easter-japanese

1

Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Rājagaha di Taman Sumber Air Panas. Kemudian, ketika hari menjelang pagi, Yang Mulia Ānanda bangun dan pergi ke sumber air panas untuk mandi. Setelah mandi di sumber air panas dan keluar dari sana, ia berdiri dengan satu jubah untuk mengeringkan tubuhnya. Pengembara Kokanada juga, bangun ketika hari menjelang pagi dan pergi ke sumber air panas untuk mandi. Dari kejauhan ia melihat Yang Mulia Ānanda dan berkata kepadanya:

“Siapakah di sini, teman?”

“Aku adalah seorang bhikkhu, teman.”

“Dari kelompok para bhikkhu manakah, teman?”

“Dari para petapa yang mengikuti putra Sakya.”

“Jika engkau memiliki waktu luang untuk menjawab pertanyaanku, aku ingin mengajukan pertanyaan tentang hal tertentu.”

“Engkau boleh bertanya, teman. Ketika aku mendengar pertanyaanmu, aku akan mengetahui [apakah aku dapat menjawabnya].”

“Bagaimanakah, tuan, apakah engkau menganut pandangan: (1) ‘Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Kalau begitu apakah engkau menganut pandangan: (2) ‘Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Apakah engkau menganut pandangan: (3)-(4) ‘Dunia adalah terbatas’ … ‘Dunia adalah tidak terbatas’ … (5)-(6) ‘Jiwa dan badan adalah sama’ … ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’ … (7)-(10) ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata ada dan juga [197] tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Kalau begitu, mungkinkah itu karena engkau tidak mengetahui dan tidak melihat?”

“Bukan karena itu, teman, bahwa aku tidak mengetahui dan tidak melihat. Aku mengetahui dan melihat.”

“Ketika aku bertanya kepadamu: ‘Bagaimanakah, tuan, apakah engkau menganut pandangan: “Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah”?’ engkau berkata: ‘Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.’ Tetapi ketika aku bertanya kepadamu: ‘Kalau begitu apakah engkau menganut pandangan: “Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah”?’ engkau berkata: ‘Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.’ Ketika aku bertanya kepadamu: ‘Apakah engkau menganut pandangan: “Dunia adalah terbatas” … “Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah”?’ engkau berkata: ‘Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.’ Kemudian ketika aku bertanya kepadamu: ‘Kalau begitu, mungkinkah itu karena engkau tidak mengetahui dan tidak melihat?’ engkau berkata: ‘Bukan karena itu, teman, bahwa aku tidak mengetahui dan tidak melihat. Aku mengetahui dan melihat.’ Bagaimanakah, teman, makna dari pernyataan ini harus dipahami?”

“‘Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah,’ teman: ini adalah satu pandangan spekulatif. ‘Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’: ini adalah satu pandangan spekulatif. ‘Dunia adalah terbatas’ … ‘Dunia adalah tidak terbatas’ … ‘Jiwa dan badan adalah sama’ … ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’ … ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, [198] yang lainnya salah’: ini adalah satu pandangan spekulatif.

“Sejauh, teman, ada pandangan spekulatif, sebuah dasar bagi pandangan-pandangan,2 sebuah landasan bagi pandangan-pandangan, obsesi dengan pandangan-pandangan, asal-mula pandangan-pandangan, dan pencabutan pandangan-pandangan, aku mengetahui dan melihat ini. Karena aku mengetahui dan melihat ini, mengapa aku harus mengatakan: ‘Aku tidak mengetahui dan tidak melihat.’ Aku mengetahui, teman, aku melihat.”

“Siapakah namamu? Dan bagaimanakah engkau dikenali oleh teman-temanmu para bhikkhu?”

“Namaku adalah Ānanda, dan teman-temanku para bhikkhu mengenalku sebagai Ānanda.”

“Sungguh, aku tidak menyadari bahwa aku sedang berhadapan dengan guru besar, Yang Mulia Ānanda! Jika aku menyadari bahwa engkau adalah Yang Mulia Ānanda, aku tidak akan berbicara terlalu banyak. Sudilah Yang Mulia Ānanda memaafkan aku.”


Catatan Kaki
  1. Dalam Be dan Ee, Kokanuda. ↩︎

  2. Pada 4:38 dan 6:54, saya menerjemahkan diṭṭhiṭṭhāna sebagai “sudut pandang,” tetapi di sini sebagai “dasar bagi pandangan.” Saya mengikuti Mp, yang mengemas kata ini pada kemunculan sebelumnya sebagai bermakna pandangan itu sendiri, tetapi di sini sebagai “penyebab-penyebab bagi pandangan-pandangan” (diṭṭhikāraṇa). Mp menyebutkan delapan penyebab demikian: kelompok-kelompok unsur kehidupan, ketidak-tahuan, kontak, persepsi, pemikiran, pengamatan tidak seksama, teman-teman yang jahat, dan ucapan orang lain (khandhā, avijjā, phasso, saññā, vitakko, ayoniso manasikāro, pāpamittā, paraghoso). ↩︎