easter-japanese

“Para bhikkhu, ada sepuluh landasan kasiṇa ini.1 Apakah sepuluh ini? Satu orang mempersepsikan kasiṇa tanah ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas.2 Satu orang mempersepsikan kasiṇa air … kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah … kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas. Ini adalah kesepuluh kasiṇa itu.”


Catatan Kaki
  1. Kasiṇāyatanāni. Kasiṇa adalah lempengan yang mewakili elemen atau warna yang digunakan sebagai objek dalam meditasi samādhi. Misalnya, kasiṇa tanah adalah sebuah piringan yang diisi dengan tanah liat berwarna coklat kemerahan; kasiṇa air adalah semangkuk air; kasiṇa warna adalah piringan warna. Walaupun si meditator memulainya dengan piringan fisik, tetapi ketika ia dapat melihat kasiṇa dengan jelas melalui mata pikirannya, ia menyingkirkan piringan fisik itu dan berfokus hanya pada gambaran pikiran. Ketika konsentrasi semakin mendalam, gambaran lain yang disebut “gambaran pendamping” (paṭibhāganimitta) muncul sebagai pengikat perhatian. Vism bab 4 dan 5 memberikan penjelasan terperinci tentang kasiṇa-kasiṇa. Dalam sistem Vism, kasiṇa ruang (yang awalnya adalah landasan ruang tanpa batas) digantikan dengan kasiṇa ruang-terbatas, dan kasiṇa kesadaran diganti dengan kasiṇa cahaya. ↩︎

  2. “Tidak mendua” (advaya) di sini hanya merujuk pada presentasi objek dan bukan pada kesatuan ontologis yang mendasari. Mp menjelaskan: “Ini dikatakan karena satu [kasiṇa] tidak memerlukan kualitas dari yang lainnya. Seperti halnya, ketika seseorang masuk ke air, maka hanya ada air dan tidak ada hal lainnya di segala penjuru, demikian pula, kasiṇa tanah adalah hanya kasiṇa tanah. Tidak tercampur dengan kasiṇa lainnya. Metode yang sama berlaku untuk bagian lainnya.” Tentang appamāṇa, “tanpa batas,” Mp mengatakan: “Ini dinyatakan melalui melingkupi secara tanpa batas dari [objek] ini atau itu. Karena melingkupinya dengan pikiran, seseorang melingkupi secara menyeluruh; ia tidak menggenggam batasannya, dengan berpikir: ‘Ini adalah awalnya, ini adalah pertengahannya.’” ↩︎