easter-japanese

1

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang tidak bermoral, pada seorang yang tidak memiliki perilaku bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan, pada seorang yang tidak memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kegembiraan, pada seorang yang tidak memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada sukacita, pada seorang yang tidak memiliki sukacita, maka (5) ketenangan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketenangan, pada seorang yang tidak memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kenikmatan, pada seorang yang tidak memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada konsentrasi benar, pada seorang yang tidak memiliki konsentrasi benar, maka (8) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang tidak memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosanan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang tidak memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang tidak memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tidak tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tidak tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang tidak bermoral, pada seorang yang tidak memiliki perilaku bermoral, maka ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan … maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang bermoral, pada seorang yang perilakunya bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan, pada seorang yang memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kegembiraan, pada seorang yang memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada sukacita, pada seorang yang memiliki sukacita, maka (5) ketenangan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketenangan, pada seorang yang memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kenikmatan, pada seorang yang memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar memiliki penyebab terdekatnya. [5] Ketika ada konsentrasi benar, pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (8) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang bermoral, seorang yang perilakunya bermoral, maka ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan … maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.”


Catatan Kaki
  1. Sebuah paralel yang diperluas dari 5:24, 6:50, 7:65, dan 8:81. ↩︎