easter-japanese

1

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di antara penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu ketika Beliau tiba di sebuah pemukiman para penduduk Kālāma bernama Kesaputta. Pada saat itu, para penduduk Kālāma di Kesaputta telah mendengar: “Dikatakan bahwa Petapa Gotama, putra Sakya yang meninggalkan keduniawian dari sebuah keluarga Sakya, telah tiba di Kesaputta. Sekarang berita baik sehubungan dengan Guru Gotama telah beredar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna … [seperti pada 3:63] … [dan] mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna.’ Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”

Kemudian para penduduk Kālāma di Kesaputta mendatangi Sang Bhagavā. Beberapa orang bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi … [seperti pada 3:63] … beberapa hanya berdiam diri dan duduk di satu sisi. Sambil duduk di satu sisi, para penduduk Kālāma itu berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, ada beberapa petapa dan brahmana yang datang ke Kesaputta. Mereka menjelaskan dan membabarkan doktrin-doktrin mereka sendiri, tetapi meremehkan, menjelek-jelekkan, mencemooh, dan mencela doktrin yang lain. Tetapi kemudian beberapa petapa dan brahmana lainnya datang ke Kesaputta, [189] dan mereka juga menjelaskan dan membabarkan doktrin-doktrin mereka sendiri, tetapi meremehkan, menjelek-jelekkan, mencemooh, dan mencela doktrin yang lain. Kami menjadi bingung dan ragu-ragu, Bhante sehubungan dengan petapa mana yang mengatakan yang sebenarnya dan yang mana yang berbohong.”

“Adalah selayaknya bagi kalian untuk menjadi bingung, O penduduk Kālāma, adalah selayaknya bagi kalian untuk menjadi ragu-ragu. Keragu-raguan telah muncul dalam diri kalian sehubungan dengan suatu persoalan yang membingungkan.2 Marilah, O penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran, pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan, pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.’3 Tetapi ketika, penduduk Kālāma, kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: ‘Hal-hal ini adalah tidak bermanfaat; hal-hal ini adalah tercela; hal-hal ini dicela oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika diterima dan dijalankan, akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan,’ maka kalian harus meninggalkannya.

(1) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika keserakahan muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”4

“Demi bahaya baginya, Bhante.”

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang penuh keserakahan, dikendalikan oleh keserakahan, pikirannya dikuasai oleh keserakahan, akan melakukan pembunuhan, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan pelanggaran dengan istri orang lain, dan mengucapkan kebohongan; dan ia menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan bahaya dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

(2) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika kebencian muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”

“Demi bahaya baginya, Bhante.”

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang penuh kebencian, dikendalikan oleh kebencian, pikirannya dikuasai oleh kebencian, akan melakukan pembunuhan … dan ia menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan bahaya dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

(3) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika delusi muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”

“Demi bahaya baginya, Bhante.” [190]

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang penuh delusi, dikendalikan oleh delusi, pikirannya dikuasai oleh delusi, akan melakukan pembunuhan … dan ia menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan bahaya dan penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Apakah hal-hal ini adalah bermanfaat atau tidak bermanfaat?” – “Tidak bermanfaat, Bhante.” - “Tercela atau tidak tercela?” – “Tercela, Bhante.” – “Dicela atau dipuji oleh para bijaksana?” – “Dicela oleh para bijaksana, Bhante.” – “Jika diterima dan dijalankan, apakah hal-hal ini mengarah menuju bahaya dan penderitaan atau tidak, atau bagaimanakah kalian menganggapnya?” – “Jika diterima dan dijalankan, maka hal-hal ini akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan. Demikianlah kami menganggapnya.”

“Demikianlah, para penduduk Kālāma, ketika kami berkata: ‘Marilah, para penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan … Tetapi ketika kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: “Hal-hal ini adalah tidak bermanfaat; hal-hal ini adalah tercela; hal-hal ini dicela oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dijalankan dan dipraktikkan, akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan,” maka kalian harus meninggalkannya,’ adalah karena alasan ini maka hal ini dikatakan.

