easter-japanese

Seorang brahmana kaya mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

“Guru Gotama, aku telah mendengar para brahmana yang lebih tua yang berusia lanjut, terbebani tahun demi tahun, guru-guru dari para guru, mengatakan: ‘Di masa lalu dunia ini berpopulasi sangat padat sehingga seseorang mungkin berpikir bahwa tidak ada jarak antara orang-orang. Desa-desa, pemukiman-pemukiman, dan kota-kota besar begitu berdekatan sehingga ayam-ayam jantan dapat menerbangi antara tempat-tempat itu.’1 Mengapakah, Guru Gotama, pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, pengurangan populasi terlihat,2 dan desa-desa, [160] pemukiman-pemukiman, kota-kota, dan daerah-daerah telah lenyap?”3

(1) “Pada masa sekarang, Brahmana, orang-orang tergerak oleh nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya, didera oleh Dhamma palsu.4 Sebagai akibatnya, mereka mengambil senjata-senjata dan saling membunuh satu sama lain. Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan mengapa pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-kota, dan daerah-daerah telah lenyap.

(2) “Kemudian, pada masa sekarang, orang-orang tergerak oleh nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya, didera oleh Dhamma palsu. Ketika hal ini terjadi, hujan yang turun tidak mencukupi. Sebagai akibatnya, bencana kelaparan dan kelangkaan padi terjadi; hasil panen rusak dan menjadi jerami. Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan lain mengapa pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-kota, dan daerah-daerah telah lenyap.

(3) “Kemudian, pada masa sekarang, orang-orang tergerak oleh nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya, didera oleh Dhamma palsu. Ketika hal ini terjadi, para yakkha melepaskan makhluk-makhluk buas.5 Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan lain lagi mengapa pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, pengurangan populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-kota, dan daerah-daerah telah lenyap.

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”


Catatan Kaki
  1. Kukkuṭasampātikā. Mp: “‘Ayam-ayam jantan’ terbang di antaranya’ (kukkuṭasampāto) adalah ayam-ayam jantan yang terbang dari atap rumah di satu desa ke atap rumah di desa lain. Karena disituasikan demikian, maka dikatakan bahwa desa-desa itu ‘begitu berdekatan sehingga ayam-ayam jantan dapat terbang di antaranya.’ Juga ada tulisan kukkuṭasampādikā (‘begitu dekat sehingga ayam-ayam jantan dapat berjalan di antaranya’). ‘Ayam-ayam jantan berjalan di antaranya;’ (kukkuṭasampādo) adalah ayam-ayam jantan yang berjalan kaki dari satu desa ke desa lain. Karena disituasikan demikian, maka dikatakan bahwa desa-desa itu ‘begitu berdekatan sehingga ayam-ayam jantan dapat berjalan di antaranya.’” ↩︎

  2. Tanuttaṃ paññayati. Lit. “berkurangnya [manusia] terlihat.” ↩︎

  3. Gāmāpi agāmā hontī, nigamāpi anigamā honti, nagarāpi anagarā honti, janapadāpi ajanapadā honti. Lit, “desa-desa menjadi bukan desa-desa, pemukiman-pemukiman menjadi bukan pemukiman-pemukiman, kota-kota menjadi bukan kota-kota, dan propinsi-propinsi menjadi bukan propinsi-propinsi.” ↩︎

  4. Mp: “Nafsu terlarang (adhammarāga): Nafsu adalah selalu berlawanan dengan Dhamma (adhamma), tetapi bukan ‘nafsu terlarang’ jika muncul sehubungan dengan kepemilikan diri sendiri. Ini menjadi ‘nafsu terlarang’ ketika muncul sehubungan dengan kepemilikan orang lain. Keserakahan yang tidak selayaknya (visamalobha): Walaupun keserakahan sesungguhnya tidak pernah layak, namun keserakahan yang muncul karena suatu objek yang menjadi milik diri sendiri disebut keserakahan yang selayaknya. Keserakahan yang muncul karena suatu objek yang menjadi milik orang lain disebut keserakahan yang tidak selayaknya. Dhamma palsu (micchādhamma): kegemaran dalam apa yang bukan landasan.” Mp-ṭ: “Kegemaran dalam suatu landasan nafsu (rāgassa vatthuṭṭhānaṃ) selain dari apa yang dianggap baik oleh standar duniawi.” ↩︎

  5. Bersama dengan Be, Ee, dan Mp (Ce dan Be) saya membaca: yakkhā vāḷe amanusse ossajjanti. Ce dari AN menuliskan manusse untuk amanusse. Yakkha adalah makhluk-makhluk halus kejam, kadang-kadang digambarkan sebagai sedang membunuh manusia dan melahapnya, tetapi juga mampu berbuat baik dan bahkan merealisasi Dhamma. Mp: “‘Yakkha’ adalah para yakkha penguasa. Mereka melepaskan para yakkha kejam di jalan-jalan manusia, dan ketika [para yakkha] ini memperoleh kesempatan, mereka membunuh orang-orang” (yakkhā ti yakkhādhipatino. Vāḷe amanusse ossajjantī ti caṇḍayakkhe manussapathe vissajjenti, te laddhokāsā mahājanaṃ jīvitakkhayaṃ pāpenti). Walaupun saya mengikuti Mp, namun saya bertanya-tanya apakah tulisan yang lebih asli dari teks ini akan menafsirkan kata kerja ini sebagai bentuk pasif dan menempatkan semua bentuk substantif dalam bentuk jamak nominatif: yakkhā vāḷā amanussā ossajjanti. “Para yakkha – buas, bukan manusia – dilepaskan.” ↩︎