “Praktik berjasa seperti memberi, perilaku bermoral, dan sebagainya.” Untuk analisis dari hubungan spesifik antara perbuatan sekarang dan akibatnya, baca MN 135. ↩︎

  4. Teks saling mempertukarkan antara bentuk tunggal dan jamak dari kata saga↩︎

  5. Syair ini juga terdapat pada SN 3:17, I 87; SN 3:18, I 89. ↩︎

  6. Atthābhisamayā. Saya mendasarkan terjemahan ini pada kemasan dalam Mp: Atthassa abhisamāgamena, atthappaṭilābhenā ti vuttaṃ hoti. ↩︎