easter-japanese

“Para bhikkhu, ada lima landasan kebebasan1 ini yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai. Apakah lima ini?

(1) “Di sini, para bhikkhu, Sang Guru atau seorang bhikkhu dalam posisi seorang guru mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu. Dalam cara bagaimana pun Sang Guru atau bhikkhu yang dalam posisi seorang guru itu mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu, dengan cara itu pula ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma.2 Ketika ia mengalami itu, kegembiraan muncul padanya. Ketika ia bergembira, sukacita muncul. Pada seorang dengan pikiran bersukacita, maka jasmaninya menjadi tenang. Seseorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi.3 Ini adalah landasan kebebasan pertama, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.

(2) “Kemudian, bukan sang guru juga bukan seorang bhikkhu dalam posisi seorang guru mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu, melainkan ia sendiri mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. Dalam cara bagaimana pun juga bhikkhu itu [22] mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan pelajari, dengan cara itu pula, sehubungan dengan Dhamma itu, ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma. Ketika ia mengalami itu, kegembiraan muncul padanya. Ketika ia bergembira, sukacita muncul. Pada seorang dengan pikiran bersukacita, maka jasmaninya menjadi tenang. Seseorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini adalah landasan kebebasan ke dua, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.

(3) “Kemudian, bukan sang guru juga bukan seorang bhikkhu dalam posisi seorang guru mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu, juga ia sendiri tidak mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, melainkan ia melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. Dalam cara bagaimana pun juga bhikkhu itu melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, dengan cara itu pula, sehubungan dengan Dhamma itu, ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma. Ketika ia mengalami itu, kegembiraan muncul padanya. Ketika ia bergembira, sukacita muncul. Pada seorang dengan pikiran bersukacita, maka jasmaninya menjadi tenang. Seseorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini adalah landasan kebebasan ke tiga, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.

(4) “Kemudian, bukan sang guru juga bukan seorang bhikkhu dalam posisi seorang guru mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu, juga ia sendiri tidak mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, juga ia tidak melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, melainkan ia mempertimbangkan, [23] memeriksa, dan dalam pikiran menyelidiki Dhamma seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. Dalam cara bagaimana pun juga bhikkhu itu mempertimbangkan, memeriksa, dan dalam pikiran menyelidiki Dhamma seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, dengan cara itu pula, sehubungan dengan Dhamma itu, ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma. Ketika ia mengalami itu, kegembiraan muncul padanya. Ketika ia bergembira, sukacita muncul. Pada seorang dengan pikiran bersukacita, maka jasmaninya menjadi tenang. Seseorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini adalah landasan kebebasan ke empat, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.

(5) “Kemudian, bukan sang guru juga bukan seorang bhikkhu dalam posisi seorang guru mengajarkan Dhamma kepada seorang bhikkhu, juga ia sendiri tidak mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, juga ia tidak melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, juga ia tidak mempertimbangkan, memeriksa, dan dalam pikiran menyelidiki Dhamma seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari, melainkan ia menggenggam dengan baik suatu objek konsentrasi tertentu, memperhatikannya dengan baik, mempertahankannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan. Dalam cara bagaimana pun juga bhikkhu itu menggenggam dengan baik suatu objek konsentrasi tertentu, memperhatikannya dengan baik, mempertahankannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan, dengan cara itu pula, sehubungan dengan Dhamma itu, ia mengalami inspirasi dalam makna dan inspirasi dalam Dhamma. Ketika ia mengalami itu, kegembiraan muncul padanya. Ketika ia bergembira, sukacita muncul. Pada seorang dengan pikiran bersukacita, maka jasmaninya menjadi tenang. Seseorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini adalah landasan kebebasan ke lima, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, [24] maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima landasan kebebasan itu, yang dengannya, jika seorang berdiam dengan waspada, tekun, dan bersungguh-sungguh, maka pikirannya yang belum terbebaskan menjadi terbebaskan, noda-nodanya yang belum dihancurkan menjadi dihancurkan sepenuhnya, dan ia mencapai keamanan tertinggi dari belenggu yang belum dicapai.”


Catatan Kaki
  1. Vimuttāyatanāni. Mp: “Penyebab-penyebab Keterbebasan” (vimuccanakāraṇāni). ↩︎

  2. So tasmiṃ dhamme atthapaṭisaṃvedī ca hoti dhammapaṭisaṃvedī ca. Mp menjelaskan atthapaṭisaṃvedi sebagai “seorang yang mengetahui makna dari teks” (pāḷi-atthaṃ jānantassa) dan dhammapaṭisaṃvedī sebagai “seorang yang mengetahui teks” (pāḷiṃ jānantassa), tetapi penjelasan ini tentu saja terlalu sempit dan tidak sesuai zaman. Pada 6:10, kita membaca labhati atthavedaṃ labhati dhammavedaṃ, yang saya terjemahkan “[ia] memperoleh inspirasi dalam makna, inspirasi dalam Dhamma.” Akar kata paṭisaṃvedī adalah vedī, yang jelas berhubungan dengan atthapaṭisaṃvedī dan dhammapaṭisaṃvedī berhubungan dengan atthavedā dan dhammaveda. Akar vid berhubungan dengan vijjā, pengetahuan, dan juga dengan vedanā, perasaan. Dengan demikian saya menyarankan veda seharusnya dipahami sebagai pengetahuan yang menginspirasi, atau “inspirasi,” yang memunculkan pāmojja dan pīti, kegembiraan dan sukacita. Adalah mungkin bahwa atthapaṭisaṃvedī dan dhammapaṭisaṃvedī adalah berhubungan dengan atthapaṭisambhidā dan dhammapaṭisambhidā, walaupun dalam Pāli kata terakhir berhubungan dengan kata kerja bhindati, “memecah, membagi.” Baca juga Jilid 1 p.528, catatan 403. ↩︎

  3. Mp menjelaskan hal ini bermakna “ia terkonsentrasi melalui konsentrasi buah Kearahattaan” (arahattaphalasamādhinā samādhiyati). Tampaknya tidak mungkin bagi saya bahwa ini merupakan maksud yang sebenarnya, karena konteks menyiratkan bahwa ini adalah konsentrasi yang berfungsi sebagai landasan bagi pandangan terang, dan setelah itu bagi pencapaian sang jalan dan buah, bukan konsentrasi yang muncul sesudah realisasi. ↩︎