easter-japanese

“Para bhikkhu, para pengembara sekte lain mungkin bertanya kepada kalian: ‘Teman-teman, ada tiga hal ini. Apakah tiga ini? Keserakahan, kebencian, dan delusi. Ini adalah tiga hal itu. Apakah, teman-teman, perbedaan, disparitas, kesenjangan di antaranya?’ Jika kalian ditanya seperti ini, bagaimanakah kalian menjawab?”

“Bhante, ajaran kami berakar di dalam Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, berlindung di dalam Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna pernyataan ini. Setelah mendengarnya dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, jika para pengembara sekte lain menanyai kalian pertanyaan demikian, [200] maka kalian harus menjawab sebagai berikut: ‘Nafsu, teman-teman, adalah kurang tercela tetapi lambat lenyap; kebencian adalah sangat tercela tetapi cepat lenyap; delusi adalah sangat tercela dan lambat lenyap.’1

(1) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka nafsu yang belum muncul menjadi muncul dan nafsu yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat?’ Kalian harus menjawab: ‘Suatu objek yang menarik. Karena seseorang yang mengamati dengan seksama pada suatu objek yang menarik, maka nafsu yang belum muncul menjadi muncul dan nafsu yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa nafsu yang belum muncul menjadi muncul dan nafsu yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat’

(2) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka kebencian yang belum muncul menjadi muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat?’ Kalian harus menjawab: ‘Suatu objek yang menjijikkan. Karena seseorang yang mengamati dengan tidak seksama pada suatu objek yang menjijikkan, maka kebencian yang belum muncul menjadi muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa kebencian yang belum muncul menjadi muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.’

(3) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka delusi yang belum muncul menjadi muncul dan delusi yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat?’ Kalian harus menjawab: ‘Pengamatan tidak seksama. Karena seseorang yang mengamati dengan tidak seksama, maka delusi yang belum muncul menjadi muncul dan delusi yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa delusi yang belum muncul menjadi muncul dan delusi yang telah muncul menjadi bertambah dan meningkat.’

(1) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka nafsu yang belum muncul menjadi tidak muncul dan nafsu yang telah muncul menjadi ditinggalkan?’ Kalian harus menjawab: ‘Suatu objek yang tidak menarik. Karena seseorang yang mengamati dengan seksama pada suatu objek yang tidak menarik, maka nafsu yang belum muncul menjadi tidak muncul [201] dan nafsu yang telah muncul menjadi ditinggalkan. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa nafsu yang belum muncul menjadi tidak muncul dan nafsu yang telah muncul menjadi ditinggalkan.’

(2) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka kebencian yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi ditinggalkan?’ Kalian harus menjawab: ‘Kebebasan pikiran melalui cinta kasih. Karena seseorang yang mengamati dengan seksama pada kebebasan pikiran melalui cinta kasih, maka kebencian yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi ditinggalkan. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa kebencian yang belum muncul menjadi tidak muncul dan kebencian yang telah muncul menjadi ditinggalkan.’

(3) “[Misalkan mereka bertanya:] ‘Tetapi, teman-teman, apakah alasan maka delusi yang belum muncul menjadi tidak muncul dan delusi yang telah muncul menjadi ditinggalkan?’ Kalian harus menjawab: ‘Pengamatan seksama. Karena seseorang yang mengamati dengan seksama, maka delusi yang belum muncul menjadi tidak muncul dan delusi yang telah muncul menjadi ditinggalkan. Ini, teman-teman, adalah alasan mengapa delusi yang belum muncul menjadi tidak muncul dan delusi yang telah muncul menjadi ditinggalkan.’”


Catatan Kaki
  1. Mp mengilustrasikan bagaimana nafsu adalah “kurang tercela” dengan contoh perkawinan, yang, walaupun berakar pada keinginan seksual, namun diterima secara sosial dan dengan demikian kurang tercela sehubungan dengan konsekuensi kammanya. Tetapi karena nafsu berhubungan dengan kenikmatan, maka sulit dilenyapkan. Kebencian dan delusi keduanya dianggap tercela dalam masyarakat dan memiliki konsekuensi kamma yang serius. Akan tetapi, kebencian berhubungan dengan ketidak-senangan, dan karena makhluk-makhluk secara alami menyukai kebahagiaan maka mereka ingin terbebas dari ketidak-senangan. Gagasan-gagasan delusi, jika berakar secara mendalam dalam ketagihan, pandangan salah, atau keangkuhan, juga akan sulit dilenyapkan seperti halnya nafsu. ↩︎