easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, [89] setelah mereka makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika mereka berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.

Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, diskusi apakah yang sedang kalian lakukan barusan ketika kalian sedang duduk bersama di sini? Perbincangan apakah yang sedang berlangsung?”

“Di sini, Bhante, setelah kami makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, kami berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika kami berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.”

“Para bhikkhu, tidaklah selayaknya bagi kalian, para anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.

“Ada, para bhikkhu, sepuluh prinsip kerukunan ini yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.1 Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Karena seorang bhikkhu bermoral … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, [90] diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Karena seorang bhikkhu telah banyak belajar … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. Karena seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. Karena seorang bhikkhu mudah dikoreksi … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. Karena seorang bhikkhu terampil dan rajin … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma dan disiplin. Karena seorang bhikkhu menyukai Dhamma … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Karena seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan … [91] … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(8) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Karena seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Karena seorang bhikkhu penuh perhatian … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. Karena seorang bhikkhu bijaksana … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya … persatuan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh prinsip kerukunan itu yang menciptakan kasih-sayang dan penghormatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.” [92]


Catatan Kaki
  1. Formula ini sama dengan formula pada 6:12, walaupun isinya berbeda. Sepuluh prinsip ini sama dengan “sepuluh kualitas yang berfungsi sebagai pelindung” pada 10:18↩︎