easter-japanese

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang mengikuti arus; orang yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran; dan orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan yang tinggi.1

(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.

(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang melawan arus.

(3) “Dan apakah orang yang kokoh dalam pikiran? Di sini, dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah, seseorang terlahir spontan, pasti mencapai nibbāna di sana tanpa pernah kembali dari alam itu. Ini disebut orang yang kokoh dalam pikiran.

(4) “Dan apakah orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas tanah yang tinggi? [6] Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seseorang telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ini disebut orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan yang tinggi.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat jenis orang yang terdapat di dunia.”

Orang-orang itu yang tidak terkendali dalam kenikmatan indria, tidak bebas dari nafsu, menikmati kenikmatan indria di sini, berulang-ulang kembali pada2 kelahiran dan penuaan, “orang-orang yang mengikuti arus” tenggelam dalam ketagihan

Oleh karena itu seorang bijaksana dengan perhatian ditegakkan, dengan tidak mendekati kenikmatan indria dan perbuatan buruk, harus meninggalkan kenikmatan indria walaupun menyakitkan: mereka menyebut orang ini “orang yang melawan arus.”

Orang yang telah meninggalkan lima kekotoran, seorang yang masih berlatih yang telah terpenuhi,3 tidak mungkin mundur, telah mencapai penguasaan pikiran, indria-indrianya tenang: orang ini disebut “orang yang kokoh dalam pikiran.”

Orang yang telah memahami hal-hal yang tinggi maupun rendah, membakarnya, sehingga lenyap dan tidak ada lagi: orang bijaksana yang telah menjalani kehidupan spiritual, telah mencapai akhir dunia, disebut “orang yang menyeberang.”


Catatan Kaki
  1. Dalam Pāli: anusotagāmī puggalo, paṭisotagāmī puggalo, ṭhitatto puggalo, tiṇṇo pāraṅgato thale tiṭṭhati brāhmaṇo↩︎

  2. Bersama dengan Be dan Ee membaca upagāmino, bukan seperti Ce upagāhino. ↩︎

  3. Paripuṇnasekho. Mp: “Seorang yang teguh dalam memenuhi latihan” (sikkhāpāripūriyā ṭhito). Seorang yang masih berlatih (sekha) adalah seorang yang telah memasuki jalan yang tidak bisa berbalik menuju kebebasan tetapi masih belum mencapai Kearahattaan. Arahant adalah asekha, “seorang yang melampaui latihan.” ↩︎