“Marilah, para penduduk Kālāma. Jangan menuruti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran, pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan, pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.’ Tetapi ketika kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: ‘Hal-hal ini adalah bermanfaat; hal-hal ini adalah tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dijalankan dan dipraktikkan, akan mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan,’ maka kalian harus hidup sesuai dengannya.

(1) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika ketidak-serakahan muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”

“Demi kesejahteraan baginya, Bhante.”

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang tanpa keserakahan, tidak dikendalikan oleh keserakahan, pikirannya tidak dikuasai oleh keserakahan, tidak akan melakukan pembunuhan, tidak mengambil apa yang tidak diberikan, tidak melakukan pelanggaran dengan istri orang lain, dan tidak mengucapkan kebohongan; dan ia juga tidak akan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. [191] Apakah itu akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

(2) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika ketidak-bencian muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”

“Demi kesejahteraan baginya, Bhante.”

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang tanpa kebencian, tidak dikendalikan oleh kebencian, pikirannya tidak dikuasai oleh kebencian, tidak akan melakukan pembunuhan … dan ia juga tidak akan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

(3) “Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Ketika ketidak-delusian muncul dalam diri seseorang, apakah hal itu demi kesejahteraan atau bahaya baginya?”

“Demi kesejahteraan baginya, Bhante.”

“Para penduduk Kālāma, seseorang yang tidak terdelusi, tidak dikendalikan oleh delusi, pikirannya tidak dikuasai oleh delusi, tidak akan melakukan pembunuhan … dan ia juga tidak akan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya untuk waktu yang lama?”

“Benar, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para penduduk Kālāma? Apakah hal-hal ini adalah bermanfaat atau tidak bermanfaat?” – “Bermanfaat, Bhante.” - “Tercela atau tidak tercela?” – “Tidak tercela, Bhante.” – “Dicela atau dipuji oleh para bijaksana?” – “Dipuji oleh para bijaksana, Bhante.” – “Jika diterima dan dijalankan, apakah hal-hal ini mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan atau tidak, atau bagaimanakah kalian menganggapnya?” – “Jika diterima dan dijalankan, maka hal-hal ini akan mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan. Demikianlah kami menganggapnya.”

“Demikianlah, para penduduk Kālāma, ketika kami berkata: ‘Marilah, para penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan … Tetapi ketika kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: “Hal-hal ini adalah bermanfaat; hal-hal ini adalah tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dijalankan dan dipraktikkan, akan mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan,” maka kalian harus [192] hidup sesuai dengannya,’ adalah karena alasan ini maka hal ini dikatakan.

“Kemudian, para penduduk Kālāma, siswa mulia itu, yang hampa dari kerinduan, hampa dari niat buruk, tidak bingung, memahami dengan jernih, penuh perhatian, berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih … dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas-kasihan … dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan altruistik … dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian pula dengan arah ke dua, ke tiga, dan ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, luas, luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk.

“Siswa mulia ini, para penduduk Kālāma, yang pikirannya tanpa permusuhan seperti ini, tanpa niat buruk, tidak kotor, dan murni, telah memenangkan empat jaminan dalam kehidupan ini.

“Jaminan pertama yang ia menangkan adalah sebagai berikut: ‘Jika ada dunia lain, dan jika ada buah dan akibat dari perbuatan baik dan buruk, maka adalah mungkin bahwa dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, aku akan muncul di alam tujuan yang baik, di alam surga.’

“Jaminan ke dua yang ia menangkan adalah sebagai berikut: ‘Jika tidak ada dunia lain, dan jika tidak ada buah dan akibat dari perbuatan baik dan buruk, tetap saja di sini, dalam kehidupan ini, aku hidup dalam kebahagiaan, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk, bebas dari kesulitan.

“Jaminan ke tiga yang ia menangkan adalah sebagai berikut: ‘Seandainya kejahatan menimpa si pelaku kejahatan. Maka, karena aku tidak bermaksud jahat terhadap siapa pun, bagaimana mungkin penderitaan menimpaku, karena aku tidak melakukan perbuatan jahat?’5

“Jaminan ke empat yang ia menangkan adalah sebagai berikut: ‘Seandainya kejahatan tidak menimpa si pelaku kejahatan. Maka di sini aku akan melihat diriku dimurnikan dalam kedua hal.’6

“Siswa mulia ini, para penduduk Kālāma, yang pikirannya tanpa permusuhan seperti ini, tanpa niat buruk , tidak kotor, dan murni, telah memenangkan empat jaminan ini dalam kehidupan ini.”7

“Demikianlah, Sang Bhagavā! Demikianlah, Yang Sempurna! Siswa mulia ini, yang pikirannya tanpa permusuhan seperti ini, tanpa niat buruk , tidak kotor, dan murni, [193] telah memenangkan empat jaminan dalam kehidupan ini.

“Jaminan pertama yang ia menangkan … [seperti di atas, hingga:] … Jaminan ke empat yang ia menangkan adalah sebagai berikut: ‘Seandainya kejahatan tidak menimpa si pelaku kejahatan. Maka di sini aku akan melihat diriku dimurnikan dalam kedua hal.’

“Siswa mulia ini, Bhante, yang pikirannya tanpa permusuhan seperti ini, tanpa niat buruk, tidak kotor, dan murni, telah memenangkan empat jaminan ini dalam kehidupan ini.

“Bagus sekali, Bhante! … Kami berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha. Sudilah Sang Bhagavā menganggap kami sebagai umat-umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidup kami.”


Catatan Kaki
  1. Be Kesamutti. Khotbah ini terkenal dengan nama “Kālāma Sutta.” Paralel China adalah MĀ 16 (pada T I 438b13-439c22). Saya akan memberi catatan di bawah beberapa hal penting yang membedakannya dengan versi Pāli. ↩︎

  2. Dari kalimat terakhir paragraf sebelumnya hingga kalimat ini, MĀ 16 membaca: “Gotama, setelah mendengar ini, kami menjadi ragu-ragu dan tidak yakin: ‘Di antara para petapa atau brahmana ini, yang manakah [yang berkata] jujur dan yang manakah [yang berkata] bohong?’” Sang Bhagavā berkata: “Para Kālāma, jangan ragu-ragu atau tidak yakin. Karena alasan apakah? Karena ketika ada keragu-raguan dan ketidak-yakinan, maka akan muncul kebingungan. Para Kālāma, kalian sendiri tidak memiliki kebijaksanaan murni yang dengannya dapat mengetahui apakah ada kehidupan setelah kematian atau tidak. Kalian sendiri tidak memiliki kebijaksanaan murni tentang perbuatan-perbuatan yang merupakan pelanggaran dan perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan pelanggaran.” ↩︎

  3. Sepuluh kriteria kebenaran yang tidak mencukupi ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok: (1) Yang pertama terdiri dari empat kriteria pertama, semua dalil berdasarkan pada tradisi. Ini termasuk “tradisi lisan” (anussava), yang biasanya merujuk pada tradisi Veda; “silsilah” (paramparā) menyiratkan penyampaian ajaran secara turun-temurun tanpa terputus; “kabar angin” (atau “berita”; itikirā), opini populer atau konsensus umum; dan “kumpulan teks” (piṭakasampadā), sekumpulan teks yang dianggap selalu benar. Pada masa Sang Buddha hal-hal ini lebih disampaikan secara lisan daripada tulisan. (2) Kelompok ke dua, juga terdiri dari empat kriteria, yang merujuk pada empat jenis penalaran; perbedaan-perbedaannya tidak perlu menahan kita di sini, tetapi karena Sang Buddha sendiri sering menggunakan penalaran, maka penalaran di sini pasti semuanya melibatkan penalaran dari alasan yang lebih bersifat dugaan daripada pengamatan empiris. (3) Kelompok ke tiga, terdiri dari dua hal terakhir, merujuk pada dua jenis otoritas personal: yang pertama, “tampak kompeten” (bhabbarūpatā), adalah kharisma personal dari si pembabar (mungkin termasuk kualifikasi eksternalnya); yang ke dua adalah otoritas si pembabar sebagai guru seseorang (Pāli garu identik dengan Skt guru).

    MĀ 16 tidak mencantumkan paragraf ini pada sepuluh sumber pengetahuan yang tidak mencukupi. Melainkan, Sang Buddha segera menjelaskan kepada para Kālāma tentang ketiga akar perbuatan yang tidak bermanfaat dan bagaimana akar-akar itu mengarah pada pelanggaran moral. Dan kemudian Beliau menjelaskan sepuluh kamma bermanfaat, penjelasan yang sangat mirip dengan penjelasan yang terdapat pada, misalnya, 10:176 (tentang tiga pemurnian) dan 10:211 (tentang kelahiran kembali di alam surga). Dalam MĀ 16, Sang Buddha tidak menyuruh para Kālāma untuk menilai untuk mereka sendiri melainkan secara pasti memberitahu mereka apa yang Beliau sendiri telah ketahui dengan pengalaman langsung. Adalah mungkin bahwa MĀ 16 adalah normalisasi dari suatu teks India asli yang bersesuaian dengan versi Pāli, yang dibuat ketika Sang Buddha secara luas dianggap sebagai otoritas yang tidak perlu dipertanyakan. ↩︎

  4. Menurut Sang Buddha, keserakahan, kebencian, dan delusi adalah tiga akar tidak bermanfaat (akusalamūlāni), yang mendasari segala perbuatan tidak bermoral dan segala kondisi pikiran yang kotor; baca 3:69. Karena tujuan dari ajaranNya sendiri, nibbāna, adalah hancurnya keserakahan, kebencian, dan delusi (SN 38:1, IV 251,16-20), maka Sang Buddha secara halus menuntun para penduduk Kālāma untuk membenarkan ajaranNya hanya dengan merefleksikan pengalaman mereka sendiri, tanpa perlu bagiNya untuk memaksakan otoritasNya pada mereka. ↩︎

  5. Ini tentu saja berlawanan dengan penilaian umum, setidaknya atas dasar apa yang terlihat langsung, untuk kasus-kasus “hal-hal buruk yang menimpa orang-orang baik” adalah berjumlah tidak terbatas. ↩︎

  6. Idhāhaṃ ubhayen’eva visuddhaṃ attānaṃ samanupassāmi. Makna pasti dari “dalam kedua hal” tidak sepenuhnya jelas bagi saya. Mp mengemas: “Karena aku tidak melakukan kejahatan dan karena tidak dilakukan [padaku seperti halnya] seorang yang melakukan [kejahatan]” (yañca pāpaṃ na karomi, yañca karotopi na karīyati).” Akan tetapi, tampaknya lebih mungkin bahwa kedua jenis pemurnian ini adalah (1) tidak melakukan perbuatan jahat apa pun, dan (2) mengembangkan pikiran murni melalui praktik empat kondisi tanpa batas (cinta kasih, dan seterusnya). Ini tampaknya menjadi inti dari paralel China (baca catatan berikutnya). ↩︎

  7. Empat jaminan dari MĀ 16 (pada T I 439b8-26) adalah sebagai berikut: (1) “Jika ada dunia ini dan dunia lain, jika ada akibat dari perbuatan baik dan buruk, maka aku memperoleh kamma yang berhubungan dengan pandangan benar; aku menegakkannya dan memilikinya. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, aku pasti akan pergi ke alam yang baik, bahkan kelahiran kembali di alam surga. (2) Jika dunia ini dan dunia lain tidak ada, dan tidak ada akibat dari perbuatan baik dan buruk, tetap saja, bahkan dalam kehidupan ini, aku tidak dapat disalahkan oleh orang lain sehubungan dengan [perbuatanku], melainkan aku akan dipuji oleh para bijaksana. Akan tetapi, mereka yang berusaha dan berpandangan benar mengatakan bahwa ada [dunia ini, dunia lain, dan akibat karma]. (3) Jika segala sesuatunya selesai, tentu saja aku tidak melakukan kejahatan, aku tidak memikirkan hal jahat. Karena aku tidak melakukan kejahatan, bagaimana mungkin penderitaan muncul bagiku? (4) Jika segala sesuatunya selesai, tentu saja aku tidak melakukan kejahatan. Aku tidak melanggar apa yang menakutkan dan tidak menakutkan di dunia ini. Aku selalu memiliki cinta dan belas kasihan kepada seluruh dunia. Pikiranku tidak kejam pada makhluk-makhluk hidup; tanpa noda, gembira dan bahagia.” ↩︎